"Apa kamu mau menikah..?" Mas Raka tampak ragu dan berhati-hati mengucapkannya.
Aku menautkan kening menunjukkan kebingunganku, "maksudnya Mas?".
Entah mengapa aku merasa janggal mendengarnya. Apa dia memintaku untuk menikah? Atau hanya memang keingintahuan semata. Namun ini pertama kali hal yang cukup privasi ditanyakan oleh mas Raka. Eh jangan sampai dia juga ikut memintaku untuk menjadi istrinya kalau hanya untuk memuaskan keinginannya Alina.
Mas Raka berusaha tenang lalu menarik nafas dalam dan menyandarkan punggungnya ke kursi, "Maksud Mas, apa mungkin kamu nya ingin segera menikah, sehingga Alin menawarkanmu untuk menjadi madu. Maaf Lia, Mas memang mendengar kalau kamu sudah tidak ada hubungan dengan Bara, tapi mungkin kamu bisa mencoba hubungan dengan orang lain, jika kamu benar-benar ingin menikah".
Tampak sekali mas Raka berusaha agar tak menyinggung perasaanku dan selalu mengamati responku. Namun aku hanya terpaku dengan pernyataannya dan berusaha mencerna setiap kata yang keluar dari mulutnya.
Oh what?? Apa dia baru saja secara langsung menolakku?? Ya memang aku tahu tak pernah terpikirkan sama sekali bagiku untuk menjadi istrinya apalagi sebagai madu, big no!!! Atau jangan-jangan dia menuduhku bahwa akulah yang menghasut Alina agar dijadikan nya adik madu?? Apa tidak salah?? Aduh mas, istrimu itu yang mau, bukan aku! Ingin sekali aku berteriak di telinga nya.
Semua pertanyaan bergelayut di pikiranku. Cukup tersinggung rasanya apabila mas Raka mempunyai pikiran seperti itu padaku.
Aku memajukan badanku serapat mungkin ke meja, ingin sekali mengintimidasi pria yang saat ini menurutku cukup arogan. Padahal biasanya aku sangat menghargainya bahkan sudah kuanggap seperti kakak sendiri karena dia suami nya Alina.
"Maksud Mas, aku mau menikah denganmu seperti yang diinginkan oleh Alina Mas? Maaf Mas, bahkan jika Alina tidak ada pun aku belum tentu mau menjadi istrimu Mas!" Aku sangat menekankan kata-kataku pada mas Raka, enak saja, dia pikir aku tak laku apa?
Mas Raka cukup terperangah mendengar pernyataanku. Tapi dia langsung berusaha mengontrol diri dan membenarkan duduknya.
"Maaf Lia, bukan maksud Mas untuk menuduh ataupun menyinggungmu, tapi mas hanya ingin kamu tahu, bahwa situasi mas saat ini juga lagi sulit menghadapi sikap Alina. Mas hanya bingung dengan perubahannya yang tiba-tiba, apalagi permintaannya yang tak masuk akal itu." Mas Raka lalu memijat pelipisnya seperti orang yang di timpa masalah besar saja. Eh tapi memang masalah ini cukup besar bagiku Dan mas Raka.
'Dan ah permintaan Alina tak masuk akal memang!' batinku juga ikut menggerutu. Bagaimana bisa Alina mempunyai pikiran seperti itu?
"Makanya Li, kalau kamu menikah dengan orang lain, pasti Alina juga tidak akan berpikiran gila seperti ini." Lanjut mas Raka kemudian yang masih saja memijat pelipis dan keningnya itu.
'Benar sih Mas, jika aku menikah dengan orang lain ya sudah pasti Alina gak akan mungkin meminta ku menjadi madu! Tapi masalahnya gak semudah itu mas! Woy!' Ingin sekali aku hari ini teriak-teriak tapi gak mungkin juga kan, nanti keanggunan ku hilang, hehe.. Narsis dikit gak apa-apa lah ya.
Masa harus cari suami kayak nyari kucing dalam karung sih? Asal comot siapa yang mau aja? Gak mungkin kan? Ada-ada saja mas Raka ini. Semua ini gara-gara Bara nih, nah kan ingat dia lagi. Hiks..hiks..
Lalu dia kembali mendongakkan kepalanya untuk melihat kearah ku. Seketika mata kami bertemu, sejenak aku merasa terpesona ketika melihat matanya mas Raka secara intens dan sedekat ini. Walau hampir sering bertemu, namun tak pernah pandangan kami benar-benar beradu. Kini kulihat iris mata cokelat terangnya dengan bulu mata yang sedikit lentik dan berpadukan alis yang tebal. Hidungnya juga mancung dilengkapi bibir yang tipis. 'Astaghfirullah, kenapa aku jadi memikirkan yang tidak-tidak! Ya ampun Melia, dia suami Alina!' Aku jadi salah tingkah dan sedikit mundur sembari mengarahkan pandangan ke arah meja.
"Lia, kamu kan yang paling mengenal Alina, mungkin kamu bisa bantu mas mengatasi masalah ini, karena ini juga berkaitan denganmu. Mas ngerti kini situasinya jadi canggung begini, tapi mungkin bisa kita perbaiki lagi". Mas Raka tampaknya sungguh-sungguh meminta bantuanku.
Aku tak menyangkal perkataan mas Raka, masalah ini tak mungkin terus dibiarkan berlarut begitu saja, harus diselesaikan secepatnya. Tak nyaman juga jika diabaikan oleh Alina. Aku kangen dia, kangen kecerewetannya. Mas Raka pasti juga sama. Aduh kasihan Aksa juga ya kalau ke dua orang tuanya tak saling bertegur sapa.
"Iya Mas aku juga mau bertemu Alina dan menyelesaikan masalah ini secepatnya" ucapku sambil menunduk. Aku harus mencari cara agar Alina mau malepaskan keinginannya itu. Dirumah aku harus menyusun strategi.
Aku pun seketika mendongakkan kepala, "Kita bertemu sama-sama saja Mas, maksudnya kita semua harus ada disana, jadi biar jelas aja. Kita kasih pengertian Alina nya mas, bahwa permintaannya itu salah".
Jadi kan aku gak harus sendirian menghadapi Alina nya, hehe. Aku pintar juga ternyata.
"Benar Lia, mungkin kita bertiga bisa duduk disatu meja dan memberikan pemahaman pada Alina." Yes, mas Raka setuju dengan ide ku.
"Tapi mas, memangnya Mas ga ada buat salah apa gitu sama Alina," aku juga ingin tahu dari sisi mas Raka. Siapa tahu masalah yang di timbulkan ini akibat ulah nya mas Raka sendiri. Pasti ada pemantiknya kan, kenapa Alina bisa berpikir menjadikan ku madu.
Mas Raka melihatku dan langsung berkata, "Mas rasa, Mas gak pernah menyakiti Alina, kamu pasti tahu kan bahwa mas sangat mencintai Alina, Lia." Aduh so sweet nya bilang cinta. Iri aku tuh.
"Lalu menurut Mas, apa ada yang disembunyikan Alina?" Lanjutku.
"Sepertinya begitu!" pasrahnya lagi. Kamu itu kan suaminya mas, masa gak cari tahu sih.
"Tapi apa ya Mas?" Aku hanya bisa bertanya tanpa tahu pasti jawabnya, 'apa mungkin Alina kasihan ya melihatku baru diputus Bara, tapi kenapa harus menjodohkanku dengan mas Raka ya? Dia kan suaminya! Kenapa tak mengenalkanku pada orang lain gitu' ah aku hanya bisa membatin sendiri.
"Mas juga tidak tahu," jawabnya.
Bersamaan dengan itu, ponselnya mas Raka berdering. "Bunda.." celetuknya pelan saat melihat siapa yang menelpon. "Bentar ya Lia."
"Assalamu'alaikum Bunda," mas Raka mengangkat panggilan tersebut, yang aku tahu itu pasti bunda Yayuk, ibunya Alina. Lalu terlihat mas Raka terpaku dan mematung seketika. Ada suara tangisan wanita diseberang sana. Ada apa? Kenapa wajah mas Raka terlihat cemas?
Mas Raka sangat panik dan langsung menyuruhku segera bersiap.
"Ayo kerumah sakit Lia..!"
...
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments