Boleh saja laki-laki lain kalau sedang kepingin sikapnya menjadi baik dan penuh kasih kepada pasangannya. Tapi bagi Biduri Raka tidak sama seperti itu. Ungkapan kasih sayangnya memang keras dan terkadang memaksa.
"Hai kau dengar tidak aku panggil," Raka menaikan nada suaranya melihat Biduri cuma berdiri mematung.
"A - ku..., mau kerja, Mas," jawab Biduri gugup apakah tetap melangkah ke depan membersihkan ruangan disana atau berjalan mendekati Raka yang ada di ambang pintu kamarnya.
"Kamu ingin cinta kita putus? Kesini cepat!" Raka menggertak.
Mendengar ancaman itu Biduri jadi panjang pikiran dan akhirnya melangkah mendekati Raka.
"Baru kemarin kita jadian. Kenapa sekarang kamu mau melupakan aku. Apakah karena aku lumpuh?" kata Raka emosional.
"Ti - tidak, Mas. Aku tetap sayang sama, Mas?" ucap Biduri menutupi kecanggungannya.
"Kamu jangan coba-coba mempermainkan perasaanku. Aku bisa saja memecatmu keluar dari rumah ini," Raka mengancam.
"Aduuh..., jangan, Mas. Nanti aku dan Bunda mau kerja dimana lagi." Biduri nampak ketakutan. Bila hal itu terjadi pasti dia yang akan disalahkan oleh ibunya.
"Maka turuti saja apa keinginanku. Ikut aku!" kata Raka dengan enaknya seraya memutar balik kursi rodanya masuk ke dalam kamar.
"Mas, Raka!" panggil Biduri yang masih tetap mematung di depan pintu. Aduh! Sungguh ia tidak ingin mengulang lagi kejadian kemarin. Barang miliknya yang dijamah sedemikian rupa itu masih meninggalkan rasa malu.
Raka tak menggubris kursi rodanya tetap berjalan. Akhirnya Biduri pelan-pelan mengikutinya di belakang.
"Tutup pintunya!" seru Raka tidak melihat Biduri yang sangat berat melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar.
Setelah berada di dalam Raka mencoba turun sendiri dari kursi roda walaupun kesulitan. Sehingga Biduri bergegas membantunya. Tapi Raka menolak dan nyatanya dia bisa berpindah duduk dari kursi roda ke sofa walaupun terlihat sangat kesulitan.
"Aku mau menunjukkan kepada kamu bahwa aku bisa mandiri. Papa tidak percaya kalau aku sedang terus berusaha melakukan kebutuhanku sendiri," kata Raka bernada mengadu kepada Biduri.
"Aku percaya mas Raka pasti bisa sembuh kalau terus berlatih," kata Biduri memberi semangat.
"Sekarang lihat aku mau berpindah ke toilet. Kamu lihat saja," kata Raka seraya beranjak dari sofa dan berdiri dengan kaki gemetar.
"Ayo Mas. Jangan takut gerakan sedikit-sedikit saya bersiap-siap menjaga Mas." Biduri memposisikan dirinya lebih dekat dengan tubuh Raka.
Satu...dua...tiga...langkah Raka berhenti tiba-tiba karena mau jatuh. Biduri pun langsung mendekapnya.
"Sudah kamu lihat saja!" Seru Raka emosional sambil mendorong Biduri agar menjauh.
"Nanti kalau jatuh gimana," kilah Biduri sambil melepaskan tangannya.
"Sudah kamu berjaga-jaga saja di sampingku!"
"Ya, Mas. Ayo coba lagi Mas gerakan kakinya."
Satu...dua...tiga...empat...li... Biduri berhenti menghitung karena badan Raka oleng. Biduri yang sudah siap siaga langsung mendekapnya lagi.
"Sudah, Mas. Saya takut Mas jatuh. Istirahat dulu," ujar Biduri.
Raka mau menuruti berhenti latihan jalan dan duduk di tepi tempat tidur. Sedangkan Biduri tetap berdiri di depannya.
"Sudah banyak perkembangan kaki saya, kan?" tanya Raka.
"Sudah banyak, Mas. Saya kira kalau terus latihan begini Mas Raka akan cepat bisa berjalan kembali."
"Aku ingin kamu yang terus melatihku berjalan," pinta Raka.
"Terus terang aku takut nanti dimarahi Tuan dan Nyonya berduaan di kamar seperti ini," kata Biduri prihatin.
"Mereka sudah tidak peduli padaku. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka. Apakah ingin aku sembuh atau tidak. Aku tidak tahu."
"Mereka bukannya tidak peduli. Tapi masih sibuk, Mas."
"Papa terlalu ambisi aku harus menjadi orang yang hebat. Kala aku mengalami kecelakaan dia kecewa sekali. Harapannya terasa musnah. Aku dianggap anak yang tidak mau membantu keinginan orangtua."
"Masa gitu sih. Aku kira Tuan dan Nyonya sangat sayang kepada Mas Arka."
"Mereka sayang pada ambisinya sendiri. Buktinya aku harus menjadi apa yang diangan-angankan mereka."
"Mas Raka punya cita-cita apa dalam hidup ini?"
"Aku hampir tidak punya cita-cita. Karena benakku cuma dipenuhi keinginan dan ambisi Papa."
"Kalau Nyonya bagaimana sikapnya kepada Mas Raka?"
"Kalau Mama sih orangnya familiar penuh pengertian. Dibandingkan Papa dia sebenarnya sangat menyenangkan. Kalau Mama malah menyerahkan kepadaku untuk memilih cara hidupku sendiri."
"Baik sekali ya mama Mas?"
"Tapi sama saja kesibukannya minta ampun," keluh Raka lagi.
Biduri membayangkan wajah mama Raka yang masih nampak cantik itu. Karena Biduri tahu dari ibunya bahwa Elzantie dulu adalah ratu kecantikan di kotanya. Kini menjadi wanita karier yang sukses. Memiliki perusahaan butik terkenal dengan pangsa pasarnya para artis.
Bi Minah juga pernah menceritakan kepada Biduri tentang papa Raka. Beliau adalah seorang pengusaha yang berhasil. Sejak Raka kecil sudah ia didik dengan disiplin dan tekun belajar agar kelak bisa menggantikan memimpin perusahaannya disamping mewarisi seluruh aset kekayaannya. Tapi
angan-angannya itu musnah ketika Raka lumpuh akibat kecelakaan. Rasa kecewanya dilampiaskan dengan memperbanyak kegiatan di luar. Malas sekali ia berada di rumah melihat putra mahkotanya terpuruk dalam kesedihan. Seperti tidak bersemangat lagi untuk hidup.
"Menurutku Mas Raka itu beruntung memiliki kedua orangtua yang sama-sama hebat. Mereka sebenarnya tidak ingin melihat Mas Raka terpuruk menyesali keadaan sekarang. Mas Raka harus bangkit menjadi seperti dulu lagi."
"Saya mau menuruti saranmu asal kamu mau menjadi istriku," kata Raka sangat mengejutkan Biduri.
"Mas Raka kok sedalam itu mencintaiku?"
"Memang kamu merasa aku hanya main-main. Aku serius mencintaimu dan akan menjadikan kamu sebagai istriku."
Biduri tak bisa berkata-kata mendengar pengakuan Raka. Ia sangka bahwa cowok ini mencumbunya kemarin karena terdorong oleh nafsunya belaka melihat Biduri sering mengenakan rok mini.
"Mas Raka jangan merasa terpaksa mencintaiku. Aku tidak mempermasalahkan kejadian kemarin itu bila mas Raka ingin melupakannya," kata Biduri kemudian.
"Gila kamu, Bir. Kamu kira kemarin itu aku cuma coba-coba. Tidak serius melakukannya karena cinta?"
"Aku anggap ini sebuah keajaiban kalau Mas Raka mencintaiku dan mau menjadikanku sebagai istri."
"Kenapa kau punya perasaan begitu."
"Kita berbeda kasta, Mas. Aku tak lebih hanya seorang anak pembokat. Kasta paling rendah dalam kehidupan ini." Biduri mengatakan itu dengan mimik sedih.
"Aku melihatmu tidak dari sisi itu."
"Lalu apa yang Mas lihat pada diriku?"
"Aku melihat bahwa kita sama-sama sebagai anak manusia yang mempunyai cita-cita untuk kehidupan masa depan."
"Tetapi masa depanku tidak jelas. Sedangkan masa depan Mas Raka sangat nyata. Pasti papa mama Mas Raka sudah menyiapkannya sedemikian rupa. Termasuk mungkin calon istri Mas Raka."
"Papa hanya menginginkan aku sebagai orang pintar yang kelak bisa menghasilkan uang atau meneruskan kejayaannya agar tidak runtuh."
"Tetapi sekali lagi jangan, Mas. Aku takut menanggung akibatnya."
"Berarti kamu kemarin itu hanya untuk menyenangkan diriku saja. Kamu tidak sungguh-sungguh mencintaku?"
Biduri tak bisa berkata-kata ditanya Raka seperti itu. Dari lubuk hatinya yang paling dalam Raka memiliki ketampanan yang sangat ia idolakan. Tapi bukan berarti dia ingin memilikinya apalagi menjadi istrinya!
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments