Wena Ayu Eriyan akhirnya menunda memeriksakan kandungannya ke puskesmas. Dia memilih mendahulukan urusan kakak kandungnya itu.
Hal itu lebih penting daripada memikirkan rahimnya yang sudah dikontrak oleh Densbosco. Kalau pun hasilnya positif toh nantinya tidak akan menjadi miliknya secara penuh.
"Bu kita kembali saja ke rumah. Ke puskesmasnya nanti saja setelah urusan Mas Agung selesai," pinta Wena kepada ibunya yang kelihatan sudah tidak sabar lagi pingin tahu kondisi kandungan Wena.
"Pasti ini gara-gara gadis sundel bolong itu kakak dipecat," ucap Wena setelah duduk di ruang tengah didampingi ibunya.
"Gadis itu adik iparnya Tuan Densbosco ya, Nduk?" sela Wigati. Sedang Agung masih diam menunduk belum bicara. Agaknya dia masih memikirkan bagaimana nanti keadaan dirinya setelah tidak bekerja lagi.
"Mas Agung sudah baca belum alasan surat pemecatan tersebut?" tanya Wena kemudian.
Sebab kalau ada karyawan yang dipecat mestinya sudah terbukti melakukan kesalahan fatal.
Sedangkan Agung selama ini kelihatannya selalu bekerja dengan baik-baik saja. Belum pernah melakukan kesalahan yang berat.
"Saya belum menerima surat PHK itu. Tapi bos melalui Aldina Muszart menyatakan bahwa mulai hari ini stop tidak bekerja lagi. Alasannya karena aku banyak melakukan kesalahan," kata Agung dengan muka sedih.
"Berarti yang bilang Mas Agung dipecat itu adalah Aldina Muszart, kan?"
"Ya, Dik."
Gadis itu memang harus diberi pelajaran lagi agar tidak sewenang-wenang. Saya yakin pemecatan Kakak ini bukan atas kemauan Densbosco. Tapi ada kaitannya dengan rencana Aldina Muszart untuk menyingkirkan orang-orang yang tidak disukai seperti kamu dan aku ini."
"Apa sih sebenarnya tujuan dia, Dik?"
"Tujuannya sebenarnya sepele, merebut Densbosco menjadi miliknya sendiri tanpa ada orang lain sebagai pesaing dalam rumah tangganya nanti."
"Kalau tujuannya cuma ingin menjadi istri Densbosco kenapa harus melibatkan urusan pekerjaan?"
"Pemecatan Mas Agung dan entah nanti siapa lagi, itu hanya sebagai jalan menuju ke tujuan intinya itu, yakni menjadi istri Densbosco."
"Saya tidak paham dengan jalan pikiran dia bisa sebrutal itu."
"Begitulah pekerjaan orang licik dan culas, Mas. Kakaknya dulu yang meninggal juga licik ingin menyingkirkan aku dengan berselingkuh agar cepat hamil. Bila sudah hamil dan mempunyai anak maka otomatis Densbosco tidak lagi menungguku punya anak."
"Benar-benar licik!"
"Apalagi status saya cuma sebagai wanita yang dikontrak rahimnya. Sewaktu-waktu bisa diputus kontraknya karena tidak memenuhi target."
"Terus gimana keadaanmu sekarang, Dik. Sudah ada tanda-tanda hamilkah?"
"Tadi sebelum Mas Agung datang saya dan ibu sebenarnya mau cek kandungan ke puskesmas. Karena tadi saya muntah-muntah yang tidak wajar. Kata ibu mungkin rahim saya sudah ada isinya."
"Alhamdulilah.... Mudah-mudahan kamu memang hamil, Dik. Sehingga bisa langsung menggagalkan rencana Aldina Muszart menjadi istri Densbosco."
"Saya tidak tahulah, Mas. Bagaimana tanggapan Densbosco nanti. Apakah senang mengetahui aku hamil atau sebaliknya."
"Kakakmu ini berharap Densbosco tetap menjadikan kamu sebagai istrinya. Bukan cuma wanita yang dikontrak rahimnya saja."
"Ibu juga berharap begitu, Gung. Kasihan adikmu sudah mengorbankan pilihan hidupnya sendiri demi menolong keluarga kita. Coba kalau waktu itu Wena tetap tidak mau menikah dengan Densbosco dan kita tiak bisa melunasi hutang itu, pasti kita tidak punya rumah lagi karena disita."
"Saya ya terimakasih dan salut sama Wena, Bu. Karena pernikahan Wena dengan Densbosco secara tidak langsung menguntungkanku bekerja di Densbosco Corporate."
"Tapi kenapa kok sekarang ada gadis siapa itu namanya.... Jadinya suasana kerjamu di kantor tidak nyaman." Ujar Wigati.
"Sudahlah, Bu. Kita sabar saja. Orang kecil memang selalu menjadi bahan permainan orang besar. Ikhkaskan saja kalau memang nasibku harus keluar dari pekerjaan. Juga kamu Wena harus sabar dan ikhlas memghadapi masalah ini. Jangan main tonjok lagi pada Aldina Muszart."
"Sebagai orang kecil kita jangan mau dipermainkan terus. Sekali-kali harus dilawan." Kilah Wena.
"Berarti nanti kalau bertemu dia akan kamu tonjok lagi mukanya?" tanya Agung.
"Kalau perlu akan saya tonjok lebih keras!"
"Jangan, Dik. Itu kriminal namanya. Mungkin pemecatanku ini juga karena dia sudah kamu tonjok kemarin."
"Saya sebenarnya tidak menonjok. Cuma mendorong mukanya saja. Itu karena dia selalu membuatku emosi dan sebel melihatnya," kilah Wena.
"Lebih baik masalahku ini kamu bicarakan dulu dengan Densbosco. Tanyakan kesalahanku itu apa. Saya ini tidak tahu kok tiba-tiba ada pemecatan."
"Sudahlah tidak perlu dibahas lagi. Bikin hati panas kalau mengingat nama itu."
Mereka bertiga kemudian berpisah. Agung kembali ke rumah istrinya. Sedangkan Wena dan Wigati ke puskesmas untuk memeriksakan kandungan dan hasilnya ternyata positif: WENA HAMIL.
Wajah Wigati sangat gembira keluar dari puskesmas. Bayangannya sebentar lagi akan punya cucu. keturunan keluarga kaya raya Tuan Densbosco.
Sementara Wena malah terlihat sedih. Sejak hari itu dia merasa dirinya sebagai wanita penyimpan benih. Kemudian hari-hari berikutnya akan merasakan perkembangan benih yang semakin lama akan semakin besar. Setidaknya akan merasakan pula betapa beratnya sebagai ibu hamil.
Konon kata orang tua yang dirasakan pada tahap awal kehamilan adalah mual, muntah, tubuh lemas dan lelah. Perubahan suasana itu dibayangkan Wena akan berlangsung selama sembilan bulan. Waktu yang tidak singkat dan menjemukan tentunya.
"Aku tiak mau tinggal di rumah Densbosco selama aku menjalani kehamilan sampai nanti melahirkan," usul Wena kepada ibunya sepulang dari Puskesmas.
"Disana bukankah ada pembantu dan tentunya Densbosco akan mendatangkan dokter-dokter ahli kandungan yang akan memantau perkembangan janin," ujar Wigati.
"Dalam keadaan normal memang begitu. Tapi adanya Aldina Muszart di rumahnya pasti akan menteror aku lagi dengan sikap dan perilakunya yang menjengkelkan itu."
"Tapi kalau menurut Ibu tidak, Nduk. Densbosco pasti akan menjaga janin itu dengan hati-hati agar nantinya lahir seorang bayi yang sempurna.
Densbosco pasti tidak mau nanti bayinya lahir dengan cacat mental atau fisiknya," kata Wigati menentramkan perasaan kegelisahan Wena.
"Bisa jadi memang begitu. Tapi Aldina Muszart saat ini pasti punya banyak cara untuk menggugurkan kandungan ini dengan caranya yang licik."
"Untuk mengantisipasi hal itu bagaimana kalau aku ikut serta tinggal di rumah Densbosco. Aku bisa menjagamu setiap saat. Sehingga dia tidak punya kesempatan mengerjai kamu." usul Wigati.
"Betul, Bu. Nanti aku akan minta ijin Densbosco agar Ibu mendampingiku. Kalau dia tidak membolehkan lebih baik saya tinggal di rumah ini saja."
"Terus kapan kamu akan mengabari berita baik ini kepada Densbosco. Sebaiknya secepatnya saja. Sebelum terlambat gadis itu merayu Densbosco menjadi istrinya."
"Ok. Kalau begitu sekarang saja kita ke sana."
Ibu dan anak itu kemudian bersiap-siap pergi ke rumah Densbosco dengan membawa sebungkus harapan.
Harapan merekabDendbosco akan menyambutnya dengan riang gembira. Karena akan datang seorang bayi keturunan darah Densbosco. Keturunan yang akan mewarisi seluruh aset dan kekayaannya yang melimpah itu.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments