Jam menujukkan Pukul 05.00 pagi. Natasya terbangun dari tidurnya. Dia bangkit menuju kamar mandi dan membasuh wajahnya dengar air segar. Setelah itu dia mengambil air wudhu seperti biasa dan mulai melaksanakan sholat subuh.
Selesai sholat subuh. Natasya membangunkan Anisa yang masih terlelap, hari ini mereka mulai bekerja.
Anisa terbangun dari tidurnya. Dia tidak langsung beranjak dari kasur, dia meraih ponsel jadulnya untuk menelpon suaminya.
“Mau kemana, Nat?” Tanya Anisa melihat Natasya yang sedang membuka pintu.
“Aku mau mencari sarapan, Mbak. Mbak Nisa mau nitip?” Tanya balik Natasya perutnya sangat lapar sekali karena kemarin hanya makan cuma sekali.
“Mau beli sarapan dimana, Nat? Ah, iya Mbak nitip lontong sayur aja kalau memang ada. Kalau tidak ada samain saja sama kamu.” Ucap Anisa.
“Ini mau cari didepan siapa tau ada Mbak, kalau begitu aku berangkat dulu. Eh uangnya mana mbak Nisa.” Ucapnya lagi.
“Pakai uangmu saja dulu, Nat. Nanti Mbak ganti.” Jawab Anisa lagi yang menempelkan ponsel jadul itu ketelinganya.
“Siap Mbak.” Jawab Natasya dia langsung bergegas mencari sarapan tidak lupa dirinya menutup pintu kamar itu.
Natasya dan Anisa sudah selesai sarapan kini mereka berdua akan berangkat kerja mengingat jam sudah pukul setengah delapan. Natasya dan Anisa berjalan menuju restaurant.
Setelah menempuh perjalanan 15 menit mereka telah sampai didepan restaurant. Di depan restaurant sudah banyak karyawan yang menunggu. Natasya dan Anisa berjalan mendekati karyawan yang lainnya.
“Eh lihat tuh.” Tunjuk salah satu karyawan. “Apa dia pekerja baru disini.” Sambungnya dan semua yang disana menatap ke arah Natasya dan Anisa.
“Alhamdulillah... akhirnya ada juga yang bening kerja disini.” Ucap pegawai pria itu terpesona melihat kecantikan Natasya.
“Anjir... cakep bener tuh cewek. Kok bisa bekerja sebagai pelayan restaurant. Kalau aku suaminya gak bakal sudi aku suruh kerja yang mengeluarkan keringat. Cukup melayani aku saja diranjang.” Sahut pria yang satunya lagi.
“Elah... mana mau dia sama kamu peak, lo sudah kadaluarsa tau. Sudah tua juga! Masih aja gatel.” Timpal pria satunya lagi.
“Hushhh... sudah-sudah nanti perempuan itu dengar.” Ujar pria itu.
Direstaurant itu juga memperkerjakan pegawai pria. Tetapi hanya 5 orang saja. Kelima pria itu sangat kagum dengan kecantikan Natasya. Natasya yang tahu dirinya menjadi pusat perhatian, dia menundukkan kepalanya. Berbeda dengan Anisa tetap santai dan tidak malu sekaligus.
“Hai. Lo pegawai baru disini kan? Kenalin gue, Renata.” Sapa seorang wanita memperkenalkan diri.
“Natasya...” Jawab Natasya tersenyum dan menjabat tangan Renata.
“Kalau Lo siapa?” Tanya Renata ke Anisa.
“Saya, Anisa.” Jawab Anisa.
“Senang bertemu dengan kalian berdua. Saalam kenal ya. Semoga kita bisa bekerja dengan baik. Dan menjadi teman yang baik juga nantinya.” Ujar Renata mengulas senyumannya yang manis.
“Iya. Salam kenal juga.” Jawab Natasya namun Anisa tidak menghiraukannya.
“Hai. Kenalin gue, Jodi.” Sapa Jodi memperkenalkan dirinya kepada Natasya dengan sangat antusias
“Natasya.” Jawabnya.
“Kenalin gue Rudi”
“Gue, David.”
“Gue, Atta.”
“Kenalin saya, Rifki.”
“Natasya.” Jawab Natasya dengan menjabat uluran tangan pria itu satu persatu.
Anisa yang memperhatikan kelima pria tadi seperti berebutan ingin memperkenalkan diri mereka masing-masing, sepertinya Natasya akan menjadi primadona restaurant itu.
Anisa mengakui Natasya memang sangat cantik kulitnya yang putih bersih parasnya seperti orang Arab maka tidak heran lagi pria yang pertama kali melihatnya akan terpesona dengan kecantikan Natasya.
Sedangkan pegawai wanita yang lain tidak suka melihatnya. Mereka enggan mau berkenalan dengan Natasya dan juga dirinya.
“Hey... sampai kapan kalian disana... cepat masuk! Teriak Fani dia adalah kepercayaan Bos pemilik restaurant ini. Fani tidak beda jauh dengan Tuti semua pegawai yang lainnya sangat takut dengannya. Terkadang juga Fani sering bertingkah seenaknya seakan-akan dialah Bos di restaurant itu.
“Ayo, Nat. Kita masuk.” Ajak Anisa.
“Iya, Mbak.” Jawab Anisa.
***
“Ibu... Natasya dimana? Aku cari kekamarnya dia tidak ada.” Tanya Laura.
“Nah itu... Ibu lagi kesal dengan anak itu. Sudah menumpang disini sekarang seenaknya dia kabur.” Jawab Rumi yang sedari tadi tidak henti-hentinya mengoceh.
“APA!!! Memangnya kemana anak itu kabur, Bu?” Tanya Laura lagi.
“Dia kabur ke Kota dengan alasan pekerjaan.” Jelas Rumi.
“Aduh... Ibu gimana sih! Kok bisa Ibu tak mencegah itu anak? Terus sekarang siapa yang mau menyetrika baju Laura, Bu. Aku lagi sebentar mau keluar nih, Bu.” Protes Laura tidak habis pikir dengan Ibunya sampai bisa kecolongan begitu.
“Kok kamu nyalahin Ibu sih! Itu salahkan Bapakmu yang selalu membela anak tidak tahu diri itu!” Tungkas Rumi tidak terima dirinya disalahkan. Baginya ini salah suaminya yang selalu membela Natasya dan mengizinkan Natasya untuk ke Kota.
“Tetap saja si, itu sala, Ibu! Kalau Ibu cegah Natasya waktu dia pergi, kan gak jadi pergi itu anak.” Ucap Laura kesal.
“Ibu saja tidak tau dia kaburnya kapan... emang Ibu satpam apa setiap hari Ibu awasin dia terus.” Jawab Rumi ketus.
“Biasa aja dong, Bu! Gak perlu ketus begitu ngomongnya.” Protes Laura kesal dia menghentakkan kakinya mencebik kesal dan berlalu meninggalkan Ibunya yang ceroboh.
“Ih... kenapa tuh anak orang tua sendiri digituin. Nanti kualat tau rasa kamu.” Umpat kesal Rumi.
***
Kini Anisa dan Natasya sedang beristirahat, Natasya tidak menyangka bahwa pengunjung restaurant ini sangat padat berbeda dengan yang dikampung pengungjungnya akan ramai di jam tertentu dan hari tertentu.
“Hai apa kalian sudah makan siang?” Sapa Rifki yang kebetulan jam istirahatnya sama dengan Natasya dan Anisa.
“Belum Kak Rifki... aku dan Mbak Nisa sedang meregangkan otot kami yang sangat pegal.” Ucap Natasya.
“Kalau begitu kita beli makanan diwarung depan saja yuk.” Ajak Rifki.
“Boleh. Mbak Nisa gimana mau ikut kan?” Tanya Natasya.
“Mbak Nitip saja. Kebetulan Mbak masih kenyang kebanyakan minum air tadi.” Jawab Anisa mengerti keadaan Rifki. Anisa yakin kalau Rifki tertarik dengan Natasya.
“Yaudah kalau gitu. Mbak mau nitip apa?” Tanyanya lagi.
“Samain sama kamu aja.” Jawab Anisa.
“Oh... iya sudah, Mbak. Aku belanja dulu ya.” Pamit Natasya.
“Kita pamit dulu ke depan ya, Mbak...” Timpal Rifki Anisa mengangguk cepat merespon perkataan Rifki.
Setelah sampai warung didepan restaurant Rifki mengajak Natsya memesan makanan.
“Bu saya seperti biasa.” Pesan Rifki ke penjual yah memang Rifki selalu makan di warung itu.
“Kalau Mbaknya mau pesan apa?” Tanya penjual.
“Hmmm... saya yang ini saja Bu yang pedes ya. Satu lagi dibungkus tapi jangan pedes.” Ucap Natasya.
“Baik Mbak... silahkan duduk saja dulu...” Respon penjual.
“Kamu tinggal dimana Natasya?” Tanya Rifki saat Natasya duduk didepannya.
“Saya tinggal di kampung Kak.” Jawab Natasya.
“Sekarang ngekos atau tinggal sama keluarga disini?” Tanyanya lagi.
“Tidak saya ngekos dengan Mbak Nisa di belakang restaurant Kak.” Jelas Natasya.
“Makanannya sudah siap.” Penjual tadi menghantarkan makanan.
“Terimakasih Bu.” Sahut mereka hampir bersamaan.
Tidak ada lagi yang berbicara hanya dentingan sendok yang terdengar. Natasya juga bukan tipe orang yang cepat dekat dengan orang. Apalagi dengan lawan jenis dia bingung nantinya akan mencari topik pembicaraan. Memang dari dulu Natasya tidak pernah mempunya teman laki-laki. Dia hanya mempunya satu teman di sekolahnya, namun sekarang temannya itu tinggal di luar negeri. Dan sekarang teman satu-satunya adalah Anisa sekaligus dia sudah anggap Anisa sebagai Kakak kandungnya.
Setelah selesai makan mereka kembali ke restaurant karena waktu jam istirahat lagi sebentar habis.
“Tunggu dulu Natasya!” Rifki menarik lengan Natasya ketika Natasya hendak mengambil kain lap.
“Iya ada apa Kak Rifki?” Tanya Natasya kebingungan.
“Emm...itu boleh aku minta nomor ponsel mu?” Tanya Rifki gugup sambil menggaruk tekuknya yang tidak gatal.
“Boleh Kak.” Jawab Natasya santai.
”Nih...” Rifki menyodorkan ponselnya.
“Sudah Kak.. saya kebelakang dulu Kak.” Natasya memeberikan ponsel Rifki dan berlalu meninggalkan Rifki yang kegirangan.
“Yes... yes...muach...” Rifki kegirangan bahagia sekali dan mengecup ponselnya yah memang Rifki tertarik dengan Natasya. Dia berencana akan mendekati Natasya.
Sedangkan di meja kasir seorang perempuan menatap tidak suka melihat pemandangan apa yang baru saja dilihatnya.
Bughh
Tubuh Natasya terpental ke tembok.
“Hey perempuan kampung! Kamu jangan sesekali mendekati Rifki! Dia itu milikku! Jauh-jauh darinya atau kamu akan kehilangan pekerjaan itu. Camkan baik-baik...!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments