Alsava Belinda

Alsava Belinda

Kehidupan Al

Alana menjalani hari-harinya dalam tekanan yang tak berujung. Mengurus rumah tangga seorang diri, ditambah kewajiban bekerja setiap sore demi menopang ekonomi keluarga, membuatnya tak punya waktu untuk beristirahat, apalagi merawat diri. Ironisnya, nasibnya berubah drastis setelah menikah dengan Alex, pria yang dulu pernah menolongnya beberapa tahun silam.

Setiap kali pulang, Alana harus menghadapi kenyataan pahit: suaminya, Alex, dengan teganya membawa perempuan lain ke rumah mereka. Bukan hanya mabuk-mabukan dan berjudi, Alex juga gemar bermain wanita.

Meski sudah memiliki Alana, Alex tak pernah merasa cukup. Ia selalu bergonta-ganti perempuan setiap hari, tanpa peduli perasaan istrinya. Ia bahkan tega mencumbui mereka di depan mata Alana.

Bukannya tak cemburu atau marah, tapi Alana merasa tak punya hak untuk itu. Jika ia membantah perintah suaminya, ia harus siap menerima pukulan dan makian dari Alex.

Tubuhnya menjadi tak terurus, kurus, dan dekil karena Alana tak punya uang untuk mempercantik diri. Uang hasil kerjanya habis untuk makan dan diambil suaminya untuk mabuk-mabukan serta menyewa wanita bayaran.

"Buatkan kopi cepat, jangan pakai lama!" bentak Alex.

"Baik, Mas," jawab Alana lirih.

Alex sama sekali tak menghiraukan kondisi Alana yang tampak lemah dan pucat. Seharian bekerja tanpa sempat istirahat atau makan, tapi suaminya benar-benar tak punya hati.

"Ini kopinya, Mas. Boleh aku istirahat sebentar? Badan ku terasa panas," pinta Alana.

Alex menatapnya kesal. "Pergi sana!" usirnya tanpa melihat wajah Alana.

Karena sudah terbiasa diperlakukan buruk oleh suaminya, Alana sudah tidak merasa kebal. Dengan tergesa-gesa, ia masuk ke kamar untuk beristirahat. Dalam hati, ia bersyukur karena belum dikaruniai keturunan.

Ia tak bisa membayangkan jika memiliki anak dari Alex, pasti mental anaknya akan terganggu. Saat tubuhnya menyentuh kasur, ia merasa nyaman seolah berada di surga.

Hanya dengan tidur, dunianya bisa sedikit berubah. Alana memanfaatkan waktu untuk beristirahat, karena tak ada harapan lain yang bisa membuatnya berpikir macam-macam.

Lagi-lagi, ia bermimpi bertemu dengan keluarganya. Alana mulai berkeringat dingin. Dalam mimpi itu, ia disambut dengan hangat, namun banyak rahasia yang mereka simpan. Alana tak mengerti apa yang mereka bicarakan.

Selama bertahun-tahun, Alana tak pernah bisa mengingat asal-usulnya. Ia bahkan lupa namanya sendiri. Ia hanya ingat orang-orang dulu memanggilnya dengan sebutan 'Al', dan kini ia dinamai 'Alana' oleh suaminya.

'Pulanglah, Al. Banyak kejutan yang menantimu.'

'Pergilah dari sana, Alsava Belinda-ku.'

'Kami menyayangimu, anakku. Pulanglah, temui ahli warismu. Bahagiakan dirimu, sayang, kami mencintaimu.'

'Teruslah berjalan ke arah timur sampai ada petunjuk untuk membawamu pergi.'

Alana semakin gelisah dalam tidurnya, keringat bercucuran, dan tubuhnya bergetar ketakutan mendengar suara-suara asing itu. Suara yang selalu mengganggu tidurnya belakangan ini. Alana terbangun dengan napas tersengal-sengal.

Ia menatap pantulan dirinya di cermin dengan teliti. Wajahnya terlihat kotor dan hidungnya yang mancung tertutupi wajah dekil. Alana memiliki wajah seperti bangsawan, hanya saja semua itu tertutupi wajah kusam tanpa perawatan.

Karena itu, setiap kali keluar rumah, orang-orang selalu memandangnya rendah. Hanya ada satu teman baginya, Miller, yang selalu memberinya motivasi dan menceritakan hal-hal menyenangkan untuk menghiburnya.

"Apa aku harus menemui Miller untuk bertukar cerita?" gumam Alana, lalu keluar untuk menemui sahabatnya.

Namun, pemandangan menjijikkan kembali dilihatnya di depan mata. Suaminya sedang mencumbui seorang wanita di rumahnya. Mereka tak menyadari kehadiran Alana karena ia sengaja bersembunyi.

"Dasar manusia menjijikkan!" bisiknya geram.

Dengan hati-hati, Alana melangkah keluar dari rumah. Ia ingin sekali bertukar cerita dengan Miller, laki-laki yang tulus menjadikannya sahabat, bahkan kerap kali membantunya masalah keuangan.

Sesampai di sana, Miller sedang memindahkan buku-buku lama untuk disingkirkan. Alana ikut membantu dan merapikan perpustakaan milik sahabatnya. Miller tersenyum melihat kehadiran Alana yang turut membantu.

"Angin apa yang membawamu ke tempatku?" tanya Miller menggoda.

"Apa sudah tidak boleh aku mengunjungimu?" Alana pura-pura kesal.

"Duduklah, kamu tidak bisa berlama-lama. Aku takut iblis di rumahmu akan mengamuk," canda Miller.

Akhirnya, Alana duduk di samping Miller dan menceritakan semua mimpi yang dialaminya. Miller mendengarkan dengan seksama. Ia merasa ada kejanggalan dalam cerita Alana, mungkinkah Alana berasal dari suatu negara?

"Apa suamimu pernah menceritakan asal-usulmu?" tanya Miller.

Alana menggeleng. "Bahkan dari ingatan masa lalu, aku hanya dapat mengingat namaku saja."

"Apa di mimpimu mereka pernah menyebutkan satu nama?"

Alana tampak berpikir, lalu mengangguk dengan rasa tak percaya. "Alsava Belinda, ya, mereka pernah menyebutkan nama itu."

Miller tersenyum mendengar Alana begitu bersemangat menceritakan mimpinya. "Jangan terlalu keras, mungkin jika orang lain mendengar, kamu akan ditertawakan. Tapi tidak denganku, percayalah, aku akan membantu mencarikan identitas aslimu."

Alana mengangguk senang. "Terima kasih telah menjadi sahabatku, Miller. Aku tidak tahu jika tidak ada satupun orang yang mau mendengarkan keluh kesahku," ucapnya menunduk menyembunyikan kesedihannya.

"Ini ada sedikit uang, simpanlah, jangan sampai bajingan itu tahu. Pergunakan uang itu untuk merawat wajahmu, rawatlah diri sendiri, Al, jangan asik memikirkan kebutuhan rumah," pesan Miller.

"Iya, iya, akan kuusahakan." Alana pun kembali ke rumahnya sebelum suaminya mulai berkoar-koar.

Tiba di rumah, terdengar suaminya sedang berbicara dengan seseorang. Alana berusaha mendengarkan dengan jelas.

"Aku sengaja menyuruhnya untuk bekerja keras agar otaknya tidak sempat memikirkan tentang kehidupannya," ucap Alex.

"Apa itu tidak terlalu kejam, Lex?" tanya suara lain.

"Heuh. Apa dunia ini terlalu lembut untuk kita tempati? Seharusnya dia bersyukur karena saat kecelakaan itu aku berhasil menolongnya."

"Kau terlalu pamrih."

"Bahkan aku tidak dapat menemukan barang yang berharga di sana, karena melihat keadaannya yang terluka parah."

"Sebenarnya istrimu cantik, bahkan sangat cantik dibandingkan dengan wanita yang ada di sini, hanya saja kau terlalu pelit untuk memberinya perawatan."

"Aku lebih suka dia seperti itu." Selalu jawaban singkat seperti itu yang diberikan Alex.

Alana kembali masuk ke dalam kamarnya dan segera menyimpan uang pemberian Miller sebelum ketahuan oleh suaminya. Alana ingin mengubah penampilannya agar orang-orang tidak lagi melihatnya dengan sinis.

Alex masuk ke kamar dan melihat istrinya dengan tatapan permusuhan. Alana tidak berani membalas tatapan suaminya.

"Dari mana saja kamu?" tanya Alex.

"Em... aku dari luar, Mas," jawabnya gugup.

"Cepat mandi dan layani aku!" Alana segera menuruti kemauan suaminya sebelum dia kembali mengamuk.

Terpopuler

Comments

Ameee

Ameee

Kalau gak salah pengadilan agama buka hampir tiap hari deh. Yuk, ku temenin 😭

2025-11-02

0

TokoFebri

TokoFebri

astaghfirullah. cuma bisa ngelus dada baca ginian. sakit banget pasti. 😢

2025-11-02

1

TokoFebri

TokoFebri

orang lain sampai bilang suamimu iblis. saking apanya dia..

2025-11-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!