Di kantor, Zian baru saja meregangkan tubuh sejenak setelah banyaknya pekerjaan yang harus ia urus.
"Berapa jam lagi sebelum meeting di laksanakan?" tanya pria berahang tegas itu pada Hunter, sekretaris kepercayaannya.
"Ada waktu sampai jam makan siang tuan," jawab Hunter, sebelas dua belas dengan sikap sang bos, Hunter pria tampan berusia 24 tahun yang masih betah menjomblo itu mempunyai sifat dingin dan selalu lugas.
"Baiklah, kau selesaikan sisanya, saya ingin makan siang dulu."
"Baik tuan."
Tok! tok! suara pelan ketukan pintu dari luar membuat kedua pria itu menoleh.
"Sepertinya ada tamu tuan,saya akan memastikannya dulu."
Zian hanya mengangguk singkat. Begitu pintu terbuka oleh Hunter, suara menggelegar langsung datang dari seorang laki-laki tampan lainnya, Mathew, sepupu Zian dari pihak ayah, langsung menerobos masuk tanpa ijin permisi dulu.
Hunter menghela nafas sambil menggeleng pelan. "Kalau begitu saya ijin keluar tuan muda."
Zian hanya mengangguk sebagai respon. Sementara Matthew hanya sekilas menoleh, lalu langsung mendudukkan bokongnya ke sofa.
"Astaga pengantin baru, kenapa malah ada di sini?!"
"Aku bekerja. Apalagi?"
"Yaaa ... aku juga tahu itu, tapi kan kau masih terhitung pengantin baru, bukannya berbulan madu malah asyik dengan urusan perusahaan, padahal kau punya banyak sekretaris dan asisten yang bisa menghandle pekerjaan mu." pria itu nyerocos tanpa henti yang membuat Zian membuang nafas pelan.
"Sifat cerewet mu yang seperti wanita ini, memang tak pernah hilang," ucap Zian dengan santai.
Mathew mencebik. "Saudara mu ada di sini untuk mengunjungi, tapi sikap mu begitu dingin begini ck,ck benar-benar ya!"
"Aku tak meminta mu untuk datang dan lagipula siapa juga yang mengharapkan kau berkunjung kesini?"
Skakmat! Mathew merasa harga dirinya terjun bebas sampai ke dasar setelah mendapat balasan telak seperti itu.
"Ugh! kata-kata mu itu, aku sakit hati loh." Mathew sangat mendrama, memegang dadanya yang seolah tengah merasakan nyeri.
"Aku tidak peduli." Zian masih saja santai dengan jawabannya. Tak mengherankan memang karena di sekelilingnya ia di penuhi dengan orang-orang seperti Mathew apalagi sekarang bertambah satu orang semacam ini, yang membuat kehebohan di mansion hingga membuat Zian selalu terpikirkan terus tentangnya.
"Ngomong-ngomong bagaimana kabar istri mu, aku hanya bertemu dengannya sekali saat pernikahan kalian itupun tidak bisa berkenalan langsung karena aku harus segera bertolak ke Singapura. Semoga keadaannya tetap sehat dan baik-baik saja."
"Dia baik-baik saja," jawab Zian.
"Justru aku yang stress karena ulahnya."
"Syukurlah kalau begitu," ucap Mathew.
Tiba-tiba Zian teringat sesuatu, pagi tadi ia tak sengaja melihat luka-luka di kening dan pergelangan tangan Lyra, itu pasti karena ulahnya di dapur. Memikirkannya membuat Zian tak fokus dengan apa yang sedang di katakan Mathew.
"Gadis itu memang benar-benar ceroboh." gumamnya tanpa sadar.
"Siapa yang kau maksud?" tanya Mathew heran.
Tersadar, Zian lekas berdeham. "Tidak. Bukan apa-apa."
"E- eeh kau mau kemana?" Mathew bertanya saat Zian tiba-tiba sudah berdiri dari duduknya.
"Kemana aku itu bukan urusan mu."
"Ck, dasar apatis. Baiklah, Nanti jika ada waktu senggang aku akan berkunjung ke mansion untuk melihat kakak ipar, kau harus menantikannya ya!"
Zian tak memperdulikan lagi rentetan kalimat Mathew lalu berlalu begitu saja.
...----------------...
Malam tiba di mansion, Zian melangkahkan kaki setelah setelah urusan kantor selesai, saat tiba melihat Lyra di meja makan kini tengah melambaikan tangan ke arahnya, tak lupa senyum lebar yang selalu di tampilkan gadis itu, Zian merasa muak.
"Yuhu Zian ku sudah pulang, my hubby my sweety my honey beauty!"
"Lengkap banget nyonya manggilnya udah kaya toserba, semua ada." Charlie menyahut pelan.
"Iya dong, ini kan demi kelancaran misi mendapatkan hati Zian ku." Lyra balas berbisik sambil berkedip-kedip.
Seperti tertular, Charlie ikut sumringah juga. "Ya sudah semangat nyonya, saya berdoa di balik layar."
Keduanya mengangguk mantap seperti tim yang sudah kompak, mengacungkan kedua jempol sebagai isyarat dengan kelap-kelip bintang di mata masing-masing.
Zian membuang nafas pelan melihat interaksi konyol kedua orang di depannya itu, sepertinya kini tinggal dirinya sendiri yang masih waras di mansion.
"Eh Zian ku mau kemana? aku sudah menyiapkan makan malam loh, kali ini aku jamin pasti enak, ya gak pak Charlie." Lyra melirik Charlie bermaksud mencari validasi, sambil mengedipkan sebelah matanya.
Charlie mengangguk seperti mendapatkan kode. "Oh iya dong pasti itu, masakan nyonya muda itu benar-benar enak tuan, koki bintang lima pun sepertinya kalah dengan bakat nyonya kita ini."
"Charlie!" Zian memanggil dengan wajah tertekuk.
Seketika mendadak saja suasana seperti sedang berada di Antartika.
"Eh i- iya tuan." Charlie sudah ketar-ketir di tempat.
"Apa kau juga jadi tertular gila seperti wanita itu sekarang?" Zian berkata dengan intonasi pelan namun menusuk.
Lyra cemberut dengan kata 'gila' yang di sematkan oleh pria itu.
"Eh-- hehe gak seperti itu tuan." Charlie yang tadinya di pihak Lyra langsung melipir menuju Zian.
"Bagus, kau tahu kan tugas mu di sini, jangan biarkan kewibawaan mu itu hilang."
Charlie menunduk ngeri, dia melirik Lyra dengan wajah memelas seakan seperti mengatakan 'maaf nyonya saya tidak berdaya'.
"Ini taruh jas dan tas ke ruangan kerja ku."
"Baik tuan." dengan lesu Charlie pun meninggalkan kedua orang yang kini masih bersitatap tegang.
"Huuuuh! dasar tirani!"
Zian yang hendak berbalik untuk pergi seketika berhenti ketikan Lyra berkata seperti itu.
"Apa ... maksud perkataan mu?"
"Ya! kamu adalah seorang tirani kejam yang seenaknya memerintah karena punya kekuasaan! kamu sesuka hati saja menekan orang lain hanya karena kamu punya kuasa! ibaratnya gini lu punya duit lu punya kuasa!"
Lyra mencibir sambil mendengus kesal.
"Coba katakan lagi!"
Deg! gadis itu mendadak terperanjat kaget saat tiba-tiba saja Zian sudah berada di depannya.
"Aku ingin mendengarnya sekali lagi, apa yang kau katakan." mata pria itu menatap tajam.
Lyra menggigit bibir, ia menampilkan senyum lebar sambil cengengesan. "Bisa tidak Zian ku perkataan yang tadi di cancel saja, anggap saja kamu tidak mendengar apa-apa."
"Kau takut tapi masih berani mencari perkara, dasar settan kecil."
Bibir Lyra manyun seketika. Kenapa harus setan kecil ketika banyak pilihan panggilan sayang untuknya? benar-benar suaminya ini tidak ada romamtis- romantisnya.
"Ehehehe, Zian aku sudah menyiapkan makan malam, kamu pasti lapar kan?" mumpung kesempatan, Lyra jadi bisa mengalihkan topik.
"Aku tidak lapar. Dan ingat kau masih mempunyai hutang hukuman padaku, temui aku ketika aku memanggil mu."
****************
"Argggh!" Lyra jadi uring-uringan memikirkan nasib hukumannya, karena kesal ia hanya bisa menendang-nendang kakinya di udara.
"Itu dia, daripada kepikiran terus, sepertinya aku harus menemui Zian sekarang!"
Lyra sudah bertekad, dengan nyali yang susah payah ia pungut sejak tadi Lyra siap berhadapan dengan Zian sekarang.
Tiba di depan pintu kamar lelaki itu, Lyra tetap saja merasa deg-degan, meskipun sudah sangat percaya diri tapi hatinya tidak bisa di bohongi.
"Ayo Lyra, kamu pasti bisa!" monolognya menyemangati diri.
Brakk! pintu di buka lebar oleh Lyra.
"Zian aku siap menerima hukuman- APA!!!" tiba-tiba Lyra berteriak kencang.
"Ssst!" Zian yang juga kaget mendorong Lyra, membekap mulutnya. Hingga tanpa sadar tubuh Lyra terbentur almari.
"Bisakah kau tidak berteriak heboh begitu? apa tenggorokan mu tidak sakit karena kebanyakan berteriak!"
"M- maaf, tapi hanya saja, Z- zian ku kenapa hanya memakai handuk?"
Lyra memejam dengan deburan jantung yang semakin menggila, apalagi kini kulit mereka yang bersentuhan. Lyra rasanya ingin menghilang dari muka bumi secepatnya.
"Bisakah kamu menjauh dulu, aku merasa tiba-tiba sesak." suara hati Lyra sudah menjerit heboh.
Zian tetap bergeming, sementara Lyra yang terus bergerak menyebabkan lemari terus bergoyang, hingga sebuah koper yang berada di atasnya terjatuh, hampir saja mengenainya jika saja yang Zian tidak sigap melindungi tubuhnya.
Brak! akhirnya koper itu jatuh mengenai Zian, sementara Lyra di bawah perlindungan tubuh lelaki itu terperangah. Waktu seolah terhenti untuk keduanya.
"Zian ... "
"Dasar gadis ceroboh! tidak bisakah kau tidak membuat orang khawatir karena tingkahmu?!"
**
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments