Pak Zaenal kebingungan. Pasalnya tadi pagi ada seorang pemuda yang datang ke rumahnya.
Pemuda itu berkata apabila ada salah satu warganya melakukan percobaan bunuh diri dengan cara terjun ke sungai di bawah jembatan gantung tepatnya.
Dan untung saja seseorang menyelamatkan warga itu, sehingga saat ini posisinya berada di balai desa.
Mendengar itu pak Zaenal tergopoh-gopoh mengunci semua pintu. Sambil berjalan ia membenahi peci yang dikenakan.
Saat tiba di balai Desa, ia di buat terkejut lagi akan warga yang sudah membubarkan diri.
" Ibu-ibu, katanya tadi ada yang nekat bunuh diri!. Sekarang dimana orangnya?." teriak pak Zaenal.
Sekawanan ibu-ibu itu menoleh, " Ah pak RT telat. Orangnya sudah dibawa pergi sama emaknya. " ungkap salah satu dari mereka.
" Owalah saya ketinggalan berita lagi ini. Tapi, siapa yang mau bunuh diri Bu?. "
" Itu anaknya si Rumi, katanya sih sering di desak menikah karena merasa tidak kuat selalu mendapat tekanan akhirnya frustasi lalu melakukan percobaan bunuh diri. "
Pak Zaenal nampak berpikir, " Anak bu Rumi. Si Dianti itu? "
" Nah betul itu pak RT. " jawab bu Hanum.
Warga yang semula bubar, kini kembali berkerumun menceritakan rentetan kejadian baru saja terjadi dan sikap Rumi sangat angkuh.
Sedangkan di lain tempat, saat tiba di rumah. Rumi mencecar Dianti atas tindakannya melakukan percobaan bunuh diri.
" Hanya karena Ibu ingin kau menikah dengan orang berada . Kau rela melakukan aksi nekat itu?. "
Rumi berdiri tengah menuding Dianti yang duduk beralaskan karpet. Selama tiba di rumah , Dianti terus menatap datar ke depan sembari bergeming.
" Apa jangan-jangan kau hamil?. Sampai-sampai pikiranmu sedangkal itu?. "
Dianti tersenyum miring menanggapi omelan Ibunya. Senyum itu perlahan berubah menjadi tawa aneh berkesan menakutkan.
Tentu saja Rumi terkejut melihat perubahan drastis anak gadisnya. Sesaat Dianti berdiri berhadapan langsung dengan wanita paruh baya itu.
Tawa itu kembali mengecil dan berhenti ketika mulutnya mulai mengeluarkan suara. " Dangkal Ibu bilang?!. Lebih dangkal mana kepribadian ku dengan dirimu bu?. "
" Aku nekat bunuh diri bukan karena diriku hamil di luar nikah, aku melakukan itu semua karena sudah muak selalu di kekang dan di desak oleh dirimu. Aku lelah!! . " keluh Dianti Lantang.
Dianti menarik nafas dalam, " lalu apa tadi Ibu bilang? Hanya karena memaksaku untuk menikah. Jika Ibu pikir itu sekadar lelucon mungkin aku sudah tertawa sejak dulu. "
Kening Rumi berkerut " apa maksudmu.? " sergahnya.
" Jika saja Ibu benar menganggap ku seorang anak, seharusnya Ibu tidak pernah menerima tawaran dari saudagar itu. "
Wanita tua itu membelalakkan ke dua matanya disertai perasaan campur aduk. Emosi yang sempat membubun telah sirna, mengikut pikiran mulai menerka.
" Tidak usah bertele-tele Dianti. Cepat katakan apa maksudmu?!. "
" Aku sudah tau tentang ibu menerima tawaran dari saudagar Abu dengan cara menukarku dengan segumpal tanah! . "
Dianti melangkah ke arah Ibunya, menatap lekat. membuat Rumi panik. " Sekarang giliranku menanyakan ini pada Ibu, apa hanya karena ibu selalu dicaci maki oleh keluarga Ayah, lantas ibu menukarku dengan beberapa hektar tanah?. "
Wanita itu seketika terhenyak melihat perubahan Dianti seakan tidak percaya. " Tau dari mana kau!."
Dianti memalingkann wajah tersenyum sinis, " Jadi benar aku ditukar dengan benda mati?. "
Wanita paruh baya itu bergeming. Tidak mejawab apalagi membantah seolah semua yang dikatakan Dianti merupakan kebenaran.
" Jawab Bu.! "
" Iya, Ibu menukarmu dengan segumpal tanah. Itu juga Ibu perbuat supaya kau tidak hidup seperti ibu yang selalu mendapat makian dari mereka !. "
Karena merasa terdesak akhirnya Rumi mengaku.
Gadis yang masih mengenakan pakaian robek itupun menggeleng kepala pelan, ' benarkah ini seorang ibu.?'.
" Waaah... jadi ini sikap asli Ibu, berdalih membesarkan ku agar kelak dapat di jual belikan layaknya barang, benar? . "
Rumi terdiam, bukan itu maksud dan tujuan dia memaksa Dianti agar bersedia menikahi anak Juragan Abu yang masih belum ketahui sifatnya.
Dianti menghela nafas kasar. " Baiklah jika baktiku selama ini masih belum cukup membuat ibu puas. Aku akan menikah dengan anak juragan Abu dengan catatan aku tidak akan tinggal lagi bersama Ibu. "
Seperti tersambar petir di siang hari. Tubuh Rumi memanas, otot otot di tubuhnya melemas seakan luruh begitu saja, tidak lama kemudian tubuhnya merosot menghantam dinginnya lantai.
Hatinya sakit seperti di sayat, suara Dianti terus mengiang di telinga, sukses membuat sang Ibu yang angkuh terdiam.
Dia jatuh terduduk. " Kau membuang Ibu? " tekan Rumi.
Dianti yang sedang berdiri menatap datar pada Ibunya. " Bukan aku yang membuang Ibu. Tapi Ibulah yang tidak pernah mengerti perasaanku. "
" Aku ke kamar dulu!. ". Dianti berjalan tertatih menahan perihnya luka kaki.
Gadis dengan keadaan kaki berlumuran darah itu berjalan melewati Ibunya. Tidak sedikitpun meringis meski itu hanya sekedar gumaman.
Batinnya sangat terluka, begitu membayangkan posisi Ibu kandung sendiri dengan senang hati menandatangani surat perjanjian tanpa memikirkan nasib putrinya kelak.
Hal itu di ketahui ketika dirinya tidak sengaja mencuri dengar pembicaraan mereka, antara Abu dan Rumi di ruang tamu tempatnya tadi bersitegang urat.
Awalnya Dianti mengira bahwa itu semua adalah mimpi. Buaian bunga tidur yang tidak sengaja hadir . Namun ternyata itu sangat lah jelas terjadi.
Rumit, takdir yang di lewati seolah telah disiapkan cobaan bertubi-tubi.
Banyaknya himpitan ekonomi dapat mengubah sifat seseorang menjadi gila harta dan berubah menjadi keserakahan.
Sampai di kamar ia mengambil kain untuk membersihkan sisa darah menempel di kakinya. " Aku benar-benar sendiri sekarang. Andai saja aku dulu ikut ayah pasti hidupku tidak pupus harapan."
" Ibu bahkan tidak peduli jika aku nekat bunuh diri, jangankan itu. Kakiku yang berdarah saja Ibu tidak terlihat khawatir. "
Dianti menangis sesenggukan bersandarkan pintu kamar. " Kenapa bu, kenapa?!, kenapa kau tega sekali menjualku. Apa salah ku bu?. " lirih.
Air mata mengalir deras diusapnya kasar , " Selama ini aku sudah mempertaruhkan masa depanku hanya untuk menambal keuangan kita. Berharap bahwa takdir akan berpihak padaku kali ini, "
Dia menggeleng. " Namun nihil, semua berjalan seperti naskah drama yang di buat tragis. Kehidupan yang selama ini aku idamkan musnah dihancurkan benda mati! . "
Apa yang akan dilakukan Dianti sekarang, mengamuk bahkan mencaci maki Ibunya juga percuma. Ibarat nasi sudah menjadi bubur, mau tidak mau dia harus menikah dengan anak juragan Abu.
Jika tidak, akan ada konsekuensi berat yang akan di tanggung wanita itu.
Sementara Rumi masih terpaku. Mengusap dada sambil menetralkan amarah. Lagi pula untuk apa marah?. Bukankah sudah jelas semua ini atas perbuatannya sendiri.
Baru saja akan berdiri seseorang mengetuk pintu dari luar. Mengusap ingus yang meleleh, buru-buru Rumi berdiri membuka pintu.
Tok tok tok
Permisi!
Di sebalik pintu tua sudah keropos dimakan rayap. Pria berbadan tegap dan gagah juga mengenakan kaca mata hitam memegang syal putih bercorak bunga edelweis.
Pintu terkuak, " Siapa ya!"? Ucap Rumi sembari menghapus sedikit ingus tertinggal di bawah hidung.
Tanpa ekspresi yang berati, tangan pria tanpa rambut itu mengulurkan tangannya. " saya hanya mengembalikan ini, tadi tertinggal. Permisi!. "
Berbalik badan lalu melangkah pergi. Pria tersebut tidak berbasa basi sedikitpun.
" Siapa sih dia misterius sekali. " gerutu Rumi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Laels
Ibu macam apa dia?
2023-12-19
0