...----------------...
"Kenapa kau begitu keras kepala?"
^^^~ Carlisle Haven^^^
"Tidak masalah kau terus menolakku. Aku yakin, suatu saat nanti, kau akan bisa menerimaku."
^^^~ Asha Pervas^^^
...****************...
***FLASHBACK ON***
"Njiirr... Gilaa! Asha baik banget sama lu!"
"Apaan sih lo?!" Carl nyolot. Seperti biasa, satu-satunya teman sekampus dan sekelas yang berani mendekati Carl yang terkenal gila hanya Erlang. Satu-satunya teman satu jurusan yang Carl punya. Ingat ya, yang satu jurusan. Teman Carl banyak kok. Hanya saja mereka kuliah di Universitas yang berbeda dengan Universitas tempat Carlisle kuliah saat ini.
Beberapa detik yang lalu, Asha baru saja bangkit dari mejanya bersamaan dengan dosen yang juga keluar dari ruangan setelah jam mengajarnya selesai. Saat ini adalah jeda beberapa menit sebelum mata kuliah berikutnya dimulai. Biasanya, para mahasiswa memanfaatkan jeda sejenak ini untuk meluruskan punggung mereka di kursi mereka, scrolling TikTok, Instragram, atau membalas chat do'i. Yah... Meskipun ada satu dua mahasiswa yang juga keluar dari kelas karena urusan, seperti pergi ke kamar mandi atau hanya sekedar membeli sesuatu. Bahkan ada juga yang bergosip. Erlang adalah salah satunya. Pria itu dengan cepat menarik bangkunya ke bangku Carl tepat setelah Asha menghilang dari balik pintu kelas.
"Eh bego! Kalau nggak ada Asha yang bantuin lu ngasih tau point-point penting di jurnal juga lu nggak bisa ngerjain tepat waktu." Erlang nyerocos, menekan-nekan meja Carlise dengan jari telunjuknya. " Minimal lu bilang makasih atau apa gitu kek..."
"Lo bisa diem nggak?!" Carl menoleh, iris abunya menyorot tajam pria di depannya. "Berisik!"
Erlang memajukan bibirnya, berdecak, "cih, lu benar-benar ya... Lagian kenapa lu ngotot banget sih jauhin Asha? walau kalian tunangan karena dijodohin, tapi Asha secantik itu gila! Kalau gue jadi elu juga gue nggak bakal nolak."
"Kalau lo suka Asha, ambil aja. Gue nggak butuh."
"Mulut lu benar-benar kejam ya?"
"Carl..."
Erlang menutup bibirnya begitu mendengar suara familier yang memanggil temannya itu. Iris kelamnya melebar sempurna begitu melihat Asha- sang pemilik suara- sudah ada di samping mereka.
Sejak kapan wanita itu ada di sana? Dia tidak mendengar ucapan jahat Carl barusan, kan?
"Aku beliin makan siang buat kamu." Asha mengulurkan bungkusan plastik putih berisi nasi kotak yang dia pegang dan menaruhnya di atas meja Carl. Merogoh kantung plastik yang lain dan mengeluarkan sebotol minuman dari dalamnya, menaruhnya juga di atas meja Carl, tepat di samping bungkusan nasi kotak. "Aku tau kamu pasti belum makan siang sebelum berangkat kuliah tadi."
Carlisle mendongak sekilas sebelum kembali fokus bermain ponselnya.
"Gue nggak minta."
Erlang menahan nafas, memejamkan matanya begitu mendengar jawaban kurang ajar temannya. Dia saja yang mendengarnya tau betapa jahatnya kata-kata Carlisle, apalagi bagi Asha yang menerimanya, kan?
"Hm, buang saja kalau kamu nggak mau." Asha menjawab datar, meraih kursinya dan duduk di bangkunya. Erlang sudah menarik bangkunya kembali ke asalnya beberapa detik yang lalu.
Carl di sampingnya menoleh, sedikit kaget dengan jawaban Asha yang lebih terkesan tidak perduli. Apakah wanita itu marah padanya? Tapi... Melihat raut datar wanita itu, Carl jadi tidak bisa menebak apa yang wanita itu pikirkan saat ini.
Sebenarnya, saat menyadari Asha berada di sampingnya tadi saat dirinya mengatakan hal jahat tetang Asha pada Erlang, Carl juga terkejut. Carlisle tidak sebodoh itu sampai tidak menyadari bahwa ucapan yang dia katakan pada pada Erlang tadi jahat. Carlisle tau bahwa ucapannya itu jahat. Hanya saja... Tidak mungkin baginya meminta maaf. Egonya terlalu tinggi untuk mengatakan itu. Jadi, yang bisa Carlisle lakukan hanyalah berpura-pura bahwa dia tidak tau dan tidak perduli. Lagipula, jika dilihat dari ekspresi datar Asha, sepertinya wanita itu tidak marah. Atau bahkan mungkin, Asha tidak mendengar percakapannya dengan Erlang.
Di sisi lain, Asha tengah berusaha meredam rasa kecewa yang kini melanda hatinya.
Kecewa? Tentu saja Asha kecewa. Dia mendengar dengan jelas ucapan sarkas yang Carl lontarkan tentang dirinya pada Erlang.
Sakit?
Tentu saja Asha merasa sakit.
Hanya saja... Dia sudah terbiasa.
Terus menguatkan dirinya bahwa dia tidak perlu memikirkan hal ini secara menyeluruh. Toh, sejak kecil Asha sudah terbiasa tersakiti. Terbiasa kecewa. Jadi, seharusnya dia bisa melalui hal ini seperti yang sudah-sudah.
"Gu— Gue bakal makan."
Asha berkedip saat suara Carl memasuki gendang telinganya. Iris kelamnya bisa menangkap tangan pria itu meraih kresek putih di atas mejanya dan mengeluarkan isinya, membukanya.
"Gu— Gue makan bukan karena gue suka! Gue cuman sayang kalau harus buang-buang makanan," ucap Carl kikuk saat merasakan iris kelam Asha yang kini menatapnya dengan sorot bertanya.
"Hm." Asha mengangguk, kedua sudut bibirnya sedikit terangkat membentuk senyuman tipis. Tapi karena sangat tipis, tidak ada yang menyadarinya.
Ah... Kenapa Asha melupakannya?
Mulut Carl memang jahat. Tapi sebenarnya, itu hanya karena sifat arogan pria itu. Melihatnya yang kini memakan nasi kotak yang Asha berikan, jelas-jelas Carl hanyalah pria tsundere.
"Makan yang banyak, oke?" ucap Asha sambil mengelus-elus rambut Carl gemas. Asha melakukannya spontan. Sepertinya, Asha bahkan tidak menyadari tindakannya saat ini.
"A— APA YANG LO LAKUKAN?! Uhuk... Uhuk..." Carlisle tersedak. Dia terbatuk-batuk setelah refleks berteriak setelah sadar dengan apa yang Asha lakukan padanya. Carl lupa dia belum menelan suapan yang ada di mulutnya. Itu yang membuatnya tersedak. Wajahnya memerah padam dan matanya yang masih melotot kini berair.
Asha buru-buru meraih botol minum yang dia taruh tadi di atas meja Carl, membuka tutupnya dan mengulurkannya pada Carl yang langsung menerimanya dengan cepat dan meminumnya. Tidak ada lagi sikap gengsi, ini situasi darurat, Carl tidak akan menolak air yang Asha berikan hanya karena gengsi.
Puk... Puk... Puk...
"Pelan-pelan saja makannya biar tidak tersedak," ujar Asha datar sambil menepuk-nepuk punggung pria itu.
Carlisle melotot, menatap Asha dengan wajahnya yang masih memerah dan matanya yang berair. Melihat raut datar wanita itu, apa Asha tidak menyadari bahwa dirinyalah penyebab Carl tersedak?
Carlisle meringis.
Jadi sebenarnya... Yang tidak peka itu siapa? Dirinya atau wanita bebal di depannya ini?
***FLASHBACK OFF***
Carlisle meringis, menyipitkan matanya saat secercah cahaya memasuki kamarnya dari celah pintu yang terbuka. Sedikit memberikan cahaya pada kamarnya gelap dan berantakan. Seorang wanita paruh baya berjalan perlahan sambil membawa sebuah nampan makanan di tangannya.
Menggunakan seberkas cahaya dari celah pintu yang tidak dirinya tutup, wanita itu-- nyonya Seraphina-- sampai di depan Carl, berjongkok, menaruh nampan yang berisi makanan dan segelas susu di depan sang sulung.
Dari secercah cahaya itu juga, Seraphina bisa melihat bagaimana kondisi putra sulungnya yang semakin hari semakin buruk. Putra sulungnya kini tengah meringkuk di atas karpet kamarnya, tubuhnya sedikit bersandar pada ranjangnya. Rambut panjangnya semakin berantakan dan tubuhnya semakin kurus dari yang bisa Seraphina ingat.
"Carl..." Seraphina memanggil lembut.
Tidak ada jawaban. Carl bahkan tidak mengangkat wajahnya. Terus menelungkupkan wajahnya diantara kedua lututnya. Tapi meskipun tidak ada jawaban, melihat bagaimana tubuh putra sulungnya itu bergetar, Seraphina tau bahwa putra sulungnya itu tidak sedang tertidur.
"Nak... Makan dulu ya?" Seraphina berusaha membujuk lembut. Meskipun dirinya juga tau bahwa Carl tidak pernah makan dan hanya bergantung pada dokter pribadi keluarga Haven yang menyuntikkan nutrisi padanya untuk tetap hidup. Tapi sebagai seorang ibu, Seraphina akan terus melakukannya. Berharap suatu saat, putra sulungnya itu akan bersedia menyentuh makanan lagi.
Iris kelam Seraphina berembun. Meskipun dirinya hanya sebatas ibu tiri. Tapi... Ibu mana yang tidak terluka saat melihat putranya seperti ini? Apalagi Carlisle adalah putra mendiang sahabatnya. Apa yang akan Seraphina katakan pada sahabatnya nanti jika dirinya bahkan tidak bisa menjaga putranya?
"Hiks... Ash... Ashaaa..."
Seraphina memejamkan matanya. Bulir-bulir bening kini melewati kedua sudut matanya, jatuh melewati pipinya. Hatinya semakin nyeri mendengar rintihan penuh kesakitan yang Carlisle keluarkan.
Tidak ada yang bisa seraphina lakukan. Kepergian Asha benar-benar menjadi pukulan telak bagi Carlisle. Menghancur leburkan hidupnya.
...***To Be Continued***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Ulvi Hasanah
belum dpet feel nya..krna kebnyakan flashback..cerita nya bgus..tp agak mmbosan kan aja..krna keseringan flashback nya
2024-12-27
0