Wounds Of Revenge

Wounds Of Revenge

Chapter 1~MALAM PERAYAAN

Begitu banyak kisah tak sempurna di dunia seperti kisah miliknya. Itu yang ia pikirkan di tengah rasa sakit di sekujur tubuhnya. Setelah berjuang sekuat tenaga akhirnya tak mampu bertahan di tengah kepungan kobaran api yang membara. Apa malam ini menjadi malam terakhir ia melihat dunia?

Satu pertanyaan yang menjadi tanya terakhir perlahan ikut sirna ketika pandangannya kian menyambut kegelapan bersamaan redupnya tatapan mata. Jangankan bersuara meminta pertolongan, napasnya saja terasa enggan menetap dan siap melesat pergi meninggalkan raga. Perlahan ia merasa detakan di dalam dada tak lagi bekerja hingga kegelapan semakin menghapus asa, tetapi di sisa kesadarannya sepucuk do'a terucap begitu saja dimana sebagai pesan terakhir yang mungkin akan dikabulkan Sang Pencipta.

"Ya Allah, jika kebahagiaan itu benar-benar ada, hamba berharap bisa merasakan kebahagiaan nyata di kehidupan selanjutnya. Semoga Engkau memberiku kesempatan untuk menghapus noda atas nama kemanusiaan."

Detik demi detik semakin berharga ketika ia menyadari tak memiliki waktu lagi untuk tetap tinggal di dunia. Di tengah kesendirian dengan kepungan asap berselimut hawa panas tak tertahankan bersambut sekelebat kenangan yang datang menyapa dimana canda tawa menjadi pusat perhatiannya. Orang-orang terlihat begitu bahagia sedangkan ia hanya duduk diam di pojokan tanpa teman.

Malam ini merupakan malam perayaan atas kemenangan tim basket sekolah SMA Gemilang Angkasa yang patut di kenang sepanjang sejarah. Suara riuh terdengar begitu nyaring memenuhi ruang aula dimana anak-anak menikmati lagu dari band sekolah mereka. Apalagi pesta ditemani berbagai cemilan ringan dan minuman bersoda.

Lalu lalang para siswa tampak semakin meramaikan suasana tapi di balik kemeriahan pesta tak semua anak menikmati perayaan seperti siswa lainnya. Seperti keberadaan seorang gadis yang mengenakan gaun putih lengan panjang dengan rambut di kepang belakang dan duduk di sudut ruangan dekat pintu keluar. Dari kejauhan jelas terlihat seperti gadis kampungan.

"Eh, Maya, itu bukannya teman sebangku kamu, ya? Samperin gih, biar gak kaya patung pancoran gitu," celetuk seorang gadis yang sejak kedatangan si gadis kampungan, dia merasa pesta tidak lagi menarik perhatiannya.

Teguran sang teman yang berasal dari kelas lain mengalihkan perhatian dan pandangan sang lawan bicara dimana seorang gadis pemilik mata sipit berbulu lentik, hidung sedang, bibir tipis yang selalu dilapisi lipstik merah muda. Dialah, Maya Valencia yang biasa disapa Maya dan merupakan siswa kelas 2 SMA kelompok pertama. Akan tetapi gadis satu itu lebih dikenal sebagai seorang siswa cerdas nomor lima di sekolahnya.

Lirikan mata tertuju menatap sudut ruangan dekat pintu keluar dimana sang teman sebangku nya berada. "Maksud kamu, si bau?" ujar Maya tanpa menutupi rasa kesal terhadap teman kelas yang selalu duduk di bangku dengan satu meja sama. Jujur saja setiap kali teman-teman dari kelas lain mengaitkan kehidupan sempurnanya dengan manusia tanpa masa depan, ia ingin menenggelamkan gadis kampung itu ke dasar lautan menggunakan tangannya sendiri.

"Si bau? Setahuku namanya Anaya Ivy Aurora. Oh, ya, aku dengar para guru sudah memilihnya untuk ikut olimpiade sains akhir tahun nanti, loh. Maya, masa kamu kalah sama gadis yang ... "

Entah apa kelanjutan yang diterangkan oleh teman beda kelasnya. Ia cuma merasa akan kehilangan impian dalam sekejap mata jika semua perkataan sang teman memang benar adanya. Apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan kesempatan paling bergengsi sekaligus kepercayaan para guru? Terlebih lagi ia pun sadar hanya siswa terpintar nomor lima saja.

Rasa iri kembali menguasai hati dimana ia tak terima keberuntungan yang selalu menyertai teman sebangku nya. Akan tetapi, di sisi lain dia pun juga tidak bisa berbuat apa-apa jika lawannya masih hidup di dunia. Hingga sebuah ide gila terlintas di benak menghadirkan senyum tak biasa yang menghiasi wajah cantiknya. Jika masa depan memiliki ancaman, bukankah harus menyingkirkan rintangan sedini mungkin.

"Wah, benarkah? Kukira dia cuma bau, ternyata bisa menyihir guru juga. Apa kalian tidak tahu kalau gadis kampung itu orangnya aneh. Sini-sini, aku bisikkan sesuatu!" Maya begitu semangat menceritakan sebuah kisah pada beberapa teman kelas lainnya.

Tindakan Maya hanya hati dan pikirannya yang lebih mengetahui akan berakhir seperti apa, sedangkan gadis di sudut sana merasa bosan melihat pesta sehingga meninggalkan keramaian dan keluar dari aula. Langkah kaki menyusuri koridor dimana hanya memiliki penerangan tak seberapa meski begitu ia masih jelas melihat setiap sudut di depannya.

Merentangkan kedua tangan sekedar melakukan peregangan apalagi setelah duduk selama setengah jam, ia merasa tubuhnya perlu diluruskan agar tidak kesemutan. "Suasana sekolah di malam hari memang berbeda. Sekarang enaknya kemana, ya?" tanyanya pada diri sendiri hingga berhenti di dekat papan pengumuman yang terpajang di depan ruang perpustakaan.

"Oh, ya, mumpung pesta belum selesai mending aku baca novel yang kemarin. Pasti ruangan perpus gak dikunci sama pak penjaga. Lumayan kan bisa menghemat waktu dan besoknya fokus belajar setelah memuaskan rasa penasaran sama cerita di novelnya." monolog Ivy pada diri sendiri, lalu melanjutkan perjalanan dengan memasuki pintu ruang perpustakaan seorang diri.

Ruangan yang tampak remang-remang membuat Ivy sedikit kesulitan berjalan di antara banyaknya lorong rak buku hingga ia mengeluarkan si benda pipih dari tempat persembunyian. Lalu menyalakan lampu senter yang kini menjadi cahaya andalan. Bisa saja menyalakan lampu utama tapi ia tidak ingin menarik perhatian pak penjaga.

Jadi pilihan terbaik dengan memanfaatkan sinar tak seberapa sebagai pemandu jalannya. Deretan buku, novel atau majalah yang ada di rak lorong satu sampai tiga semua sudah dibacanya, setelah beberapa saat melewati beberapa lorong pemisah ia berhenti di depan rak ke empat di deretan paling tengah. Seulas senyum merekah menghiasi wajahnya.

Diambilnya sebuah buku tebal bersampul coklat tua dengan judul tak jelas karena pudar tapi buku itu merupakan novel ke tiga ratus dari daftar bacaan selama lima tahun terakhir. Novel yang memiliki halaman sekitar lima ratus dua puluh lima itu terlihat biasa tetapi sejak mulai membaca halaman pertama, ia merasa mendapatkan banyak inspirasi dan bisa lebih memahami diri sendiri.

Ketika seseorang hanya suka menjalani kehidupan yang sederhana terkadang dari sudut pandang orang lain terlihat berbeda bahkan seringkali di anggap tak sebanding dengan kehidupan milik mereka. Namun, apa kata orang, ia benar-benar tak peduli selama tindakannya benar dan tidak merugikan orang lain. Begitu pikir Ivy selama ini dimana menjadi prinsip hidup sekaligus motto terbaik pembangkit semangat dari dalam lubuk hati.

Suara detakan jarum jam yang berdenting menemani Ivy dimana gadis itu sibuk membaca novel seorang diri dengan duduk di sudut dekat lorong rak keenam. Pilihan tempatnya jelas bisa menyembunyikan raga dari pak penjaga yang mungkin akan datang untuk memeriksa ruangan karena arah berlawanan dari pandangan sejajar pintu keluar. Sehingga ia bisa tenang menghabiskan bacaannya.

Namun, kesibukan gadis satu itu sampai tak menyadari kedatangan langkah kaki yang berjalan begitu pelan memasuki ruangan tanpa alas kaki. Situasi di dalam ruang perpustakaan memang temaram tetapi sinar rembulan di luar sana menambah keberanian di hati beberapa insan yang datang dengan niat hati tak terduga. Isyarat tangan dari raga terdepan mengkoordinasi rencana mereka tanpa memperdulikan keraguan yang sempat menggoyahkan tujuan utama.

"Sttt, apa kamu tidak bisa hati-hati? Hampir saja ketahuan," tangan kiri dengan sigap menarik tubuh temannya dimana tidak sengaja menginjak sesuatu di bawah lantai. Suaranya begitu lirih agar tetap dalam mode mengintai.

Meski tidak menghasilkan suara keras tetap saja menarik perhatian Ivy. Gadis satu itu buru-buru menutup novel yang ada di pangkuan. Lalu beranjak dari tempat duduk seraya mengedarkan cahaya ke setiap sudut yang bisa di pandang nya menggunakan senter dari ponsel, "Siapa disana?" suara tanya sederhana sayangnya hanya keheningan yang menyapa.

Terpopuler

Comments

〈⎳ Say My Name Claudia 1288

〈⎳ Say My Name Claudia 1288

Mulai-mulai, dasar manusia penuh rasa dengki

2023-12-30

0

〈⎳ Say My Name Claudia 1288

〈⎳ Say My Name Claudia 1288

kok ngenes ki piye mbak othor?

2023-12-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!