NATASYA
Tok.Tok.Tok
Suara ketukan pintu.
“Masuk!” Sahut Pria itu.
“Permisi, Tuan. Saya kesini mengantarkan kopi anda, Tuan.” Ucap gadis itu.
“Letakkan saja disitu!” Perintahnya.
Pria itu mendongakkan kepalanya lalu menatap lekat manik mata gadis itu. Lalu berkata
“Ngapain kamu masih berdiri disitu?” Tanya pria itu.
“Tuan, saya hamil...," lirihnya.
Deg!
"Gugurkan kandungan itu...!!!"
***
Pagi hari, seorang gadis desa sedang memakai pakaian seragam kerjanya. Namanya Natasya. Natasya baru lulus sekolah menengah atas. Natasya memutuskan untuk bekerja, karena tidak ada biaya untuk melanjutkan kuliah.
Mengingat jika dirinya adalah seorang anak yatim piatu, hanya menumpang tinggal dirumah Bibi dan Pamannya, yaitu Bibi adalah Kakak dari Ibunya.
Kini Natasya bekerja di restoran yang baru dibuka serta tidak jauh dari rumahnya. Hanya dengan berjalan kaki selama lima belas menit saja Natasya bisa sampai di tempat kerjanya.
“Selamat Pagi, Mbak...,” sapa Natasya kepada teman kerjanya.
“Pagi, Nat. Eh iya, Nat. Katanya Manager kita sekarang mau datang kesini.” Jawab Anisa dia adalah teman kerja Natasya.
“Seriusan Mbak? Apa ada masalah ya, Mbak? Sampai Pak Manager kita mau datang kesini.” Tanya Natasya kepada Anisa. Natasya sangat penasaran karena selama dia bekerja di restaurant ini. Natasya tidak pernah bertemu secara lansung dengan pemilik restaurant tempat dia bekerja.
“Entahlah, Nat. Lebih baik kita mulai bekerja saja. Sebelum kita kena semprotan mulut pedas Tuti.” Ajak Anisa.
“Iya, Mbak. Benar sekali.” Balas Natasya menyetujui perkataan Anisa.
Natasya dan Anisa mulai bekerja dengan mebersihkan lantai, mengelap meja, dan juga mengepel lantai.
Natasya bekerja sebagai pelayan yang bertanggung jawab melayani pengunjung yang datang serta bertanggung jawab untuk menjaga kebersihan meja. Walaupun gajinya tidak banyak, Natasya tetap bersemangat karena dia tidak mau membebani keluarga bibinya.
Waktu pun kini telah berlalu. Jarum jam sudah menunjukkan pukul dua siang. Waktunya giliran Natasya yang beristirahat untuk makan siang dan juga melaksanakan ibadah sholat dzuhur.
Di selang waktu makan, tiba-tiba Natasya dipanggil oleh Tuti yang tak lain adalah karyawan restoran yang paling ditakuti oleh karyawan lainnya. Yang tak lain juga adalah tangan kanan Manager yang mempunyai restaurant ini.
“NATASYA!!!” Teriak Tuti memanggil nama Natasya.
Sontak saja Natasya kaget, Tuti begitu keras meneriaki namanya sehingga membuat seluruh ruangan itu penuh dengan suara Tuti.
“Iya Mbak ada apa?” Jawab Natasya menghampiri Tuti.
“Ada pengunjung di depan. Cepat layani dia!” Perintah Tuti.
“Tapi Mbak aku belum selesai makan.” Jawab Natasya protes kepada Tuti.
“Owhhh... kamu berani membantah ucapan saya sekarang, Natasya!” Ucap Tuti mengangkat jari telunjuknya dan menunjuk Natasya. Lalu Tuti melangkahkan kakinya mendekat kearah Natasya. Hingga tepat Tuti berada didepan Natasya.
“Bukan begitu Mbak.” Jawab Natasya takut sambil menundukkan kepalanya.
“Kalau saya bilang layani ya layani! Sana kedepan atau tidak saya bakalan aduin ke Pak Manager!” Ucap Tuti dia mulai mengancam Natasya dengan embel-embel akan melaporkan Natasya ke pemilik restaurant ini.
“Ba-baik Mbak.” Ucap Natasya gugup sekaligus takut jika Tuti mengadu ke Bos pemilik restaurant ini. Bisa-bisa nantinya dirinya dipecat.
Apalagi Tuti dikenal dengan mulut pedas dan juga jago berakting, Natasya terpaksa membungkus kembali makanannya.
Padahal perutnya masih sangat terasa lapar. Tapi mau bagaimana lagi Natasya tidak mau dirinya dipecat. Mencari pekerjaan sekarang dengan bermodalkan ijazah SMA sangat sulit. Lebih baik menahan lapar daripada dirinya harus dipecat.
Natasya bergegas langsung kedepan menemui pengungjung. Natasya mengambil beberapa lembar menu makanan dan minuman, tidak lupa juga dia membawa buku kecil dan juga bolpoint untuk mencatat pesanan dari pengunjung.
“Selamat Siang Kak, ini menunya. Silahkan mau pesan apa?” Sapanya dengan ramah dengan senyum yang tercetak dibibirnya sambil meyodorkan beberapa lembar menu yang dibawanya.
“Loh Natasya. Lo bekerja disini?” Tanya Laura dengan senyuman sinis lebih tepatnya senyuman yang mengejek bagi Natasya.
Laura adalah teman sekelas Natasya yang terkenal sebagai siswi yang sering membuly anak orang. Yah salah satu korbannya Natasya yang paling sering Laura buly.
“Ehh, Laura. Iya Ra.” Jawab Natasya dengan tetap ramah.
“Jadi ini temen lo yang sok kecantikan itu Ra?” Timpal Dini dengan tatapan merendahkan yang tak lain adalah teman satu geng Laura.
Laura mempunyai geng yang berjumlah lima orang. Namun saat ini laura hanya berdua dengan Dini. Apa jadinya jika satu geng yang datang ke restoran itu. Pasti Natasya dibuly habis-habisan.
“Iya Dini, masa lo lupa sama si udik dekil ini. Kalau gue sih, gak bakalan lupa sama dia, iya...kerena dia Rafka gak pernah lirik gue.” Tutur Laura dengan nada sinis.
“Gue heran deh sama Rafka, apa sih yang diliat sama cewek udik ini. Padahal dari segi penampilan gak ada apa-apanya tuh dia dibanding lo!” Ejek Dini melirik penampilan Natasya.
“Ouhh... jelas penampilan gue lah yang lebih bagus dari dia! Lihat aja deh penampilannya kayak kain pel KUCEL dan BAU.” Laura merendahkan Natasya dengan setiap kata yang keluar dengan penuh penekanan.
Natasya yang mendengar dirinya di hina malah tak mau menghiraukannya. Mau membalasnya tapi percuma, memang benar apa yang dikatakan oleh kedua orang itu bahwa dirinya kucel dan bau.
Dibanding mereka yang penampilannya memukau. Memakai pakaian yang bermerek. Sedangkan dirinya hanya memakai pakaian rombengan yang dibeli di pasar.
Setelah selesai mencatat pesanan temannya, Natasya langsung bergegas pergi meninggalkan kedua temannya yang tukang buly itu.
Selang beberapa waktu...
“Pelayan...pelayan...Minta bilnya dong!” Teriak Laura.
“Natasya, sana gih layani pengunjung tadi aku masih ada urusan dibelakang.” Suruh Anisa.
“Mbak Anisa aja ya yang layani, sini pekerjaan Mbak aku saja yang kerjakan. Please Mbak...” Mohon Natasya kepada Anisa karena dia malas sekali melayani Laura dan Dini.
“Aduh... bagaimana ya. Mmm ya sudahlah, Mana bilnya Nat?” Tanya Anisa akhirnya dia mengalah.
“Ini Mbak...Terimkasih ya, Mbak Nisa. Aku kebelakang dulu.” Natasya menyodorkan kertas itu dirinya sangat bersyukur ada Anisa yang mau menggantikannya.
“Selamat Siang, Kak. Ini bilnya. Totalnya 250 ribu." Ucap Anisa menyodorkan bil total pesanannya.
“Mmm... maaf Mbak boleh saya dilayani oleh pelayan bernama Natasya?” Tanya Laura.
“Tapi...Kak Natasya se*”
“Ini tip buat, Mbak.” Menyodorkan selembar uang bewarna merah. “Sekarang tolong panggilkan saya pelayan yang bernama Natasya! Saya mau dia yang melayani saya dan teman saya!” Perintah Laura memotong ucapan Anisa.
“Baik Kak, tunggu sebentar ya, saya panggilkan Natasya nya dulu.” Ucapnya lalu mengambil uang itu lumayan untuk biaya makan katanya dalam hati.
“Natasya, layani mereka gih! Katanya dia mau dilayani sama kamu.” Kata Anisa setelah menghampiri Natasya.
“Kenapa gak bilang kalau aku lagi ada kerjaan Mbak?” Tanya Natasya sedikit kesal.
“Sudah tadi. Tapi orang itu ngotot maunya di layani sama kamu aja, Nat. Iya... Mbak terpaksa deh ngalah. Kan pembeli adalah raja.” Bohong Anisa padahal dirinya belum saja menjelaskan tetapi sudah dipotong saja ucapannya. “Maafin aku ya Natasya aku terpaksa berbohong... siapa sih yang tidak mau uang.” Batin Anisa senang.
“Huh...” Natasya membuang napasnya dengan kasar. “Iya sudah kalau begitu, Sini bilnya Mbak Nisa,” Sambungnya dengan pasrah.
“Sudah Mbak kasih tadi, sana gih nanti mereka marah kelamaan nunggu. Biar Mbak saja yang selesaikan pekerjaan ini,” Jawab Anisa.
“Oh... ya sudah Mbak aku kedepan dulu.” Ucapnya lagi Natasya menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan. Dirinya harus mengatur mimik wajah setenang mungkin agar tidak terbawa emosi.
“Selamat Siang Kak, ada yang bisa saya bantu?” Sapa Natasya dengan ramah, walau degup jantungnya berdetak dengan kencang.
“Nah begitu dong jadi pelayan belagu amat,” ujar Dini dengan sinis.
“Oh iya... bukannya dirumah lo, Ra. Ada lowongan ya menjadi pembantu.” Sambung Dini melirik sinis Natasya.
“Maaf, Kak... mau bayar cash atau debit?” Natasya mulai membuka suaranya lagi, dirinya tidak mau membuat keributan disana dia takut dipecat.
Brakkk!
Laura menggebrak meja.
“Bisa gak kalau melayani orang itu dengan sopan!” Tunjuk Laura ke wajah Natasya. “Gak ada sopan santunnya sama sekali jadi pelayan, saya itu dari tadi berbicara sama Mbak dengan sopan. Tapi kenapa Mbak sinis sih jawabnya. Panggil manager kamu sekarang!” Teriak Laura lalu tersenyum licik. Laura sudah emosi dan benci sekali dengan Natasya yang sok tenang. Padahal mulutnya sudah gatal untuk memancing emosinya, tapi apa Natasya tidak menghiraukan kata-kata pedasnya.
“Maksud kamu apa, Laura? Aku gak pernah ngomong apa-apa. Apalagi berkata sinis kepadamu,” ucap Natasya berusaha membela dirinya.
Nah ini yang membuat dirinya malas sekali melayani Laura yang selalu mencari masalah dengan dirinya.
“Panggil Manager kamu sekarang juga! Biar dia pecat pelayan yang tidak punya sopan santun seperti kamu!” Ucap Laura lagi.
“Hey... semuanya dengar! Pelayan ini mulutnya pedas sekali... Masak teman saya mau bayar dikatain kalau teman saya gak mampu bayar, miskin lah. Lain kali jangan mau dilayani oleh pelayan yang tidak punya sopan santun seperti ini,” Dini ikut angkat bicara dia menunjuk Laura, dan berteriak menyita waktu pengunjung disana sehingga pengunjung disana beralih menatap Natasya, dan Dini mulai menjatuhkan Natasya.
Pengunjung restaurant yang ada disana semuanya menatap Natasya. Natasya menunduk malu dirinya menahan emosi. Dia menunduk meremas bajunya menahan air matanya yang akan jatuh.
“Kenapa restaurant ini memperkerjakan pelayan seperti itu”
“Syukur-syukur dikasih pekerjaan, tinggal jaga mulut saja kok susah amat”
“Iya kalau merasa dirinya paling banyak uang kenapa kerja sebagai pelayan”
“Dasar pelayan sombong, ogah banget dilayani sama dia”
“Tidak tahu diri sekali iya wanita itu”
Begitulah cemohan dari pengunjung yang masih bisa terdengar ditelinga Natasya.
“Ada apa ini ribut-ribut?” Tanya Tuti yang mendengar keributan di restaurant itu.
“Mbak manager restaurant disini?” Tanya balik Dini.
“Tidak ada manager disini, tapi saya adalah salah satu kepercayaan bos di restaurant ini.” Jelas Tuti dengan angkuh.
“Tepat sekali kalau begitu. Ini Mbak tolong diurus pelayanmu ini! Dia sudah mengatai saya bahkan dia menghina saya. Kalau bisa Mbak pecat aja pelayan yang tidak punya sopan santun ini!” Ucap Laura dengan lantang.
“Bukan begitu Mbak Tuti. Saya tidak pernah mengatainya Mbak, Say*”
“Sudah cukup! Saya tidak mau mendengar penjelasan dari kamu. Maafin atas sikap pelayan ini ya Mbak, sebagai gantinya Mbak tidak usah membayar makanan ini. semuanya gratis.” Ucap Tuti memotong pembicaraan Natasya. Bahkan dia tidak mau mendengarkan penjelasan Natasya. Jujur saja dia pun tidak suka dengan Natasya semenjak pertama kali wanita itu bekerja direstaurant ini.
“Baiklah kalau begitu, Mbak. Lebih bagus sih dia dipecat Mbak, biar pelanggan yang lainnya tidak menjadi korban dari mulut pedasnya yang tidak mempunyai sopan santun itu.” Ucap Laura dengan senyum penuh kemenangan. Lalu dia beranjak dari tempat duduknya dan berlalu begitu saja.
“Mbak, saya mohon jangan pecat saya,” Natasya memohon karena dia tidak mau dipecat dia sangat membutuhkan pekerjaan itu.
“Saya tidak akan pecat kamu. Tapi gajimu dipotong bulan ini. Sana kamu kebelakang bersihkan meja ini, sebagai hukuman cuci piring kotor! Kamu itu ya baru kerja beberapa minggu sudah membuat masalah disini,” tegur Tuti.
“Tapi, Mbak. Saya tidak pernah menghinanya, Mbak. Apalagi mengatainya," ucap Natasya membela dirinya yang memang tidak salah.
“Diam!” bentak Tuti. “Jangan ngeles atau membela diri. Mau saya tambah hukumannya? Sudah salah masih saja mengelak," sambungnya lagi yang tidak percaya seakan akan Natasya salah.
“Ngapain kamu mematung disitu? Beresin itu meja habis ini kamu cuci piringnya," katanya lagi.
“Baik, Mbak,” jawab Natasya pasrah mau membela diri pun pasti dirinya tetap salah dimata Tuti. “Huh... sabar Nat sabar... kamu sangat membutuhkan pekerjaan ini.” Gumamnya setelah Tuti pergi dari hadapannya.
Natasya langsung membersihkan meja dan mencuci semua piring kotor yang sudah banyak menumpuk. Sambil menitikkan air matanya dia menangis, hatinya sungguh terasa perih.
Banyak sekali orang yang membuat hatinya perih seperti itu. Padahal dirinya tidak pernah membuat kesalahan atau mencari gara-gara dengan mereka. Tetapi mereka dengan seenaknya menyakiti hatinya.
Karena bos pemilik restoran itu akan tiba lima menit lagi. Pegawai restoran yang lainnya sudah berkumpul untuk menyambut bosnya. Natasya sudah selesai mencuci piring ia masuk ke kamar mandi untuk mencuci mukanya agar terlihat segar. dia bergegas menghampiri pegawai yang lain. Sedari tadi Anisa memanggil dirinya.
“Selamat datang, Pak... ,” ucap mereka bersamaan.
“Silahkan duduk,” perintah Rendi pemilik restoran tersebut.
Setelah mereka duduk Rendi menjelaskan tujuan dirinya datang ke restoran miliknya. Ternyata Rendi akan memindahkan dua pegawai di restoran itu. Rendi sedang membuka restoran cabang baru di kota, namun pegawainya kurang. Sehingga dengan terpaksa melakukan sistem pengurangan karyawan di restaurant dia yang disini. Apalagi pengunjungnya tidak seramai restaurant yang berada di cabang kota.
“Saya akan mengambil dua pegawai saja yang berprofesi sebagai pelayan. Dan saya juga sudah memilih dan memutuskan. Anisa dan Natasya. Kalian yang saya pilih untuk bekerja sebagai pelayan di cabang restoran yang baru. Besiaplah besok kurir restoran akan menjemput kalian jam 7 pagi,” jelas Rendi.
“Baik, Pak,” jawab Natasya dan Anisa.
“Apakah kalian keberatan?” Tanya Rendi memastikan.
“Tidak, Pak," jawabnya serentak.
“Baiklah kalian berdua bisa pulang lebih awal,” ucap Rendi menyuruh Natasya dan Anisa pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Evana Gusani
bagus thor, semangat
2023-11-29
2
Clara Safitri
lanjt thor
2023-11-27
1