Pagi yang cerah menyapa, Dianti terbangun dari buaian mimpi indah. Buru-buru ia beranjak dari atas dipan .
Tepat setelah berdiri, pantulan cermin yang ada pada dinding kamar memperlihatkan paras cantik berwajah tirus tampak sembab.
Bagian mata yang bengkak sedikit memerah dengan ujung mata menyipit. Gadis mungil tersebut meraba matanya.
" Seperti terkena hantaman preman pasar. " tersenyum kecut.
Gadis yang hampir kehilangan nyawanya membuka pintu kamar telah usang sehingga menimbulkan suara berderit ketika di tarik.
Kegiatan Dianti pagi ini adalah mencuci pakaian yang terlihat menggunung pada bak bertempat di sudut kamar mandi.
Ketika pintu itu terbuka, nyamuk berterbangan kemana-mana mencari mangsa. Bau apek juga pesing menguar membuat Dianti refleks menutup hidung, manahan nafas.
Salah satu tangan dikibaskan guna menghalau nyamuk untuk mendekat, Dianti memunguti pakaian yang berhari-hari tidak di cuci.
Sangat telaten ia mengucek pakaian demi pakaian, walaupun bau tidak sedap berseliweran tetap saja ia lakukan pekerjaan itu sampai selesai.
Setelah pekerjaannya usai. Dianti mencuci wajah terlebih dahulu sebelum mulai berjibaku dengan alat masak.
Dalam beberapa menit kemudian, gadis dengan rambut panjang tersebut memulai agendanya di pagi ini.
" Masak apa Dianti? " tegur Rumi baru saja memasuki dapur, di sela kesibukan Dianti.
Tidak langsung menoleh. Dianti justru mempercepat gerakannya mengiris bawang.
" Nasi goreng, Bu. " balas Dianti.
Rumi pun memilih duduk di meja makan berisi empat buah kursi. Salah satu kursi ia tarik ke belakang lalu menjatuhkan bokongnya pada kursi ke dua.
" Ibu hendak bicara!. " ucap Rumi.
Tangan yang mengiris bawang itu berhenti. " nanti saja Bu, selesai makan!. " balas Dianti.
Mendapat jawaban dingin dari putrinya, akhirnya Rumi tidak lagi membantah dan memilih untuk diam. Rumi, paham akan maksud Dianti.
Perasaan lembut yang di miliki putrinya, pasti akan sangat terluka ketika seorang Ibu menamparnya kemarin.
Irisan bawang telah dimasukkan ke dalam wajan bersama nasi sisa kemarin. kemudian di aduk secara merata hingga hidangan sarapan pagi ini siap di sajikan.
Mereka makan dengan tenang, suap demi suapan nasi masuk ke dalam mulut hingga sampai pada kerongkongan dan habis tidak bersisa.
Gegas gadis berparas cantik itu mengambil piring kotor bekas makan ibu juga miliknya untuk di letakkan di tempat cucian piring.
" Membahas perihal apa Bu?. " ucap Dianti sembari duduk di kursi setelah selesai meletakkan piring.
Rumi terlihat gelisah, apakah benar sekarang waktu yang tempat untuk membahasnya? .
" Dua minggu lagi, Ibu harap kau menerima sepenuhnya perjodoh.. " ucapnya dengan penuh kelembutan.
" Aku sudah mengatakan iya, jadi untuk apa aku mengingkari perkataanku sendiri. " Dianti menjawab, sebelum Ibunya melanjutkan kata terakhir.
Rumi menghembuskan nafasnya. " Ibu mengerti, pasti kau tidak terima atas perlakuan Ibu kemarin. Tapi ini juga demi masa depanmu, Nak. "
Dianti tersenyum miris menoleh ke samping. " Sudah lah bu, tidak usah bicarakan ini lagi. Toh, aku sudah menerimanya jadi untuk apa Ibu masih merasa cemas?. Takut jika tiba-tiba aku kabur?. " Dianti membalikkan pertanyaan.
Dalam hitungan detik wajah Rumi yang sendu berganti kesal. " Ibu sudah mencoba bicara baik-baik, kenapa kau menjadi pembangkang sekarang." Ucapnya mengeraskan suara.
Merasa lelah karena selalu mendengar ibunya berteriak. Dianti tidak menanggapi, gadis berkulit putih justru berdiri dan berlalu masuk ke dalam kamarnya.
" hei Dianti!!!. " Teriaknya.
Rumi yang sedang kesal menggebrak meja, " Kurang ajar sekali anak itu. Aku sudah menurunkan egoku untuk membuat hatinya luluh . Tapi sekarang tidak menggubris ucapanku!. "
***
Tiba di kamar, Dianti tidak lagi merasakan kesedihan yang berlebih. Hanya bisa pasrah menerima atas tindakan yang dilakukan ibunya.
Setiap kali ingin menyangkal Rasa-rasanya ingin sekali menentang, tapi. Apa boleh buat. Semua rangkaian kehidupan seolah di atur semua oleh sang ibu.
Matanya berpendar menelisik setiap inci ruangan. Hingga terakhir ia menangkap syal kesayangan tergeletak di bawah meja rias.
Dianti gegas mengambil. " Syalku? Bukannya kemarin hilang kenapa bisa ada di bawah sini. Apa ibu yang meletakkannya.? "
Nampak sedikit berpikir. " Ya sudahlah yang penting syalku kembali. Apa aku cuci saja ya, sepertinya kotor. " ucapnya lalu berbalik membuka pintu kamar.
" Eh tunggu, apa ini? " sebuah kartu nama terjatuh dari selipan syal.
" RAJAWALI group. Milik siapa ?." gumam Dianti.
Gadis berhidung bangir tersebut bingung. Ia terus saja membolak balik mencari nama pemilik perusahaan yang tertera di awal.
" RICHIE MAHENDRA. apakah aku mengenalnya?. Ah sudahlah aku letakkan di sini saja."
Dengan senyum mengembang, Dianti melupakan kesedihannya. Berjalan keluar dari kamar untuk mencuci syal kesayangan.
Dari keseluruhan, rumah Rumi masih dikatakan layak di tempati. Walaupun, banyak keretakan dinding dan sarang laba-laba dimana-mana, tidak begitu mengganggu pikiran mereka.
Asalkan terlindungi dari sinar matahari sudah cukup membuat mereka berteduh.
Selepas Ayah Dianti memilih berpisah dengan Ibunya,Rumi. Rumah ini sudah tidak terawat lagi seperti dulu.
Jendela kaca di dekat pintu masuk, tertimbun abu hingga menjadi kuning. Papan pintu mulai keropos akibat ulah rayap, juga engsel pintu sudah berkarat.
Karena keadaan ekonomi menurun, menjadikan fokus mereka tertuju pada sandang dan pangan saja. selagi rumah tempat berteduh tidak ambruk sudah lebih dari cukup bagi mereka.
" Sudah, aku jemur dulu!. " sembari membuka pintu belakang, letaknya berada di dapur.
" Eh neng Dianti, sudah sehatkah mentalnya. Kok sudah mulai beraktifitas lagi? " Zulaeha muncul sesaat pintu terbuka.
Dianti menatap tidak suka kehadiran wanita kurus layaknya orang cacingan, selalu saja ingin tahu urusan orang lain.
Wanita seumuran dengan ibunya, memakai daster selutut bermotif batik berjalan mendekat.
" Kenapa diam saja, Apa kau tuli? " ketus Zulaeha.
Satu langkah lagi, Dianti menggeser badannya dan kemudian.
Presssss.....
Tiba-tiba Dianti memeras syal yang masih menampung banyak air.
Tidak sempat menghindar, akhirnya daster bermotif batik terkena cipratan air perasan syal.
Mendengus kesal. " Berani sekali kau tidak sopan kepadaku. Cepat panggil ibumu sekarang. Aku ingin minta ganti rugi! ".
Tangannya mengibaskan baju yang basah, " Aaah basah kan jadinya. " tukasnya naik darah.
Tidak lantas berteriak, Dianti semakin membuat Zulaeha kesal. Syal baru saja di peras dikibaskan.
Bu Zulaeha geram." Buta kamu ha? Tidak liat badan ku setinggi ini. "
" Hehe, maaf bu aku kira tadi tiang listrik sudah pindah ke sini. " tukasnya.
" Kurang ajar kamu ya! " karena kesal Zulaeha berjalan melayangkan tangan ke arah, Dianti.
Plakk.
Satu tamparan sukses dilayangkan . Dianti memegang pipinya yang memerah akibat ulah Zulaeha.
" Rasakan kau, berani sekali memercikkan api padaku!. Kenapa sakit bukan? kasian sekali. Kenapa kau tidak akhiri saja hidupmu seperti kemarin!."
Dengan mata mengembun, kepalanya tertunduk.
Sekarang Dianti mulai merenung, ini kedua kalinya dia tidak di hargai.
Matanya menyorot tajam menatap wanita yang sedang tertawa pongah.
" Aku sudah menghormati mu, karena kau lebih tua dariku. " amarahnya tersulut. " lalu sekarang kau dengan mudahnya melayangkan tangan kotormu kepadaku.!"
Wanita berdaster motif tidak terima ucapan, Dianti. " Apa kau bilang tanganku yang mulus ini kotor?, lebih kotor mana dengan ibumu yang telah merebut paksa Ayahmu dari pasangannya.! " pekik Zulaeha berujar lantang.
" Ibuku tidak pernah merebut Ayah dari siapapun mereka murni saling mencintai satu sama lain. Berbeda dengan Bibi yang dijodohkan paksa karena usaha orang tua Bibi hampir bangkrut!. "
Zulaeha terkesiap. Menelan ludahnya sendiri terlihat kesulitan,' bagaimana mungkin gadis lugu ini tau seluk beluk keluargaku. Dari mana rahasia besar di ketahui?. ' suara batin Zulaeha.
Sudut bibirnya terangkat. " Kenapa kaget?, haha... jangan kau kira aku sepolos itu untuk tidak mengetahui cerita tragis tentang keluargamu."
Sembari bersedekap dada. Perlahan kakinya melangkah dan berhenti tepat di samping telinga wanita yang masih berdiri mematung.
" Dengarkan aku baik-baik Bi, aku mengetahui jika kau sekarang sedang menjalani hubungan gelap bersama salah satu aparat di desa ini. Sekali saja kau berani menyentuhku lagi, tidak segan aku bocorkan kebejatanmu! "
Sebutan penyandang wanita tiang listrik itu tiba-tiba pucat pasi , sangat jelas ketakutan tengah menghantui.
Jika sampai keluarganya tahu dirinya berani bermain api di belakang mereka, tidak bisa di pungkiri lagi. Penderitaan akan kembali jatuh menimpanya.
Segera ke dua tangannya mengatup depan dada " Maaf, Dianti. Ibu tidak sengaja menampar mu tadi. Tolong jangan bicarakan rahasia bibi kepada semua orang! " ungkapnya penuh permohonan.
Dianti mengulas senyum kemenangan. Ia hendak mengatakan sesuatu tapi Ibunya telah berdiri di belakang Zulaeha.
" Apa yang kalian sembunyikan dariku?!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments