Seperti janjinya dengan Tora, Ruslan memberitahu Tora beberapa perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan.
"Nah... Tor, lu bisa apply ke beberapa perusahaan ini nih, tadi juga gue apply kesitu" kata Ruslan.
"Kalau gitu, gue juga apply deh, siapa tahu ada yang kecantol kan satu, ya gak, Lan!" Harap Tora.
"Amiin....!" Ruslan mengaminkan ucapan sahabatnya itu. Tora pun nampak serius membuat surat lamaran kerja dengan menggunakan laptop milik Ruslan. Berkat Ruslan, Tora jadi sadar kalau dia juga harus punya penghasilan sendiri demi untuk masa depannya yang cerah nantinya dan tidak bisa hanya dengan mengandalkan kekayaan orang tuanya. Selain itu, dia kelak akan menjadi kepala keluarga dan sangat tidak mungkin kalau Tora harus meminta terus menerus pada orang tuanya, yang menandakan dirinya tidak bisa hidup mandiri nantinya.
Selama hampir 30 menit, Tora pun selesai mengirimkan lamarannya ke beberapa perusahaan yang direkomendasikan oleh Ruslan.
"Udah nih, Lan, thanks yah, bro" kata Tora.
"Santai aja, Tor" jawab Ruslan singkat.
"Oh iya, Lan, sambil nunggu panggilan kerja, lu mau ngapain buat nyambung hidup lu sama nyokap?" Tanya Tora yang kini tampak serius.
"Itu juga yang gue bingung, Tor, gue sih niatnya mau nyari kerjaan apa gitu sambil nunggu panggilan gue, apa aja deh yang penting bisa buat penyambung hidup gue dan nyokap gue" kata Ruslan.
"Gini, Lan, ini sih cuma ngasi tahu aja, kemarin gue lihat ada rumah yang sedang dibangun gitu, kalau gue liat progres pembangunannya belum nyampe 20 persen, mungkin baru sekitar 3 atau 4 hari yang lalu tanah itu dibangun" terang Tora.
"Jadi kuli bangunan gitu maksud lu? Gue mau, Tor, lumayan banget tuh" Ruslan tampak tertarik dengan apa yang diucapkan oleh Tora.
"Dimana emang tempatnya, Tor?" Tanya Ruslan.
"Di blok belakang, di kompleks perumahan gue, rumah gue kan di blok C, yang lagi dibangun itu yang di blok L" jawab Tora.
"Lu coba aja besok kesono, siapa tahu butuh tenaga gitu" Tora memberikan saran.
"Iya deh, besok gue coba, btw, thanks loh, Tor, udah ngasi informasinya ke gue" Ruslan tampak senang. Tora hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala.
Keesokan paginya, Ruslan bangun lebih awal seperti biasanya saat dia mau berangkat kuliah dulu. Sesuai dengan saran Tora kemarin, Ruslan pun ingin ke kompleks perumahan Tora yang terletak di blok belakang, yang cukup jauh dari rumah Tora.
"Bu, Ruslan pamit yah, mau ngelamar kerja, kemarin Tora ngasi tau kalau ada yang bangun rumah, siapa tahu aja disitu butuh tenaga bantuan, kan lumayan bayarannya, sambil nunggu panggilan kerja dari perusahaan yang Ruslan kirimi lamaran itu" terang Ruslan sembari menyantap sarapan yang disiapkan oleh ibunya.
"Kalau emang seperti itu, ibu hanya bisa doakan yang terbaik untuk kamu, nak" kata ibunya.
Selesai sarapan Ruslan bergegas menuju tempat tersebut dengan menggunakan motor andalannya, yang selama dia kuliah motor inilah yang dia gunakan ke kampus.
Hanya butuh waktu kurang dari setengah jam, Ruslan pun sudah memasuki area kompleks perumahan tersebut.
"Maaf, dek, mau kemana?" Tanya salah satu satpam yang bertugas di pintu masuk perumahan.
"Ini, pak, saya mau ke blok L, rumah yang lagi dibangun itu" kata Ruslan.
"Blok L? Nomer berapa?" Tanyanya lagi.
"Kalau nomernya sih saya gak tahu, pak, soalnya kemarin teman saya yang ngasi tahu kalau ada rumah yang lagi dibangun, tujuannya saya mau coba ngelamar kerja disitu, siapa tahu butuh tenaga tambahan gitu" Ruslan menjelaskannya. Satpam tersebut nampak berpikir sejenak, sebelum akhirnya dia pun mengizinkan Ruslan untuk masuk.
"Nanti kamu lurus aja ke dalam, nanti ketemu perempatan belok kanan, terus belok kiri, lalu kanan lagi, disitulah blok L, kamu tinggal nyari aja rumah yang lagi dibangun itu, keliatan kok" satpam itu mengarahkan jalan pada Ruslan.
Ruslan mengucapkan terima kasih pada satpam tersebut dan masuk ke area perumahan itu, menuju ke blok yang dimaksud, sesuai dengan arahan dari satpam itu.
Tak sampai 5 menit, motor yang dikendarai Ruslan berhenti di sebuah bangunan yang baru berupa pondasi.
"Benar kata Tora dan kemungkinannya ini memakan waktu hampir sebulan kayaknya" batin Ruslan menerka-nerka. Ruslan berjalan menghampiri seseorang yang tengah berdiri mengawasi beberapa orang yang sibuk bekerja dan Ruslan pikir bahwa dia pasti adalah bos dari orang-orang yang bekerja itu.
"Permisi, pak" kata Ruslan dengan sopan.
"Iya, ada apa yah?" Tanyanya saat membalikkan badannya.
"Apa disini butuh tenaga tambahan? Kalau misalkan masih butuh, saya mau kerja, bantu-bantu disini" Ruslan menawarkan diri. Pria itu memandangi Ruslan sambil berpikir sebelum memberikan jawaban.
"Memang kamu mau kerja disini?" Tanyanya.
"Mau banget, pak, soalnya saya lagi butuh banget kerjaan ini, untuk biaya hidup sehari-hari, pak" jawab Ruslan apa adanya.
"Baiklah kalau memang seperti itu, saya terima kamu untuk kerja disini dan kamu bisa langsung kerja" pria itu pun memutuskan untuk mempekerjakan Ruslan.
"Alhamdulillah! Terima kasih banyak, pak" Ruslan berucap syukur. Ruslan pun langsung mulai bekerja dan membantu yang lainnya.
Pria itu tampak tersenyum, sekaligus merasa senang karena dia mendapatkan tambahan tenaga, yang setidaknya bisa semakin meringankan pekerjaan para pekerjanya dan membuat pembangunan rumah itu akan lebih cepat selesai.
Saat pria itu tengah mengawasi para pekerja, datang seorang gadis muda dan menghampiri bangunan yang sedang dibangun itu. Pria itu melihatnya dan sudah mengenalinya.
"Selamat pagi, pak" sapanya.
"Selamat pagi, nona Rianti!" Sapa balik pria itu dengan sopan.
"Gimana, pak? Apa ada kendala?" Tanya Rianti.
"Sejauh ini tidak ada, nona. Oh iya, maaf, kalau saya lancang, ini kok tumben nona Rianti kesini, biasa tuan Adrian yang kesini" pria yang bertugas sebagai kepala tukang itu terlihat heran.
"Iya, pak, soalnya pagi ini papi ada meeting dengan klien, jadinya saya yang disuruh kesini buat mantau pembangunan rumah ini" jelas Rianti.
"Oh iya, nona, saya baru saja rekrut satu anggota tambahan lagi, dengan tujuan agar pembangunan rumah nona ini bisa lebih cepat lagi selesainya" katanya.
"Dan lagipula, saya juga merasa kasian dengan dia, karena dia butuh banget pekerjaan ini untuk biaya hidup sehari-harinya dengan ibunya, terus kalau saya liat dari perawakannya sepertinya usianya sama dengan nona Rianti" lanjutnya.
"Tidak masalah, selama semuanya berjalan sesuai dengan yang diinginkan, gak masalah bagi saya" Rianti merasa tidak keberatan dengan hal tersebut.
"Ya sudah kalau begitu, saya pamit kedalam dulu, mau kontrol anggota saya" pria itu berpamitan pada Rianti. Rianti mengangguk.
"Katanya anggota baru itu usianya sama dengan gue? Jadi penasaran gue, siapa sih orangnya?" Rianti bertanya dalam hati.
Rianti memutuskan untuk berkeliling di sekitar bangunan itu dan melihat para pekerja yang sedang serius dengan kerjaan masing-masing. Sesekali para pekerja yang Rianti lewati menoleh sambil mengangguk hormat. Rianti membalas dengan anggukan kepala sambil tersenyum.
Mata Rianti terbelalak, melihat seseorang yang mendorong gerobak berisi satu sak semen dan berjalan kearahnya.
"Ruslan!"
"Rianti!"
Rianti maupun Ruslan sama-sama terkejut dan tidak menyangka kalau mereka berdua akan bertemu di tempat itu.
"Lu ngapain disini?" Tanya Rianti.
"Gue kerja disini, Ti, trus lu sendiri ngapain disini?" Ruslan menjelaskan, lalu membalikkan pertanyaan.
"Yang dibangun ini tuh, rumah yang bakal gue tinggalin nanti" jawab Rianti seadanya.
"Woi! Cepetan bawa sini semennya!" Teriak salah satu tukang.
"Eh... Ti, nanti dulu ngobrolnya yah, gue udah ditungguin tuh sama tukang yang disana" Ruslan pun berlalu dan mendorong gerobaknya kembali.
"Jadi, Ruslan ternyata yang dibilang anggota barunya pak Maman itu yah? Tapi, kok Ruslan malah kerja ginian sih, dia kan sarjana, masa iya kerjanya jadi kuli bangunan, sayang aja sama ijazahnya dia" batin Rianti.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments