2. Izin kembali pulang

Sepulang dari makam Fatih segera ke kamar, ingin melihat keberadaan putrinya. Sejak pulang pria itu sama sekali belum melihat keberadaan bayi itu. Dia baru melihatnya sekali saat mengadzani.

Di sana ada sang mertua dan juga Khaira yang sedari tadi menunggu bayi itu anak Fatih sudah menyiapkan nama untuk anak kamu tadi Haira bingung mau panggil dia apa Nadia tanya sama Mama, Mama 'kan nggak tahu jadi tanya sama kamu."

"Namanya Keisha, Ma. Marissa yang sudah menyiapkan namanya," jawab Fatih sambil memandangi wajah sang putri yang tidur di ranjang.

"Nama yang bagus. Nama panjangnya siapa?"

"Keisha Putri Prawira."

Mama Zahra hanya mengangguk. Dia setuju saja karena memang nama itu sudah pilihan dari almarhumah putrinya. Beruntung Marissa sudah menyiapkannya, jadi setidaknya masih ikut andil dalam kehidupan bayi itu. Sebagai kenangan juga buat Keisya.

Haira dan Mama Zahra pun memilih keluar dari kamar, memberi waktu untuk Fatih bisa menghabiskan waktu dengan putrinya. Baru satu jam pria itu menemani Keisha, bayi itu menangis dengan suara kerasnya. Fatih yang kebingungan pun tidak tahu harus berbuat apa. Dia juga tidak memiliki pengalaman dalam mengurus bayi.

Keisha adalah putri pertamanya dengan Marissa. Fatih pun menggendong bayi itu perlahan dan mencoba menenangkannya. Namun, tidak bisa juga, malah suara tangisnya semakin kencang.

Haira yang kebetulan lewat di depan pintu pun mendengar tangisan bayi itu. Dia yang merasa kasihan akhirnya mengetuk pintu dan menampilkan Fatih yang sedang menggendong anaknya.

"Ada apa dengan anak kamu?" tanya gadis itu.

"Oh ini, Kak, nggak tahu tiba-tiba nangis."

"Sini, biar aku saja yang gendong," ucap Haira sambil mengulurkan tangannya dan diangguki oleh Fatih.

Pria itu pun segera menyerahkan putrinya pada gadis itu. Hubungan Fatih dan Haira memang tidak begitu dekat. Haira adalah kakaknya Marissa yang berarti kakak iparnya. Keduanya juga tidak pernah berbicara apalagi bercanda.

Haira sendiri jarang di rumah, bahkan terkadang menginap di apartemen yang lebih dekat dengan tempat kerjanya. Gadis itu juga belum menikah meskipun usianya juga sudah cukup untuk menikah. Namun, hingga detik ini gadis itu tidak pernah dekat dengan laki-laki mana pun. Justru adiknya Marissa yang mendahuluinya untuk menikah.

Haira pun tidak keberatan meskipun saat itu banyak kerabat yang mencibir dan mengoloknya. Mereka mengatakan bahwa dirinya akan menjadi perawan tua karena sudah lebih dulu didahului adiknya menikah. Haira sama sekali tidak peduli, baginya tidak apa terlambat mendapatkan jodoh asal tidak salah memilih. Kedua orang tuanya juga menyerahkan semuanya pada anaknya masing-masing.

Baby Keisha pun terdiam dalam gendongan Haira. Hal itu membuat Fatih lega karena sudah dari tadi dia sudah mencoba untuk menenangkan putrinya, tetapi tidak bisa juga. Pria itu kembali merasa sedih. Andai saja Marissa masih ada, tentu istrinya itu yang menenangkannya. Teringat jika Marissa sangat menginginkan keberadaan bayi di tengah-tengah mereka.

"Maaf ya, Kak. Aku jadi merepotkan Kakak," ucap Hasbi yang merasa tidak enak.

"Tidak apa-apa, namanya juga bayi belum bisa bicara jadi, tidak tahu bagaimana harus menghadapinya. Kamu kalau mau istirahat, istirahat saja, biar aku bawa Keisha keluar. Tidak apa-apa, kan?"

Fatih sebenarnya masih ingin menghabiskan waktu dengan putrinya, tetapi melihat anaknya yang menangis seperti tadi membuatnya tidak tega. Akhirnya pria itu hanya bisa mengangguk. Haira pun segera pergi dari kamar adik iparnya. Rasanya tidak enak dalam satu ruangan bersama dengan laki-laki, apalagi itu adalah adik iparnya.

Fatih sendiri masih memandangi punggung kakak iparnya yang menjauh dari kamar. Dalam hati dia kagum pada wanita itu. Haira juga tidak memiliki pengalaman dalam mengurus bayi, tapi anaknya malah terdiam dalam gendongan gadis itu.

Mama Zahra yang melihat kedatangan Haira ke ruang keluarga pun bertanya, "Kok Keisha sama kamu?"

"Iya, Ma, tadi saat aku lewat depan kamarnya denger dia nangis, makanya aku ambil alih. Fatih sudah berusaha menenangkannya, tapi Keisha nggak mau diam jadi aku gendong saja dan aku bawa ke sini."

"Terus sama kamu bisa diam?"

"Ya, seperti yang Mama lihat. Lihatlah, dia anteng begini lucu sekali 'kan, Ma," ucap Haira sambil menoleh pipi bayi itu.

"Sudah tahu bayi itu lucu, kenapa kamu belum juga menikah? Mama juga ingin melihat kamu duduk di pelaminan."

"Mama, selalu seperti itu. Sudahlah, aku nggak mau bicara sama mama," sahut Haira dengan cemberut.

"Mama bicara apa adanya. Umur kamu itu sudah cukup, mau tunggu berapa lama lagi? Apa kamu nggak takut? Bagaimana nanti kalau nggak laku?"

"Yah ... kalau begitu aku nggak akan nikah. Ada papa juga yang sudah kaya jadi, nggak perlu laki-laki lain. Aku juga sudah bekerja, gajiku juga besar untuk menghidupi diriku sendiri."

Mama Zahra mencebikkan bibirnya dan tidak lagi menanggapi ucapan putrinya. Haira selalu saja seperti itu, selalu bisa mengelak ucapan mamanya. Ada saja alasan demi menghindari pembicaraan tentang pernikahan.

***

Setelah tujuh hari kepergian Marissa, Fatih meminta izin pada sang mertua untuk pergi dari rumah ini. Tidak mungkin juga seterusnya dia tinggal di rumah orang tua Marissa. Pria itu sudah tidak memiliki hak lagi untuk tinggal di rumah ini.

Setelah menikah, Fatin dan Marisa memang memutuskan untuk tinggal di rumah sang mertua. Bukan berarti pria itu tidak mampu membelikan rumah, itu memang sudah keinginan sang istri dan kedua mertuanya yang tidak ingin tinggal terpisah. Fatih pun tidak keberatan karena baginya di mana pun dia tinggal asalkan bisa bersama dengan istrinya itu. Marissa juga wanita yang baik dan selalu melakukan tugasnya sebagai istri dengan baik.

"Pa, Ma, ini sudah tujuh hari meninggalnya Marissa. Besok saya ingin pamit pulang ke rumah orang tua saya. Tidak mungkin selamanya saya tinggal di sini," ucap Fatih saat selesai membereskan sisa acara tahlilan.

Papa Robi dan Mama Zahra saling berpandangan. Keduanya seolah menanyakan lewatan tatapan mata. Papa Robi yang tidak mengerti keinginan sang istri hanya diam saja, tentu membuat Mama Zahra kesal.

"Apa tidak sebaiknya kamu pikirkan dulu keinginanmu itu. Anak kamu masih sangat kecil, sebaiknya kamu tidur di sini saja. Mama juga tidak ingin berpisah dengan Keisha," ucap Mama Zahra dengan sendu.

"Ma, aku tidak mungkin tidur di sini karena tidak ada lagi yang menahanku untuk tetap di sini."

"Tapi Mama tidak mau berpisah dengan cucu Mama. Bagaimana kalau Mama rindu dengan Marissa? Hanya Keisha yang menjadi pengobat kerinduan Mama padanya."

"Mama tidak boleh begitu, Fatih juga berhak membawa putrinya," sela Papa Robi.

"Tapi Mama tidak rela."

Terpopuler

Comments

💖widia aja💖

💖widia aja💖

lanjut....🤩

2023-12-05

2

⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾

⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾

Next Kak 👍👍❤️❤️

2023-12-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!