Maharani, Kaulah Pengantinku

Maharani, Kaulah Pengantinku

Telepon dari Om Hendri

"Besok kita akan pindah ke pulau Jawa, bersiaplah...", kata ayah yang tiba-tiba telah berdiri di depan pintu rumah di ruang tamu setelah pulang dari kerja sore hari itu.

"Bawa barang yang penting saja dulu... Jangan terlalu banyak bawa barangnya, karena kita masih bisa minta tolong kepada Kang Danu ato Andi untuk mengirimkan barang kita ke pulau Jawa nantinya...", kata ayah sambil meletakkan tas kerjanya dan perlahan melepas dasi yang melilit di lehernya. Wajahnya terlihat letih dengan keningnya yang berkerut seperti menahan beban pikiran yang sangat berat.

Ibu yang sedang menyiapkan makan malam di dapur beranjak mendekat ke arah ayah lalu meraih tangannya untuk salim. Aku juga berjalan mendekat ke arah ayah setelah meletakkan beberapa makanan di meja makan lalu ikut meraih tangan ayah untuk salim. Adikku, Fendi yang sedang menonton tv acara kesukaannya pun terkejut dan menoleh ke arah ayah sambil mulutnya setengah terbuka dan matanya yang membola sangat besar karena terheran-heran dengan perkataan ayah yang menurutnya sangat mendadak itu.

Aku dan ibu sebenarnya sudah tau rencana ayah yang akan mengajak kami sekeluarga untuk pindah dari pulau Sumatera ke pulau Jawa. Semenjak Om Hendri, adik tiri ayah, menelpon ayah dan mengabarkan bahwa kakek Pieter Van Mook Ardijaya jatuh sakit, ayah langsung terihat panik dan tidak tenang. Walaupun kami jarang bertemu dengan kakek, karena terkendala jarak dan waktu tapi kami sekeluarga sangat menyayangi kakek Pieter, sehingga ketika kami mendapat kabar tersebut, kami sangat sedih.

"Mas ayah sakit lagi... Kali ini beliau sampai jatuh pingsan di depan pintu kamar mandi, tadi pagi mbok Darmi hendak mengantar sarapan ke kamar ayah dan berkali-kali mbok Darmi mengetuk pintu kamar ayah tapi tidak ada sahutan dari dalam. Lalu mbok Darmi membuka pintu kamar dan mendapati ayah sudah tergeletak di lantai di depan kamar mandi. Aku berlari dari kamarku menuruni tangga setelah mendengar teriakan minta tolong dari mbok Darmi".

"Sekarang gimana keadaannya? Apakah sudah siuman? Dirawat rumah sakit mana? Apa kata dokter yang memeriksa ayah?", tanya ayah bertubi-tubi kepada Om Hendri, adik tirinya.

"Satu-satu mas tanyanya. Jangan aku diberondong dengan banyak pertanyaan seperti itu... Pertama-tama keadaan ayah sudah stabil. Ayah sudah siuman, sudah mau makan bubur walau sedikit, aku yang suapi tadi... Terus sudah minum obat, sekarang sedang tidur karena pengaruh obat yang dokter berikan.

Maaf mas... Tadi aku bawa ayah ke Rumah Sakit Permata Husada, rumah sakit kecil yang dekat dengan rumah karena aku panik dan bingung dengar teriakan mbok Darmi dan keadaan ayah yang tak sadarkan diri seperti itu. Kata dokter ada masalah dengan jantung ayah".

"Tidak apa-apa, selama ayah ditangani dengan baik oleh dokter yang ada disana dan ayah bisa berangsur-angsur kembali pulih kesehatannya, aku rasa tidak masalah", jawab ayah.

"Kapan mas Wibisono akan datang menemui ayah?", tanya Om Hendri.

"Segera aku akan kesana untuk bertemu dengan ayah setelah aku berdiskusi dengan keluargaku terlebih dahulu. Kabari aku terus keadaannya, dan secepatnya aku akan datang kesana. Kau jagalah ayah dengan baik, tetaplah disampingnya, pekerjaanmu sementara serahkan kepada asistenmu saja".

"Ya mas. Aku tunggu kedatanganmu beserta keluargamu disini".

Setelah menutup telpon dari Om Hendri, ayah meletakkan hpnya dan menatap ibu sambil meraih tangan kanannya untuk digenggam, seperti meminta kekuatan kepada ibu karena badan ayah seperti lemas dan tak ada kekuatan sama sekali

Ibu pun menatap ayah dan menganggukkan kepala tanda mengerti apa yang menjadi beban pikiran suaminya.

"Kita segera berangkat kesana saja mas, sudah lama kita tidak bertemu dengan ayah Pieter", kata ibu sambil mengeratkan genggaman tangannya.

Iya ya... kayaknya sudah lebih dari satu tahun kita tidak berjumpa dengan kakek ya kan bu... Ya kan yah?", kataku antusias.

"Tapi kita tidak cuma sebentar disana... Tidak datang hanya sekedar menengok keadaan kakek Pieter saja... Kita akan lama disana".

"Maksud ayah?"

"Kita pindah ke Jawa"

"HAH?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!