"Oke! Kalau gitu aku juga mau kamu jadi adik maduku!" Ucap Alina dengan tenang dan masih menampilkan senyum manis tidak bersalahnya.
Berbanding terbaik denganku, seketika senyumku sirna karena aku cukup kaget mendengarnya. Apakah aku tidak salah dengar? Pasalnya sudah cukup lama Alina tidak membahas masalah ini, dan aku kira pernyataan Alin waktu itu hanyalah gurauan belaka. Lalu kenapa dia mulai lagi?
"Kamu ini kenapa sih, masih gak lucu tau Lin!" sewotku. Aku merasa Alina sedang merusak suasana hatiku saja. Padahal aku sudah lupa dengan keinginan absurd nya itu. Masa kini dia ungkit lagi sih!
"Aku udah bilang Li, aku itu gak lagi bercanda. Aku sungguh mau kamu menikah dengan mas Raka!" Kali ini air muka Alina memang tampak serius. 'Alina gak sedang mengerjaiku kan?' benakku seketika. 'Awas saja kalau dia mempermainkanku!' pikirku lagi.
"Tapi kenapa Lin? Why? Jelasin ke Aku sekarang juga, kamu ada masalah apa sama mas Raka?" Saat ini aku benar-benar penasaran dibuatnya. Apa mereka sedang ada masalah? Kalau iya pasti sangat besar sekali masalahnya.
"Tidak ada apa-apa, aku hanya akan bahagia jika kamu mau menikah dengan mas Raka dan menjadi adik maduku!" tegas Aisyah yang masih mempertahankan keinginannya itu.
"Ya pastinya ada alasan kan Lin? Gak mungkin kan tiba-tiba saja gitu kamu mau mencarikan istri baru buat mas Raka? Kalian sudah punya Aksa lalu untuk apa lagi kamu mencarikan madu untuk mas Raka? Kalian juga sangat bahagia, kurang apalagi sih?" Semua pertanyaan yang ada di benak ini aku keluarkan pada Alina. Tapi orang yang di tanya hanya diam saja.
"Lagian nih ya kamu emangnya siap untuk berbagi suami?" Aku mencecar lagi Alina dengan pertanyaan inti. Yang menurutku tak ada alasan sama sekali bagi Alina untuk mencari seorang adik madu. Buat apa coba? Emangnya lagi maen game apa!
Alina masih diam saja dan seketika menatapku lekat "Aku siap!" jawabnya tanpa ragu. Dia hanya menjawab pertanyaan terakhirku tanpa memberikan penjelasan yang logis kenapa dia siap untuk berbagi.
Aku tersentak, aku tidak menyangka bahwa Alina akan menjawabnya dengan tegas seperti itu. Ada apa dengan anak ini? Masa dia siap sih? Wanita mana yang siap di madu? Heran!
Lalu akupun menegakkan badanku dan menjawab dengan yakin, "tapi aku tidak siap Alina!". Aku juga tak kalah tegasnya menjawab bahwa aku tak siap, tak sama dengannya.
Alina membuang muka nya dan dapat ku dengar ia membuang nafas berat, seolah tak terima akan penolakanku. Permintaan Alina aneh sih.
"Lin Kamu itu cantik dan menurutku kamu wanita sempurna, ini bukan seperti kamu biasanya. Aku emang gak tau kamu punya masalah apa, aku harap kamu bisa terbuka padaku dan ayo kita cari solusinya sama-sama ya". Aku membujuk Alina agar ia juga bisa lepas dari masalahnya. Karena selama ini Alina selalu ada di setiap masalah yang kuhadapi jadi saat ini aku juga ingin membantunya.
Alina mengambil tanganku dan digenggamnya erat, ditatapnya tangan ini lalu ia mendongakkan wajahnya kepadaku.
"Tapi Lia, semuanya akan seperti sedia kala dan membuatku bahagia jika kamu mau menerima permintaan aku ini. Aku gak pernah meminta apa-apa dari kamu, cuma ini yang aku mau. Jadi tolonglah Li penuhi satu permintaanku, please! Menikahlah dengan mas Raka dan jadi adik maduku! Hanya itu!".
Aku kehabisan kata-kata menghadapi Alina. Ada apa sebenarnya dengan sahabatku ini. Aku tak mau menyakitinya tetapi bukan berarti aku mau menjadi adik madunya. Sekali lagi, wanita mana sih yang mau saja jadi adik madu sahabat nya sendiri? Perlu digaris bawahi, sahabat sendiri!
"Lin, tapi aku gak mau! Aku gak mau di poligami. Titik!" Hanya itu yang mampu terucap dari mulut ku. Capek rasanya menanggapi egonya Alina.
"Lia, poligami itu dibolehkan oleh agama. Kamu gak boleh menentangnya! Bahkan sudah jelas tertulis dalilnya di dalam Al-quran." Alina pun lalu melanjutkannya dengan membacakan potongan-potongan Ayat maupun Hadist tentang poligami.
"Gak ada yang menentang dalil tersebut Alina! Aku hanya menolak untuk diriku sendiri. Aku juga berhak mau atau tidak!" ucapku hampir saja meledak suara ini. Untung saja Cafe nya gak terlalu ramai. Kan berabe juga kalo pembicaraan kami di dengar banyak orang.
"Dan kamu juga harus ingat Lin, Ayat tadi juga ada syaratnya, ADIL!" aku menyanggah dengan jelas penjelasan Alina sebelumnya dan menekankan kata adil kepada Alina. Biar dia ingat.
"Jadi gak mudah hidup berbagi itu Lin, Poligami dengan adil itu gak semua orang mampu Lin! Banyak aturannya!" jelasku kemudian.
"Coba dulu deh Li, ini tuh balasannya surga, jalan cepat malah! Kamu gak mau masuk surga?" Alina masih saja pada pendiriannya. Betapa kekehnya anak ini gak mau ngalah. Sudah jadi emak-emak malah bertambah egonya, seperti waktu kami kecil dulu, Alina gak pernah mau mengalah.
"Siapa yang gak mau sih Lin? Tapi pintu surga itu tidak cuma satu Alina!" aku menekankan pendapatku padanya. Ada-ada saja Alina ini, bagaimana mungkin aku gak mau masuk surga?
Padahal sudah jelas pintu surga itu banyak dan bisa dimasuki dari mana saja tergantung amalan yang dikerjakan.
Perdebatan kami pun bertambah melebar kemana-mana akupun menyanggahnya dengan berbagai argumen. Sementara Alina juga memberi alasan yang tak masuk akal bagiku, dia masih bersikukuh pada kemauannya.
"Lagian kamu ini rumah tangga itu juga harus pakai hati! Mana mungkin suamimu itu mau denganku?" Alina hanya bergeming dengan tatapan kosong mendengar perkataanku.
"Masa cuma buat status nikah doang trus dijadikan pajangan gitu? Kamu anggap aku apa sih Lin?" aku terus saja mengejar Alina dengan banyak pertanyaan. Dan seperti biasa dia tak mampu menjawabnya. Biasanya Alina selalu logis jika berbicara, semua orang akan langsung mengerti dengan apa yang dimaksudnya. Berbeda untuk kali ini, dia selalu berbelit-belit dengan perkataannya.
***
Setelah pertemuan dua hari lalu, aku dan Alina masih sama-sama bungkam. Tidak ada yang mau mengalah untuk menghubungi duluan. Ini pertama kalinya kami cukup lama tak bertegur sapa. Biasanya dari dulu walau berantampun, kami hanya mampu mogok diam setengah hari saja.
Ingatanku kembali saat dulu kami pernah bertengkar gara-gara sebuah mangga. Pada potongan terakhir seharusnya untuk ku, akan tetapi Alina lekas memakannya. Akupun marah karena Alina yang mengambil bagianku padahal dia sudah mendapatkan bagian sebelumnya. Tapi Alina membantah. Ego kami saling membenarkan. Hingga sore harinya Alina datang dan tanpa berkata apa-apa memberikanku mangga yang baru. Aku tersenyum mengingat kejadian saat kami masih kecil dulu.
...
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments