Seperti informasi yang sudah di tetapkan sebelumnya, Ziandra Grayson sepertinya ingin cepat menuntaskan drama perjodohan ini ke jenjang pernikahan, terhitung persiapan di lakukan dengan cepat dan terkesan terburu-buru selama seminggu terakhir sebelum akad di gelar. Karena sesuai keinginannya, pernikahan akan laksanakan tertutup dan di gelar secara sederhana seolah-olah pria itu tak ingin sampai dunia tahu jika dia harus menikah dengan Lyra, si gadis biasa yang terlahir hina, di saat dia bahkan bisa mendapatkan wanita yang lebih baik di luar sana.
Memikirkan hal itu selama proses persiapan membuat Lyra di rundung sedih, perkataan ibu tirinya terbayang selalu di benaknya, apakah setelah akad Zian akan langsung menceraikannya? pertanyaan itu terus menerornya setiap hari.
Sampai tiba-tiba saja tuan Harrison, calon mertuanya meminta untuk bertemu membuat Lyra kaget sekaligus bingung, tak ada waktu berfikir sampai ketika sebuah mobil utusan dari tuan Harrison membawanya ke rumah sakit hari itu.
Situasi canggung saat ia akhirnya berhadapan dengan tuan Harrison membuat Lyra rasanya ingin menghilang saja. Ini terlalu mengejutkan untuknya hingga ia tak sempat mempersiapkan hati dan mental.
"Jangan terlalu segan nak, anggaplah aku seperti ayahmu juga," ucap tuan Harrison.
"Baiklah." jawab Lyra menjadi lebih rileks dan tersenyum manis.
"Lyra, persis yang di katakan Malik, kau mempunyai garis senyum seperti ibumu," ucap tuan Harrison secara tiba-tiba.
Eh?!
Lyra kontan terkejut, padahal ini pertemuan perdananya dengan ayah calon suaminya itu tapi kenapa seperti tuan Harrison sangat mengenal dirinya.
Memahami kebingungan Lyra, tuan Harrison mengulum senyum. "Kau tak perlu bingung begitu nak, dahulu ayahmu dan aku adalah kawan karib, karena itu aku juga mengenal baik ibumu."
Lyra menutup mulut, syok dengan fakta yang di beberkan.
"Itukah sebabnya, tuan Harrison memilih saya sebagai menantu anda?" Lyra menerka.
"Bisa di bilang itu adalah salah satu alasan ku."
"Tapi ... kenapa? padahal Cherly jauh berkali-kali lipat lebih baik dariku, bukan seperti saya yang terlahir sebagai anak harram." Lyra langsung merunduk sedih.
"Nak, asal- usul bagaimana seorang anak bisa hadir tidak menjamin kualitas diri yang di milikinya."
Gadis itu sontak mengangkat wajah, menatap terkejut tuan Harrison yang bergeming memandang lurus ke depan lalu menoleh kepadanya dengan melempar senyum menenangkan.
"Jangan selalu berfikir rendah dan negatif. Satu hal yang ku tau ibumu adalah wanita baik dan orang tua mu saling mencintai, terlepas dari dosa karena kenekatan mereka di masa lalu, setidaknya kau hadir sebagai hadiah terindah untuk keduanya."
Lyra mengangguk paham, ada kabut yang berusaha ia tepis di kedua netranya. Baru kali ini seseorang mengatakan hal seperti itu padanya, setiap kata yang di ucapkan tuan Harrison terasa sejuk menggetarkan sukmanya hingga rasanya Lyra ingin menangis terharu.
Perbincangan mereka mengalir hangat hingga tak sadar sudah waktunya tuan Harrison berisitirahat.
"Lyra, aku mempunyai keyakinan jika kau dapat melunakkan hati Zian yang sekeras batu, itu sebabnya pilihanku jatuh padamu, kau satu-satunya yang pantas menjadi pendamping Zian."
Kata-kata terakhir yang tuan Harrison ucapkan sebelum akhirnya pertemuan mereka usai, membuat Lyra terkejut sekaligus senang, hal itu tanpa sengaja memberikannya tekad untuk menenangkan hati Zian, laki-laki yang sejak dulu sangat di kaguminya.
...----------------...
Hingga kini tibalah akhirnya penantian, akad pernikahan yang terkesan privat dan sederhana pun di gelar. Lyra tampil cantik dan anggun berbalut gaun pengantin putih gading dengan riasan flawless, ia menggenggam bunga mawar putih sambil menggandeng lengan ayahnya menuju altar.
Sementara Zian yang sedang menantinya nampak sangat tampan dan gagah dengan kemeja putih dan jas hitam yang di padupadankan membuat auranya begitu terpencar, namun Lyra bisa melihat dengan jelas tak ada senyum ataupun ekspresi bahagia wajah laki-laki itu, nampaknya Zian bahkan tak ingin berpura-pura di hadapan para tamu undangan di hari yang seharusnya menjadi hari bersejarah untuk keduanya.
Tuan Malik memberikan tangan Lyra kepada Zian saat laki-laki itu mengulurkan telapak tangannya, resepsi pernikahan pun di lasungkan.
Tepat saat pertukaran cincin, Zian menarik tangan Lyra hingga tubuh mereka berdekatan, pria itu setengah berbisik mengatakan di cuping telinganya.
"Jangan mengharapkan apapun dalam pernikahan konyol ini, aku melakukannya semata-mata untuk menyenangkan ayahku, turunkan ekspetasi mu dan berdoa saja semoga aku tak menceraikan mu secepat mungkin."
Kata-kata yang kejam dan menusuk itu bagai belati tajam yang menikam ulu hatinya, perih dan menyakitkan. Lyra menengadah menatap wajah tampan Zian yang di selimuti kebencian untuknya.
Tak ada kata balasan yang mampu Lyra ucapkan, lidahnya terasa keluh hingga ia hanya mampu diam membisu sepanjang acara. Jantungnya bergemuruh, pikirannya berkecamuk hebat. Tapi satu hal yang pasti, Lyra ingin mempertahankan pernikahan ini bagaimanapun caranya.
Semua tamu yang hadir dalam upacara pernikahan ini, menyapa hangat dan memberikan ucapan selamat pada dua mempelai.
Dua orang paling berbahagia yaitu Harrison dan Malik yang berhasil menyatukan putra-putri mereka dalam ikatan pernikahan ini.
Harrison bahkan rela datang menggunakan kursi roda meski kondisinya yang belum stabil demi untuk melihat langsung putranya di hari bahagia ini, salah satu keinginannya yaitu bisa menyaksikan sang putra menikah telah terkabul.
Satu harapan harrison sebagai seorang ayah, agar Zian dapat membuka hati dan berbahagia, hingga bisa melupakan trauma perceraian yang di sebabkan oleh orang tuanya.
Semua berbaur menikmati pesta, tuan Harrison harus kembali ke rumah sakit setelah memberikan selamat dan doa restunya. Zian sendiri seolah tak peduli dengan Lyra dan meninggalkannya sendirian di pelaminan, Dia tampak serius saat berbincang dengan sesama kolega bisnisnya.
Lyra menghela nafas, sebenarnya pernikahan macam apa yang sedang di jalaninya, kepura-puraan yang membuatnya tetap bertahan, ia merasa hampa. Apa ia sudah mengambil keputusan yang tepat untuk tetap berada di sisi Zian meski dengan lantang pria itu melayangkan kebencian untuknya?
Saat tengah berkecamuk seperti ini, tiba-tiba saja Miranda dan Cherly menghampirinya. Penampilan Ibu dan adik tirinya itu terlihat heboh bahkan melebihi Lyra sendiri sebagai pengantin wanita di sini.
"Bagaimana rasanya di tinggalkan sendirian di pelaminan seperti ini?" Miranda yang pertama kali menyerang dengan tersenyum sinis.
Cherly secara terang-terangan tertawa, menunjukkan ia bahagia di atas penderitaan kakak tirinya itu.
"Lyra- Lyra, nasibmu sangat malang, belum apa-apa Zian sudah menunjukkan kebenciannya padamu, aku yakin setelah ini pun kau akan di campakkan dengan mudah."
Lyra mencengkeram gaun pengantinnya dengan geram, rasanya ingin membalas mulut-mulut keji tak berperikemanusiaan itu namun ia sadar tak ingin mengundang keributan.
"Kenapa? kau tak bisa melawan?" Cherly dengan gancar memberi serangan. "Lihat saja nanti setelah kau di campakkan Zian, aku yang akan mengambil alih posisi mu."
"Itu benar." Miranda menyahut seraya tertawa. "Bagaimanapun putriku lah yang lebih cocok bersama Zian di banding dirimu yang hanya anak harram!"
Lyra mendelik, panas di dadanya semakin menggelora, baru saja dia hendak balas menyerang, tangan besar dan hangat seorang pria di belakangnya membuat ia tersentak.
"Ada apa ini?" Zian hadir di tengah mereka dengan tatapan dingin dan ekspresi tak terbaca.
"Ah, Zian tidak apa-apa kok, kami hanya berfikir untuk menemani Lyra yang terlihat sendirian tadi." Cherly lebih dulu berseru, dia bersikap manis begitu lelaki itu menghadap ke arahnya.
"Sekalian aku berpesan padanya untuk tidak membuat mu susah, mengingat meskipun dia anak tertua tapi kakak ku ini sangatlah manja dan susah di atur," ujar Cherly yang mendadak merubah sikapnya seratus delapan puluh derajat di hadapan Zian, begitu manis mulutnya menyindir Lyra di depan suami perempuan itu.
Melihat itu, Lyra ingin sekali muntah, betapa tidak tahu malunya wanita itu di hadapan seorang pria yang sudah beristri. Apa katanya tadi? dia manja? bukankah perempuan itu yang baru saja menunjukkan sikap ganjen di depan suaminya!
Miranda ikut mengompori. "Itu benar menantu, ibu harap sikap tidak baik Lyra itu tidak akan merepotkan mu, sejujurnya di bandingkan dia, Cherly jauh lebih dewasa dan kooperatif. Ah andai saja Cherly yang menikah dengan mu."
Apa? Lyra bahkan sangat speechless, kemana urat malu ibu dan anak itu saat ini? Lyra tak habis pikir.
Lyra secara otomatis menatap Zian, lelaki itu terlihat diam, membuat Lyra di rundung kecemasan.
"Please, jangan percaya Zian, semua yang di katakan mereka itu bohong!"
Zian masih saja bergeming, lalu perlahan melangkah, mendekat ke arah ibu dan anak itu.
Tatapan tajamnya langsung menusuk membuat Miranda dan Cherly seketika diam tak berkutik.
"Apa kalian sudah selesai mengoceh tak jelas?"
"Apa?!" Cherly dan ibunya memekik.
Zian menyeringai devil. "Kalian kira aku tak mendengar perbincangan kalian tadi? betapa menjijikkannya seorang wanita yang begitu percaya diri ingin merebut suami kakaknya sendiri."
Suara Zian yang sengaja di keraskan membuat atensi semua orang langsung mengarah pada mereka. Seolah Zian memang sengaja ingin mempermalukan ibu dan anak itu.
"Z- zian ini tidak seperti yang kau pikirkan." Cherly mendadak panas dingin, apalagi melihat semua orang yang mulai berbisik-bisik menggunjingkannya.
"Persetann!" Zian mendekati Cherly, wanita itu tampak ketakutan saat dia berbisik ke telinganya.
"Apa kau pikir aku tidak mencari tahu dulu tentang isteri ku? kau tak pantas menghinanya sesukamu seperti itu. Ingatlah ini baik-baik aku mengetahui semua kekejaman kalian terhadap Lyra, jadi sebaiknya kau menjaga diri atau tidak, aku akan membongkar semua kebusukan mu dan ibumu di hadapan semua orang."
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments