Dan akhirnya, sampai berhari-hari uang itu tak juga ia kembalikan karena minim informasi mengenai si empunya uang. Selain itu, Ariel tak cukup waktu untuk mencari cowok menyebalkan itu
Dan hal itu sukses membuat pikiran Ariel terganggu.
" Kau kenapa sih, ngelamun aja?" Hana yang beberapa hari ini mengamati sikap Ariel yang tak biasa menjadi penasaran sendiri.
Ariel takut kalau laki-laki itu bakal mendatangi dirinya ke sekolahnya dan bakal terang-terangan mempermalukannya. Ia sudah cukup sering dibuat kesal oleh Tasya dan gengnya. Jangan sampai hal itu juga terjadi.
" Nggak apa-apa kok. Memangnya kenapa?" bohongnya menutupi masalah.
" Ye malah ganti nanya. Eh nanti malam jalan Yuk?"
" Boleh, kemana?" kali ini Ve yang menyahut.
" Nonton bosen. Nongkrong gitu-gitu aja. Enaknya ngapain?" tanya Hana sembari mengetukkan bolpoin ke kepalanya bak orang berpikir.
" Aku nggak bisa!" kata Ariel yang membuat kedua temannya terkaget
" Kenapa?"
" Aku bantuin Ibuku Han!"
Hana dan Ve memanyunkan bibirnya. " Ayolah Ril, sekali aja. Kalau kau gak ada duit, kita yang..."
" Lain kali aja ya?" tolak Ariel.
Ariel bukanlah gadis yang longgar secara keuangan seperti kedua temannya. Diantara mereka bertiga, Ariel sajalah yang berasal dari keluarga biasa. Simpanan yang ia miliki harus bisa ia atur dikala penghasilan orangtuanya sedang menurun. Lagipula, ia masih menyimpan uang itu untuk mengembalikan ke laki-laki aneh itu. Mungkin bagi orang itu sepele, tapi bagi Ariel itu jumlah yang banyak.
Setibanya ia dirumah. Ia kaget karena melihat ayah dan ibunya sudah dirumah dengan ekspresi paling aneh. Mirip orang habis kalah berdebat.
"Ayah, Ibu, ada apa?"
" Tanya saja ke Ayahmu!" jawab sang Ibu terlihat sewot kepada sang Ayah.
" Ayah?"
" Ibumu ngambek ke Ayah karena menjual Ceming!" ungkap sang Ayah terlihat meragu.
" Hah?" Ariel turut terkejut. " Kenapa Ayah melakukan itu? Ayah tidak kasihan apa?" ia malah ikutan mendamprat ayahnya.
" Nak, kucing nakal itu sudah berkali-kali buang air diatas pakaian Ayah! Ayah kesal!"
" Makanya kau kerja yang benar biar bisa beli lemari baru, bukan malah buang kucing!" omel sang Ibu terdengar meradang.
Ariel kontan tertegun. Dari semua akar permasalahan, sebab musababnya pasti ayahnya yang di persalahkan karena tak memiliki pekerjaan tetap. Ya meski kesehariannya pria itu sangat sigap membantu urusan rumah tangga, tapi acapkali beliau di persalahkan atas semua persoalan yang terjadi di rumahnya.
"Aku masuk dulu!" kata Ariel yang raut wajahnya berubah murung.
Kedua orangtuanya tak melihat hal itu. Bahkan saat Ariel sudah mulai masuk ke kamarnya, sayup-sayup pertengkaran masih saja terdengar.
" Jangan harap kau bisa tidur di dalam jika kucing itu tidak kau temukan!"
" Astaga, bagiamana bisa kau lebih mementingkan hewan itu dari padaku aku sayang?"
" Aku tidak peduli!"
Ariel menatap kalender diatas mejanya. Sudah satu bulan ia duduk di bangku kelas tiga. Artinya tinggal beberapa bulan lagi ia akan masuk universitas. Ia menitikkan air matanya. Kalau keadaan ekonomi keluarganya seperti ini, apa sebaiknya ia bekerja saja dan tidak usah kuliah? Bahkan sang kakak memutuskan untuk tidak menikah dulu karena ingin membantu perekonomian keluarga mereka. Tapi sampai kapan?
...••...
" Baik Pak. Mohon maaf sekali lagi atas perbuatan Kevin!" Bu Imaniar harus menahan rasa malunya di sekolah itu akibat kelakuan radikal cucunya.
Ya, sekolah terpaksa memanggil wali murid dari siswa bernama Kevin karena laki-laki itu sangat keterlaluan. Bocah itu nyaris tak pernah mengikuti semua mata pelajaran.
Bu Imaniar menatap cucunya yang kini berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang sudah tak terdefinisikan lagi.
" Pulang sekolah nenek ingin bicara sama kamu!" seru Bu Imaniar dengan muka marah.
Dan benar, anak itu tak mampir kemana-mana setelah pulang sekolah. Kevin yang hendak masuk menunda langkahnya sewaktu Bu Imaniar memanggil namanya.
" Mau kemana kamu, nenek mau bicara!" katanya sembari melipat majalah lokal.
Kevin melempar panggungnya ke sofa dengan muka malas. laki-laki itu bahkan membuang pandangannya ketika diajak bicara neneknya.
" Sekolah itu masih mentolerir sikap kamu karena kamu adalah anak dari seorang Lukas Wijaya!"
Kevin masih terdiam. Sama sekali tak berminat menyahut. Ia tahu sekolah itu berisikan orang-orang penjilat.
" Kamu dengar tidak kalau nenek berbicara Kevin?"
" Ya terus kenapa?" sahutnya ogah-ogahan.
Bu Imaniar geleng-geleng kepala sembari menyabarkan diri. " Kamu ini sangat-sangat keterlaluan Kevin. Tidakkah kau ingin membuat kelurga kita bangga denganmu?Nenek sudah putuskan untuk memindahkan kamu ke SMK Puspa Bangsa. Biar kamu tahu rasanya jadi mereka, bahwa diluar sana ada banyak anak yang kurang beruntung!"
" Terserah!" sahutnya kali ini dengan mata dan hidung yang sebenarnya sudah terasa panas.
Laki-laki itu langsung bangkit dan pergi menuju kamarnya sebab tak ingin diketahui jika ia sebenarnya sudah mau menangis.
" Kevin! Kevin!"
Kevin benar-benar serius dengan ucapannya. Bahkan ia memang tak memiliki semangat untuk melakukan apapun. Setibanya ia dikamar, laki-laki itu menatap foto ibunya di pigura dengan air matanya yang tiba-tiba mengembung. Dadanya seketika diliputi oleh kesesakan.
Kevin menangis dalam diam.
Malam harinya, ia yang hendak keluar langsung membatalkan niat ketika melihat Papanya berbicara dengan neneknya. Ia bahkan tak membalas senyuman itu. Ia masuk lalu membanting kamarnya dengan sangat keras. Membuat seorang Lukas Wijaya langsung termenung.
Kevin membenci papanya bukan tanpa alasan. Masih belum hilang dari ingatan saat ia melihat dengan mata kepalanya sendiri dimana Papanya berjalan dengan perempuan muda lalu masuk ke dalam mobil ketika mamanya terbaring di rumah sakit.
" Aku akan memindahkan anak itu ke SMK Puspa Bangsa. Itu akan membuatnya belajar!" kata Bu Imaniar yang mau tak mau harus memberitahukan hal itu kepada menantunya.
Lukas mengangguk. " Saya percaya sama Ibu!"
Bu Imaniar memang tak tahu langsung soal menantunya yang dikabarkan selingkuh saat anaknya akan meregang nyawa di rumah sakit ketika Kevin masih kecil. Wanita bijaksana itu hanya melakukan tugasnya sebagai seorang nenek.
" Saya barusaja transfer uang. Tolong ibu terima, bisa untuk tambah bayar rumah dan mobil baru untuk Kevin!" kata Lukas kepada mertuanya.
" Tidak perlu. Aku masih mampu membiayainya! Kau depositokan saja uang itu untuk masa depan Kevin. Umur orang tidak ada yang tahu!"
Lukas tertegun saat mendengar ucapan mertuanya. Sepertinya Ibu mertuanya juga antipati terhadapnya meski tak seterang sikap Kevin.
" Baik kalau begitu. Saya pamit. Terimakasih masih melibatkan saya dalam urusan Kevin!"
" Mmmm!" Jawab Bu Imaniar sekilas.
Lukas bangkit lalu menatap kamar anaknya sesaat sebelum ia melangkah pergi. Entah sampai kapan benang kusut ini akan terurai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Aran_MouHanAra
kok ngenes gini mom 😢😢😢😢, kemaren baru sempat baca 1 bab sekarang mau marathon dulu bacanya yaaak mom 🤭🤭🤭
2023-12-07
0
moerni🍉🍉
👌👌lanjutkan mommmmssss
2023-12-02
1