"Aku tidak melakukannya Malvin, aku tidak pergi kesana.."
Seperti biasa, ketika dia merasa sakit. Dia akan pergi ke kamarnya dan mengurung diri. Keluarga nya tidak ada yang tau mengenai sifat Malvin.
"Mari bertahan sekali lagi.."
Lagi-lagi, kalimat itu yang Helena ucapkan. Cukup banyak mengeluarkan air mata selama ini. 2 tahun bukan waktu yang cepat juga.
Tiba-tiba Helena teringat jika siang nanti ada janji dengan kakaknya. Helena kemudian bangkit dari pojokan dan pergi ke wastafel untuk membasuh wajah dan bercermin.
Dia beruntung, setiap selesai menangis tidak akan ada bekas di wajahnya.
"Baiklah, mari kita melukis saja."
Helena sangat suka melukis untuk mencurahkan isi hatinya.
Saat dia mempersiapkan kanvas, cat warnanya habis. Berpikir untuk membeli lagi, dia meminta sopir untuk mengantarnya ke tempat penjualan itu.
"Pak Joseph bisa antar Helen ke toko cat?"
"Bis non, sebentar ya..saya mau memanaskan mobil dulu.."
"Halo kak.."
"Helen izin ke toko cat ya, cat lukis ku habis. Kakak tenang saja, Helen pergi dengan sopir kok.."
Dia baru saja menghubungi kakaknya untuk memberitahu, jika tidak habislah.
Disisi lain...
"Apa itu adikmu?"
"Iyaa, memang kenapa?" tanya Galan pada temannya. Saat ini dia sedang nongkrong di cafe.
"Bukan apa-apa.." sahutnya.
"Kau berbohong, dia pernah cerita padaku jika dia mencintai adikmu!" gelak tawa ramai di cafe itu.
"Aku sempat mendengarnya" ucap Galan.
"Tapi maaf saja, adikku sudah punya pacar dan dia baik kepada adikku."
"Siapa namanya?" tanya Tom yang menyukai Helena.
"Kau akan mengajaknya berkelahi kan?" tebak temannya.
Gelak tawa kembali terdengar, "pacarnya adalah putra Filbert, dia anak tahun kedua di sekolahku."
"Putra Filbert? Apa yang kau maksud itu Malvin?!" dia sangat berharap jika itu tidak.
"Benar!"
"Ya ampun!" batinnya menjerit.
"Kau harus melindungi adikmu Lan! Dia berbahaya!" ucapnya serius.
"Itu tidak mungkin Tom, dia mencintai adikku dan orang tuanya adalah sahabat orang tua kami. Jadi itu tidak mungkin" jawabnya dengan selingan tawa lucu.
"Aku serius Lan!"
Tawanya terhenti, "kenapa kau berpikir begitu, jangan bilang untuk membuatku berpikir buruk tentangnya" Galan berucap memperingati.
"Tidak!!" teman yang lain menjawab.
"Aku tau betul dengan perangai Malvin Galan. Dia termasuk musuhku saat ini" Zero berucap jujur.
"Meskipun kami tidak satu sekolah denganmu karena kamu memilih melindungi Helena, tapi satu yang harus kau ketahui Galan. Malvin..orang yang berbahaya."
"Apa maksudnya?!" Galan mulai mendengarkan dengan serius.
"Selama ini, aku memang tau jika Malvin memiliki kekasih, tapi kami tidak pernah melihat kekasihnya itu."
"Orang kepercayaan ku mengatakan.."
"Jika Malvin sering membuat kekasihnya sakit hati dengan tingkahnya,"
"Bukan hanya itu juga" sahut Deren.
"Katanya, Malvin pernah sekali hampir melakukan kekerasan dan anggota kelompoknya selalu merasa kasihan dengan kekasihnya itu,"
"Atau bisa kami katakan, adikmu Helena."
Otak Galan saat ini masih memproses semuanya. Benarkah Malvin melakukan hal itu di belakangnya? Dia ingin tidak percaya, tapi temannya sendiri yang mengatakan. Dan dia tidak meragukan temannya.
"Aku sarankan jika kau menyelidikinya dulu sebelum membuat kesimpulan" saran Tom.
"Yang kami katakan tadi masih lah berupa informasi bukan bukti."
"Sekali lagi, selidiki lah dulu. Kami akan membantu.."
.....
"Sial..sial..sial!!"
Terdengar beberapa pukulan yang kencang, Malvin kembali ke markasnya lagi untuk menggila.
"Ku katakan padamu untuk mencari tau dulu Malvin.." ucap temannya.
"Belum tentu foto itu benar, kau terlalu cepat menyimpulkan."
"Sudahlah Ken, Malvin tidak akan mendengarkan sebelum amarahnya reda. Tunggu saja.."
"Entah apa yang dia katakan pada Helena, semoga dia tidak keterlaluan" ucap Simon.
Sekarang sudah sore hari, amarah Malvin akhirnya reda.
"Aku sudah menemukan bukti jika Helena tidak bersalah!" ucap Simon melemparkan handphone nya.
"Bagaimana pun, aku masih teman masa kecilnya, aku hanya bisa memberi pencerahan untukmu!"
Simon Cowell sebenarnya merasa kesal dan sedikit marah jika Malvin menyimpulkan sesuatu dengan cepat. Terlebih, itu masih berkaitan dengan Helena yang dia anggap saudaranya.
Malvin melihat data di handphone Simon dan memeriksanya, kemudian...
"Apa yang aku lakukan?"
Penyesalan itu akhirnya datang.
"Sudah sering ku katakan kalau hilangkan sikapmu itu Malvin, jika terus seperti ini kau akan jatuh ke penyesalan."
Malvin hanya bisa memegang kepalanya frustasi dan mendengarkan semua ceramah dari teman-temannya.
"Aku sebenarnya mencintai nya, tapi entah kenapa aku selalu tidak percaya dengan apa yang kulihat jika berkaitan dengannya.."
"Cintamu itu mendatangkan obsesi Malvin!" sahut Simon datar.
"Sekarang! Pergi dan minta maaf pada Helena!" perintahnya.
Dengan gontai, Malvin berjalan menuju motornya dan melaju kencang. Panas terik tidak dia hiraukan.
"Itulah kenapa aku tidak setuju saat dia akan menyatakan perasaannya pada Helena" keluh Simon.
"Namun aku tidak bisa menghiraukan Helena yang juga mencintainya.."
"Andaikan waktu bisa diulang, aku ingin menjauhkan Malvin dari Helena. Helena terlalu lembut dan baik untuk Malvin yang seorang tempramen."
.....
"Helena!" Malvin mencoba mencari Helena di semua tempat di rumahnya.
Seorang pelayan berkata, jika Helena ada di ruang seninya.
"Helena.." ucapnya lirih.
"Iyaa.. bagaimana? Sudah merasa tenang?"
Lihatlah, setelah berbagai cacian dan tuduhan. Kekasihnya ini masih berbaik hati padanya.
"Helen..sayang.." luruh sudah air mata Malvin.
Jika pagi tadi air mata Helena yang keluar, kini terbalik dengan air mata Malvin yang tumpah ruah.
"Maaf Helen...sayang maafkan aku.."
Malvin memeluk Helena yang masih memegang kuasnya, ia baru saja selesai menggambar.
Helena kemudian mengelus rambut Malvin dengan sayangnya dan tersenyum, "aku maafkan kok,"
"Sekali lagi, aku tidak akan lelah untuk mengatakan ini.."
"Dalam sebuah hubungan, kepercayaan adalah hal yang penting. Aku selalu berharap jika kamu bisa mempercayai ku sepenuhnya."
"Aku bukan orang yang berbuat macam-macam.."
"Iya sayang..iya..., maafkan aku ya.."
"Selalu itu yang kamu ucapkan Malvin."
"Tanpa kamu ketahui, beberapa lukisan yang ada disini adalah lukisan yang aku buat ketika merasa sakit karena mu.."
"Iya sayang.." ucap Helena.
"Kamu harus berterimakasih pada Simon, pasti karena dia kamu jadi tau."
"Benar sayang, aku akan berterimakasih padanya nanti.."
"Sekarang aku ingin menghabiskan waktu denganmu."
"Tapi Malvin, bukannya kamu masih masa hukuman? Kenapa bisa keluar?!"
"Itu.."
Helena menutup matanya, "sore ini nanti aku akan pergi dengan kakak jalan-jalan."
"Lalu kamu, pulang dan istirahatlah! Masa hukumanmu belum selesai Malvin!" ucap Helena tegas.
Jika tidak seperti itu, apa yang akan terjadi kedepannya nanti. Mungkin Malvin akan semakin parah, itu yang terpikirkan oleh Helena.
"Baiklah sayang."
"Emang kamu mau pergi kemana sama Galan?!"
"Dia menjahili ku pagi tadi, jadi aku memintanya untuk membelikan ku cake di toko kesukaanku."
"Sebenarnya sih janji kita siang, tapi dia mengurus sesuatu."
"Aku bisa membelinya Helen.. bagaimana?" ucapnya berharap.
"Tidak!"
"Sekarang, kamu pulang!" Helena menarik Malvin keluar rumah dan memantaunya sampai ia benar-benar pergi.
"Terimakasih Simon" ucapnya dengan senyuman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments