Rianti berniat untuk bertanya pada Ruslan, mengapa dia sampai kerja disini dan bukan mencari pekerjaan yang sesuai dengan ijazah yang dimilikinya. Namun, Rianti akan bertanya padanya saat istirahat makan siang nanti.
Rianti beranjak dari situ dan tidak ingin mengganggu para tukang yang sedang bekerja. Rianti melihat jam ditangannya menunjukkan pukul 11.20, yang menandakan sebentar lagi jam makan siang. Rianti segera memesan makanan untuk semua yang bekerja disitu dan juga untuk dirinya sendiri. Sebelumnya, Rianti bertanya pada Maman yang bertugas sebagai kepala tukang untuk menanyakan jumlah anggotanya. Setelah itu Rianti pun memesan makanan sesuai dengan jumlah para tukang beserta Maman dan dirinya sendiri, melalui aplikasi pesan antar makanan.
"Oke, beres deh, tinggal nunggu makanannya datang" gumam Rianti.
Sementara itu, Ruslan, tidak menyangka kalau rumah yang sedang dibangun ini adalah rumah yang nantinya akan ditinggali oleh Rianti.
"Gokil nih si Rianti, ternyata rumah yang dibangun ini, bakal jadi rumahnya dia, wajar aja sih, secara orang tuanya Rianti tajir melintir, jadi, gak masalah lah untuk bangun rumah kayak gini" batin Ruslan.
"Lan, tolong kamu ambil tuh campuran disana" pinta salah satu tukang. Namun, Ruslan yang sedang melamun, tidak mendengarkan permintaan orang dibelakangnya.
"Woy Ruslan! Dengar gak sih!" Teriaknya. Seketika lamunan Ruslan buyar dan langsung menoleh ke belakang.
"Eh... Ada apa yah?" Tanya Ruslan.
"Tadi aku bilang, tolong ambilkan campuran disebelah sana itu" katanya mengulangi permintaannya tadi.
"Oh... Oke" Ruslan pun segera beranjak dan membawa campuran yang dimintanya itu.
"Kalau kerja itu jangan melamun gitu, nanti kalau pak Maman liat, bisa dipecat loh, apalagi ini kan hari pertama kamu kerja" katanya mengingatkan, saat Ruslan membawakan campuran yang dimintanya.
"Iya, bang, saya minta maaf, gak lagi deh kerja sambil melamun gitu" kata Ruslan berjanji.
Waktu menunjukkan pukul 12:00. Waktunya bagi para tukang untuk istirahat makan siang.
"Nih... Silahkan kalian ambil satu persatu makanannya yah" Rianti menyodorkan kantongan besar berisi nasi kotak untuk masing-masing tukang.
"Lan, lu ikut gue kesana yah, ada yang pengen gue omongin, sekalian kita makan siang" kata Rianti saat Ruslan mengambil jatah makan siangnya. Ruslan hanya mengangguk saja. Para tukang yang ada disitu, bertanya-tanya mengapa Ruslan bisa akrab dengan pemilik dari rumah yang sedang dibangun itu.
Rianti dan Ruslan duduk agak jauh dari para tukang tadi.
"Mau tanya apa, Ti?" Tanya Ruslan, sesaat mereka berdua duduk.
"Kok bisa sih, lu kerja bangunan gini, kan lu sarjana dan bisa pake ijazah lu untuk cari pekerjaan yang jauh lebih baik dari ini" kata Rianti tanpa basa-basi.
"Sayang loh ijazah sarjana lu gak kepake" lanjut Rianti.
"Yah... Mau gimana lagi, Ti, nyari kerjaan susah. Aku udah apply ke beberapa perusahaan kok dan sambil nunggu panggilan, gue kerja ini dulu aja, lumayan buat biaya hidup gue sama nyokap, kasian nyokap nyari uang sendiri dengan jualan dirumah, itupun juga masih belum menutupi semua kebutuhan dirumah, belum lagi bayar kontrakan, listrik, mana warung nyokap gue juga kecil dan penghasilannya gak seberapa" Ruslan bercerita apa adanya.
Mendengar cerita dari Ruslan, membuat hati Rianti terenyuh. Dia tidak menyangka kalau beban hidup Ruslan akan seberat itu. Sudah berapa kali Rianti menawarkan bantuan pada Ruslan, tapi, Ruslan selalu menolaknya dengan alasan tidak ingin merepotkan Rianti atau semacamnya, yang membuat Rianti tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak ingin memaksa Ruslan menerima bantuannya itu.
"Gimana, kalau lu kerja di kantor bokap gue? Gue dengar di kantor bokap lagi buka lowongan untuk beberapa posisi, lu coba aja ngelamar disitu, nanti gue bilang ke bokap deh kalau lu benar-benar butuh kerjaan untuk biaya hidup" Rianti menawarkan bantuan lagi, entah sudah yang ke berapa kalinya.
"Please, Lan, kali ini lu mau yah terima bantuan gue, gue nolong lu ikhlas dan tidak mengharapkan balasan apapun dari lu, lu mau nerima bantuan gue aja, gue udah senang banget" pinta Rianti.
"Gue ngelakuin ini biar bisa lihat lu sukses nantinya melalui jalan lu bekerja di kantor bokap gue, menimba ilmu sebanyak mungkin disana" lanjut Rianti.
Cukup lama Ruslan terdiam dan memikirkan langkah apa yang sebaiknya dia ambil. Apakah menerima bantuan Rianti atau kembali mencari alasan untuk menolak sekali lagi bantuan yang ditawarkan oleh Rianti yang tidak datang dua kali padanya.
"Gimana, Lan, lu mau kan terima tawaran gue ini?" Tanya Rianti pada Ruslan yang cukup lama terdiam. Belum sempat Ruslan menjawab, Maman yang bertugas sebagai kepala tukang, datang menghampiri Ruslan yang tengah mengobrol dengan Rianti.
"Maaf, nona, tapi, sepertinya Ruslan harus kembali bekerja, karena jam istirahat sudah selesai" katanya.
"Oh... Iya, pak, saya akan segera kembali bekerja" Ruslan bangkit dari duduknya.
"Ti, nanti kita lanjut obrolan kita lagi yah, gue balik kerja lagi" Ruslan berpamitan dan meninggalkan Rianti yang sekarang ditemani oleh Maman.
"Lu pikirin yah, soal tawaran gue tadi!" Teriak Rianti saat Ruslan berjalan menjauh darinya.
"Sepertinya nona Rianti terlihat begitu akrab dengan Ruslan?" Maman penasaran, setelah melihat interaksi antara Ruslan dan Rianti tadi.
"Iya, pak, dia itu teman kuliahku dulu, dia termasuk mahasiswa yang cerdas, cuma sayang aja, nasibnya kurang beruntung karena belum mendapatkan pekerjaan sesuai dengan ijazah yang dimilikinya" jelas Rianti.
"Saya sudah menawarinya untuk kerja dikantor papi, tapi, dia belum memberikan jawaban apa-apa tadi" lanjut Rianti.
"Maaf kalau saya lancang, non, tapi, menurut saya, Ruslan tidak mau menerima bantuan dari nona Rianti itu karena dia tidak ingin merepotkan nona" Maman menerka.
"Iya, pak, apa yang bapak katakan itu memang benar, dia memang adalah tipikal orang yang tidak suka merepotkan orang lain, kecuali saat dia benar-benar sudah buntu dan tidak ada pilihan lain, barulah dia meminta bantuan" Rianti membenarkan ucapan Maman, karena dia tahu betul seperti apa sifat dan karakter Ruslan.
"Oh iya, pak, maaf, sepertinya saya harus pergi, ada hal yang ingin saya urus" Rianti bangkit dari duduknya.
"Oh... Iya, nona, hati-hati dijalan" kata Maman yang juga ikut bangkit dari duduknya.
"Mungkin untuk beberapa hari kedepan, saya yang akan memantau perkembangan pembangunan rumah ini, jadi, kalau misalkan pak Maman butuh apa-apa mengenai pekerjaan bapak, silahkan sampaikan sama saya yah" kata Rianti sebelum dia masuk kedalam mobilnya.
"Baik, nona, sebelumnya saya ucapkan terima kasih" Maman mengangguk hormat pada Rianti. Mobil Rianti pun beranjak sambil membunyikan pelan klaksonnya. Maman membalas dengan lambaian tangan, lalu setelah itu melanjutkan pekerjaannya setelah mobil Rianti hilang di kelokan jalan.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments