Kevin benar-benar menjadi pulang terlambat karena ulah gadis aneh tadi. Kini usai memarkirkan motor sportnya di garasi, laki-laki itu harus mempersiapkan diri untuk menerima segala dampratan neneknya.
"Aku pulang!" ucapnya datar begitu masuk ke rumah dan di sambut dinginnya udara AC.
" Darimana saja kau Vin?" sahur Bu Imaniar yang menyongsong kedatangan cucunya.
Benar kan dugaannya. Neneknya sudah menyambutnya dengan muka kesal.
" Sekolah!" jawabnya malas-malasan.
" Sekolah? Sekolah apa? Wali kelas kamu barusaja telepon nenek. Mau jadi apa kamu kalau begini terus. Mau tinggal kelas lagi kamu?"
Kevin yang kena semprot hanya bisa diam sembari menahan kesal. Ada apa dengan dunianya? Semuanya benar-benar berubah semenjak ibunya meninggal.
" Kalau kamu begini terus, masa depan kamu..."
" Aku capek nek!" potong Kevin ngeloyor begitu saja dengan muka suntuk.
" Kevin! Kevin!"
Mbak Sundari hanya bisa geleng-geleng kepala ketika menyaksikan kejadian itu. Sebab hampir setiap hari laki-laki bernama Kevin itu membuat neneknya naik darah.
" Mas Kevin,Mas Kevin! Disaat orang pingin sekolah mati-matian dengan cara apapun, sampean yang mampu malah begini!"
•
•
Sementara itu Ariel yang sudah masuk ke gang kampung suwelas( sebelas) tampak berhati-hati saat membawa bungkusan di tangannya.
" Mana yang gue minta?" tanya seseorang dengan muka sadis.
Ariel menyerahkan barang berisikan makanan dan minuman mahal dengan harga muka tebal itu dengan hati-hati kepada Kaira. Seorang preman perempuan yang kerap memalak gadis itu.
Ariel harap-harap cemas saat menunggu Kaira mengecek isi kantung yang ia berikan.
"Bagus. Kali ini elu bener. Ingat ya, kalau gue butuh lagi, lu harus dapetin tuh barang!"
Ariel mengangguk dengan muka takut. Ia akhirnya bernapas lega usai Kaira pergi. Semua ini harus terjadi karena ia pernah menolong bocah kecil yang di rundung oleh perempuan itu. Dan pada akhirnya, ia sendiri yang akhir menjadi repot.
Ia lalu berniat memberikan sisa roti untuk Iko, bocah pengamen yang kesehariannya berada di jalanan yang menjadi alasannya mau di peras oleh Kiara.
" Pssst Pssttt!" ia memanggil Iko agar para preman yang ada di bawah pohon ringin itu tidak mendengar.
" Mbak Ariel?" Iko melebarkan matanya bahagia.
" Nih cepat makan!" seru Ariel sembari menjejakkan dua bungkus roti bermerek mahal serta sebuah susu kotak.
" Wah, banyak banget. Ini pasti mahal!"
" Enggak mahal. Tapi sangat mahal!"
Iko langsung mendengkus.
"Tenang aja Aku baru dapat duit. Jangan kesana ya kalau makan. Buat kamu aja!"
Iko meringis senang. " Matur nuwun ( terimakasih) mbak!"
Ariel mengangguk. Ia senang, meski tadi ia harus menebalkan mukanya karena malu juga bertaruh nyali seringkali, namun ia lega karena bisa memastikan bocah itu baik-baik saja.
Iko adalah anak yang pernah Ariel jumpai sedang di rundung oleh anak-anak jalanan lain. Termasuk Kiara. Ia merasa kasihan dan sering membawakan makanan untuk anak itu. Bocah itu mengingatkan dirinya yang juga sering di kerjai oleh Tasya dan kawan-kawannya.
" Aku balik dulu Ko. Udah sore!"
Iko yang sibuk memamah panganan empuk itu mengangguk. " Besok lagi ya?" ucapnya dengan mulut yang tersumpal roti.
" Kalau ada duit aku pasti kongsi. Kalau nggak, ya mohon maap."
Iko terkikik-kikik saat Ariel tergelak sewaktu berkata. Diatas derita, mereka masih bisa tertawa. Sungguh kontras yang bisu.
Ariel lantas pergi untuk mencari angkot yang menuju ke arah rumahnya. Dan begitu sampai rumah, lagi-lagi ia ketahuan pulang sore sebab Ibunya ternyata sudah pulang lebih dulu!
"Kok baru pulang kau Ril?"
Ariel menelan ludah sewaktu di tanyai Ibunya. " Tadi, ke rumah Hana dulu Buk. Ngambil buku paket!" ia berbohong.
Ibunya percaya begitu saja." Ya Sudah. Cepat mandi terus makan. Itu Ayahmu baru masak bebek di kasih Pamanmu!"
Ariel mengangguk. Entah sampai kapan ia harus sering berbohong seperti ini kepada Ibunya. Ia lantas masuk ke kamarnya lalu merebahkan diri ke kasur sembari menatap langit-langit kamarnya dengan pikiran resah.
Ia teringat saat tadi dengan bodohnya meminjam uang dari orang yang terlibat perdebatan dengannya gara-gara minuman itu. Ia kini sangat malu. Malu sekali.
" Aaaaa! Sekarang aku harus mencari anak itu ke sekolahnya. Mana sekolahnya jauh lagi!" Ariel menggoyang tubuhnya mirip seperti gerakan melakukan kecipak di air dengan frustasi.
...••...
Ariel terpaksa mencongkel beberapa uang dari celengan babinya agar bisa mendapatkan jumlah yang pas. Uang yang ia yakini tertinggal di laci ternyata raib. Hilang entah kemana. Ia sudah menanyakan kepada semua penghuni rumah namun jawabnya nihil. Ia sendiri tak tahu kemana rimbanya uang itu sebab ia memang pelupa.
Usai memastikan jumlahnya aman, ia langsung turun dan melihat kakak perempuannya sudah akan berangkat bekerja di jam lima pagi itu.
" Loh, mbak Sukma kok berangkat pagi banget?" tanya Ariel heran.
" Emmm ada penerbangan pagi. Lah kamu sendiri, kenapa udah mau berangkat juga?"
Kali ini semua orang rumah langsung menoleh ke arah Ariel yang sudah berpakaian rapih di waktu yang matahari saja belum muncul.
Ariel meringis sambil menarik kursi meja makan." Aku ada kegiatan pagi hari ini. Khusus hari ini. Aku kena piket!"
Lihatlah. Gadis itu sudah sangat lihai berdusta.
Ayah, Ibu dan kakaknya mengangguk tanpa mencium kejanggalan. Hanya Aditya, si bungsu yang mencebik karena mengendus gelagat aneh.
Namun tiba-tiba.
" Loh Dit, itu kan hoodie aku!" pekik Ariel demi melihat hoodie unisex miliknya yang baru ia beli di kenakan oleh adiknya.
Tapi sang adik terlihat tak peduli. " Pinjam sebentar!"
" Ihh lepas nggak!? Itu kan belum pernah aku pakek. Jatuhnya nanti aku dong yang kelihatan pinjem. Balikin!" Ariel merengek dan sekring membuat keadaan menjadi berisik.
"Pelit banget sih? Ibu...!" si bungsu langsung mengadu kepada Ibunya.
" Tidak bisakah kalian ini tidak ribut sehari saja?"
Ariel menatap dendam ke arah adiknya yang kini menjulurkan lidah penuh kemenangan. Sementara sang Ayah hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya yang setiap hari ribut.
Ya, mereka kelurga sederhana cenderung kekurangan tapi sungguh begitu karib.
...••...
Ariel sengaja berangkat lebih pagi karena SMK Harapan Indah berada di wilayah yang lumayan jauh. Ariel bahkan harus merogoh kocek lebih untuk ongkos bus demi bisa sampai di sana. Tapi begitu ia tiba di sekolah unggulan itu, ia malah mendengar hal membagongkan.
" Waduh, Vin siapa dek? Coba Ingat lagi namanya. Soalnya disini ada Delvin, Marvin, Kevin, Alvin, Yuvin!"
Ariel sontak memanyunkan bibirnya demi secuil rasa sesal karena ia nekat kesana hanya dengan bermodalkan nama 'Vin' yang terlihat di emblem bordir seragam laki-laki itu. Dan itu jelas menjadi blunder untuknya.
" Ah sungguh sial! Gara-gara aku lihat namanya separuh jadi gini deh sekarang." batinnya resah.
" Anaknya cakep Pak. Dia tinggi!" ucap Ariel masih berusaha keras agar satpam itu mengenali orang yang ia maksud.
" Semua yang saya sebutkan tadi itu juga cakep dek. Semuanya juga tinggi. Anak-anak sini nggak ada yang bogel!"
Ariel langsung mencibir kala satpam berkumis itu mengatakan hal tersebut. Maka Ariel tetap pada masalahnya karena niat ingin menitipkan uang malah menjadi seribet ini.
" Titip ke bapak aja ya?" ungkapnya murung.
" Waduh tidak bisa dek. Gak mungkin saya nanyain satu persatu. Beda-beda kelas semuanya! Kerjaan saya gimana dong nanti?"
Dan akhirnya Ariel tetap membawa uang itu kembali sebab ia juga harus ke sekolah. Tak mungkin ia berada di sana sampai siang. Bisa di rujak ibunya dia nanti kalau ketahuan bolos. Mau mengembalikan uang saja kenapa menjadi seribet ini sih?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
M akhwan Firjatullah
klau banyak saudara pasti rame...tiap hari d rumah jg begitu yg sering ribut anak tengah dan si bungsu g pernah akur..
2024-06-16
0
Zaitun Laharima
/Facepalm//Facepalm/
2024-02-10
0
Bintang Gatimurni
Weh ...jadi mesem sendiri, outhornya pakai kalimat yang ada istilah rujaknya, sip lah.
Penulis memang wajib doyan baca.
2024-01-17
0