2 Orang Yang Baik Hati

“Malam ini ibu yang akan membawamu langsung ke sana. Ia mau memaafkanmu jika kamu mau tidur dengannya malam ini.”

“Tapi, Bu. Aku sudah tidur dengan tuan itu. Aku sudah tidak perawan lagi.” 

“APA!?” Siska shock. Samantha adalah satu-satunya harapannya. Dan harapan itu sudah hilang.

“Kamu tidur dengan siapa? Kita minta pertanggung jawabannya.” Siska merasa jika pria yang merenggut kegadisan Samantha itu juga kaya. Ia bisa meminta dana dari pria itu.

“Samantha tidak tahu siapa pria itu. Kamar hotel sangat gelap. Pria itu tidak mau Samantha menyalakan lampu kamar.” Samantha ingin segera melupakan apa yang terjadi semalam. Ia merasa sangat kotor. Ia sudah mandi di kamar hotel. Tapi ia merasa dirinya kotor. 

Samantha masuk ke kamar mandi. Ia menangisi dirinya. Ia menggosok tubuhnya dengan kuat. Tetapi perasan kotor itu tetap menempel. Entah berapa kali Samantha menggosok tubuhnya. 

Kegadisannya hilang. Perusahaan ayahnya, rumah dan keluarganya juga akan hilang.

Samantha berusaha melupakan apa yang terjadi saat kegadisannya terenggut oleh pria tidak dikenal.

Ia dijual lagi oleh ibu tirinya ke pria hidung belang. Diego yang menemani/menjaga agar Samantha tidak kabur.

Entah berapa kali Samantha berhubungan dengan pria-pria. Sepertinya ia sudah tidak bisa menghitung.

Sampai suatu ketika ia mengalami apa yang dialami oleh ibu yang hamil muda. Benih tumbuh di dalam rahimnya. Siapa ayah anaknya? Ia tidak tahu. Terlalu banyak pria yang berhubungan dengannya.

“Kamu hamil? Bukankah ibu bilang untuk selalu memakai pengaman. Gugurkan bayimu.” Perintah Siska. 

“Aku tidak mau. Aku mau melahirkannya.” Samantha tak ingin dosanya bertambah. Berhubungan badan sebelum menikah termasuk dosa zina apalagi jika ia mengaborsi bayinya. Dosa-dosa zina nya akan bertambah dengan dosa pembunuhan.

Dalam keadaan hamil, Samantha dijual lagi oleh Siska. Sampai akhirnya ia berhasil kabur.

Samantha berlari dan berlari. Ia tidak membawa apa-apa. Ia hanya ingin menjauh dari keluarga yang sangat sangat toxic itu.

Uang? Tidak ada sepeserpun. Pakaian? Hanya yang melekat di tubuhnya. Semua uang hasil pekerjaan haramnya langsung mengalir ke Siska.

Turun hujan dengan derasnya. Samantha melihat ada gudang kosong di depannya. Ia berteduh di sana. Ia tidur beralaskan tanah.

Keesokkan harinya.

Samantha terbangun dan merasa lapar. Tidak ada makanan. Ia harus mencari uang. Samantha melihat ada orang yang membuang makanan yang tidak habis. Samantha dengan segera mengambil makanan itu dan memakannya. Kotor? Sudah tidak ia pedulikan lagi. Asalkan perutnya terisi, itu yang ia utamakan. 

Keesokkan harinya. Samantha mulai memulung. Botol plastik, kardus, kaleng soda ia kumpulkan untuk dijual kembali di tempat pengepul.

Walau tubuhnya kotor, Samantha tetap terlihat cantik. Pemilik pengepul itu mempunyai motif lain dengan Samantha. Ia ingin menjadikan Samantha istri keduanya. Istri pengepul itu mengetahui niat suaminya. Ia tidak mengijinkan Samantha menjual hasil mulungnya di  tempatnya lagi.

Samantha pulang dengan tangan yang membawa barang bekas. Ia terpaksa puasa karena tidak berhasil menjual barang bekas. Usia kehamilannya saat ini sekitar sembilan bulan. Selama ini Samantha tidak pernah memeriksakan kandungannya karena tidak memiliki cukup uang. Bisa makan saja ia sudah beruntung. 

Samantha merasakan tendangan di perutnya. Ia tahu bayinya masih hidup. Itu saja cukup baginya.

Maafkan mama, ya. Kalian jadi ikut menderita sama mama. Samantha berusaha menutupi rasa laparnya dengan meminum banyak air.

Pagi ini Samantha masih memulung. Ia berencana menjual hasil mulungnya di tempat lain. Tetapi rasa sakit itu muncul. Samantha mencoba bertahan. Ia tidak tahu jika sudah waktunya baginya untuk melahirkan. Ia pingsan. Tidak ada yang menolong karena mereka merasa Samantha orang gila.

Sampai akhirnya ada sepasang kakek dan nenek yang sedang berada di mobil melihat Samantha. Mereka adalah Eyang Dimas dan Eyang Ajeng. Mereka langsung membawa Samantha ke rumah sakit. Di sana lahir Gatot dan Kartini.

“Bobot bayinya di bawah rata-rata,” kata dokter yang membantu proses persalinan. “Tetapi ibu dan bayi kembarnya dalam keadaan baik.”

“Terima kasih, dokter.” Eyang Dimas dan Eyang Ajeng berterima kasih ke dokter. Mereka menemani Samantha.

Samantha siuman. Ia melihat sekitarnya. Aku ada di mana?

“Kamu ada di rumah sakit,” ucap eyang Ajeng.

Samantha menyentuh perutnya yang kempes. Tanda bayi-bayinya sudah tidak berada di sana lagi.

“Bayi-bayimu ada masih ada di NICU karena bobotnya masih di bawah rata-rata.”

“Saya mau pulang.” Samantha sama sekali tidak mempunyai uang untuk membayar rumah sakit.

“Kamu baru saja melahirkan.” Eyang Ajeng melarang Samantha untuk bergerak. “Kamu harus banyak beristirahat.”

“Tapi saya tidak punya uang.”

“Kamu tenang saja. Kami yang akan membayar semuanya.” Eyang Ajeng berusaha membuat tenang Samantha. “Nama kamu siapa cah ayu? Keluarga kamu di mana? Bapaknya anak-anak?”

Samantha hanya diam lalu ia menjawab. “Saya Samantha. Saya yatim piatu. Bapaknya anak-anak ... saya tidak tahu.”

Eyang Ajeng terenyuh. Apa Samantha ditinggal begitu saja tanpa ada pertanggung jawaban? Kasihan kamu Nduk.

“Kamu tinggal di mana?” tanya eyang Ajeng lagi.

“Saya tinggal di gudang.”

Eyang Ajeng terenyuh lagi. Ia dulu juga punya anak perempuan. Tapi ia sudah lama meninggal. Melihat Samantha ia teringat anaknya sendiri, Srikandi.

Makanan rumah sakit datang. Samantha hendak memakannya. “Eyang tidak makan?”

“Eyang sama suami eyang akan makan di kantin. Kamu habiskan makanannya ya. Biar cepat kuat lagi.” Badan Samantha bisa dibilang tinggal tulang. Ia terlalu sangat kurus karena sering menahan lapar karena tak punya uang.

Eyang Dimas datang. Kedua eyang itu makan di kantin. Eyang Ajeng menceritakan ke suaminya tentang Samantha. “Aku mau bawa Samantha pulang. Aku tidak tega.” 

Eyang Dimas setuju. Mereka tidak bisa membiarkan Samantha tinggal di gudang lagi. Terutama dengan kondisi Samantha saat ini.

Saat dokter memperbolehkan Samantha dan bayi kembarnya pulang, mereka pulang ke rumah eyang.

Eyang Dimas ternyata pemilik sanggar dan juga seorang dalang. Sedangkan eyang Ajeng adalah seorang sinden. Walaupun sudah lanjut usia tapi mereka masih pentas.

Flashback end.

Aku benar-benar berhutang budi sama eyang. Kalau nggak ada eyang, aku dan anak-anak tidak tahu bagaimana nasibnya.

Hari-hari berlalu. Gatot yang sudah berusia empat tahun sudah mulai pentas. Begitu juga dengan Kartini. Ia menjadi sinden cilik.

Tangan mungil Gatot begitu lihai memainkan wayang. Gerakan salto untuk wayang tidak begitu sulit baginya. Gatot belajar banyak di bawah bimbingan eyang Dimas.

Akhir-akhir ini Gatot sering merasa lemas. Samantha merasa curiga karena Gatot adalah anak yang aktif. Perut buncit Gatot juga menjadi kecurigaan Samantha. 

Samantha membawa Gatot ke rumah sakit. Dokter melakukan beberapa pemeriksaan dan dari sana diketahui jika Gatot terkena talasemia. Gatot mulai menjalani transfusi darah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!