Baim berharap dia tidak bertemu dengan Nadya lagi. Dia berharap Nadya tidak benar-benar akan merealisasikan ancamannya.
Dia berharap Nadya tidak akan menghancurkan hidupnya. Tetapi, harapan Baim tidak terwujud. Karena, keesokan harinya, dia mendapat kejutan yang tidak menyenangkan.
Baim masuk ke kelasnya dengan wajah yang pucat dan lelah.
Dia tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan Nadya. Dia khawatir Nadya akan muncul di depan pintu kamarnya dan menyerangnya.
Dia khawatir Nadya akan mengadu ke rektor dan membuatnya diusir dari kampus. Dia khawatir Nadya akan menyebarkan gosip buruk tentangnya dan membuatnya dijauhi oleh semua orang.
Dia duduk di bangku paling belakang, berusaha tidak menarik perhatian. Dia berdoa agar hari ini berlalu dengan cepat dan damai.
Dia berdoa agar Nadya tidak ada di kelas ini. Dia berdoa agar Nadya tidak ada di kampus ini. Dia berdoa agar Nadya tidak ada di dunia ini.
Tetapi, doa Baim tidak terkabul. Beberapa menit kemudian, Nadya masuk ke kelas dengan wajah yang marah dan sombong.
Dia melihat Baim yang sedang menunduk, dan tersenyum sinis.
Ia berjalan ke arah Baim, dan duduk di sebelahnya. Dia menatap Baim dengan tatapan yang menakutkan, dan berbisik di telinganya.
Nadya: "Halo, Baim. Gimana kabarnya? Gw kangen banget sama lo. Gw seneng banget bisa ketemu lo lagi.
Gw punya banyak hal yang pengen gw omongin sama lo. Gw punya banyak hal yang pengen lo lakuin sama lo."
Baim merinding mendengar suara Nadya. Dia tidak bisa percaya Nadya ada di kelas ini.
Dia tidak bisa percaya Nadya duduk di sebelahnya. Dia tidak bisa percaya Nadya berbicara dengan nada yang manis, tetapi penuh dengan ancaman. Dia tidak bisa percaya Nadya masih mengincarnya.
Baim ingin berteriak dan lari dari situ. Tetapi, dia tidak bisa. Dia terjebak di bangku yang sempit, diapit oleh Nadya dan tembok. Dia tidak bisa bergerak, tidak bisa berbicara, tidak bisa bernapas. Dia merasa seperti seekor tikus yang terperangkap di dalam kandang, di depan seekor ular yang siap menelannya.
Baim dalam hati : "Tolong, tolong, ada yang bantu gw. Ada yang selamatkan gw. Ada yang bunuh gw."
Tetapi, harapan Baim tidak terwujud. Tidak ada yang peduli dengan nasibnya. Tidak ada yang menyadari keberadaan Nadya. Tidak ada yang mendengar bisikan Nadya.
Tidak ada yang melihat tatapan Nadya. Tidak ada yang merasakan teror Nadya.
Semua orang di kelas sibuk dengan urusan mereka sendiri. Sibuk mengobrol, bercanda, ada yang main ponsel.
Mereka tidak mau tahu, dan tidak peduli dengan apa yang terjadi di belakang kelas. Mereka tidak tahu, tidak mau tahu, dan tidak peduli dengan apa yang terjadi pada Baim.
Salah satu teman Baim yang perempuan, Mawar: "Eh, Baim, lo kenapa? Kok diam aja? Sakit ya?"
Baim: "Nggak, nggak. Gw baik-baik aja."
Nadya: "Jangan ganggu dia, dong. Dia lagi sibuk sama gw. Kan, Baim?"
Baim: "I-iya, iya."
Mawar: "Oh, gitu. Maaf ya, Baim. Gw kira lo lagi sedih. Ternyata lo lagi deket sama Nadya. Wah, selamat ya. Lo beruntung banget bisa dapet cewek cakep kayak Nadya."
Baim: "Makasih, makasih."
Nadya: "Iya, makasih ya. Lo juga beruntung banget bisa dapet cowok ganteng kayak Baim. Lo jangan cemburu ya, kita cuma teman biasa kok."
Mawar: "Haha, iya, iya. Gw nggak cemburu kok. Gw senang aja lihat kalian berdua. Semoga langgeng ya."
Baim: "Langgeng? Langgeng apa? Ini bukan pacaran. Ini penyiksaan."
Nadya: "Langgeng? Langgeng dong. Ini baru awal. Ini baru permulaan."
Baim merasa sendirian, tak berdaya, dan putus asa. Dia merasa tidak ada harapan, tidak ada jalan keluar, dan tidak ada akhir. Dia merasa ini adalah hari terburuk dalam hidupnya. Dia merasa ini adalah awal dari neraka yang tidak akan pernah berakhir.
Baim tidak tahu, dan tidak mau tahu, tidak peduli dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia hanya ingin menutup matanya, dan berharap semuanya adalah mimpi buruk. Dia hanya ingin menutup telinganya, dan berharap semuanya adalah halusinasi. Dia hanya ingin menutup hatinya, dan berharap semuanya adalah ilusi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments