Asmara Rumit Helena
Dorr
Dorr
Dorr
Suara pistol menggema di sepanjang tambang tua. Peluru saling bergesekan menciptakan suasana yang tegang.
Terlihat beberapa tubuh tanpa jiwa berserakan tak terurus dimana-mana, bagai medan perang yang panas dan kejam.
Sebuah seringai kejam terukir indah di wajah pemuda tampan, matanya tajam bagaikan pisau yang baru diasah. seperti elang, melihat mangsanya dengan seksama.
Sorot dinginnya mengalahkan es Antartika yang membeku, tidak peduli sebanyak apa lawannya berusaha tetap saja akan jatuh ke tangannya.
Tak perlu waktu lama untuk menghabisi musuhnya, dengan sekali tembakan pistolnya, jangan harap untuk selamat dari sang kematian. Bagaikan sang maut menjemput, ia akan mempermudah sang maut itu sendiri.
"Bersihkan semuanya! Jangan sampai pemerintah tahu tentang ini."
Pemuda itu pun pergi dengan puntung rokok mengepul di mulutnya, meninggalkan sang bawahan dengan para mayat.
"Baik Tuan!"
Pemuda itu nampak menjauh dengan mengemudi mobil hitamnya yang terkesan misterius dan dingin. Tidak ada sopir atau bawahan yang menemani. Sorot mata yang tadi dingin, kini berubah kosong secepat mata berkedip.
Mobil itu berhenti di sebuah bar mewah pinggir kota, tempat maksiat juga tempat kenikmatan dunia.
Pemuda itu berjalan tegak dengan angkuh, beberapa orang mendatanginya dan mengantarnya ke salah satu ruang VVIP.
Dua pelayan wanita berjalan masuk dengan seksinya, membawa banyak botol wine di atas nampan. Salah satu dari mereka mencoba mendekat, berjalan lenggak-lenggok untuk menggoda.
Orang lain mungkin akan tergoda, tapi dirinya tidak. Matanya menatap tak minat juga benci, dengan satu gerakan...
Dorr!
Peluru panas melesat cepat tepat mengenai kepala wanita itu.
"Akhh!!" tubuhnya ambruk dengan suara jeritan wanita lain.
Beberapa bodyguard masuk untuk melihat keadaan, mereka ketakutan karena telah mengganggu bos mafia berkuasa di negara Australia. Mafia yang terkenal dengan kehebatan serta kekuatannya.
Dan kini terpampang nyata bos besar mafia itu di depan mereka.
Dari arah luar, seseorang berlari ketika mendapat laporan jika ada kekacauan. Manajer bar segera datang, dan di sinilah dia sekarang...
Menghadapi bos mafia besar dengan peluh keringat mengalir di dahinya. Hatinya bergemuruh takut, wajah manajer pucat seperti akan pingsan.
"Robin!" panggil pemuda itu.
"Di..sini Tuan" ucap manajer Robin dengan gagap.
"Apa kau lupa dengan perintahku?!" suara beratnya membuat semua orang terintimidasi.
"Ti.. tidak Tuan."
"Lalu?"
"Apa kau bisa menjelaskan semua ini?!"
Glupp, manajer Robin menelan ludah. Siapa yang harus bertanggung jawab, pikirnya.
Semakin lama ia menunggu jawaban dari manajer, semakin emosi pula dirinya. Manajer Robin yang melihatnya tak kuasa lagi rasanya untuk berdiri.
"Ma..af Tuan, rendahan ini tidak tahu apa-apa. Na..namun, su..sudah saya pasti..kan jika pelayan itu sendiri yang bergerak."
Manajer merasa kakinya gemetaran mengikuti suaranya yang gagap.
"Huh, bereskan sekarang! Jangan ganggu saya!" manusia itu merasa, seperti bangun dari kematian, begitu lega.
Setelah semua selesai, pemuda itu melanjutkan meminum wine nya dengan langsung dari botol. Kentara sekali, seperti beban berat menimpa pundaknya. Raut putus asa tergambar jelas di wajah tampannya.
Banyak botol yang telah ia minum, pemuda itu pun terlihat mabuk dan menggumamkan sesuatu. Sayup-sayup terdengar seperti memanggil seseorang.
"Maafkan aku, tolong kembalilah, Aku membutuhkanmu.."
Banyak racauwan yang di keluarkan oleh pemuda itu.
Siapa yang menyangka, jika di balik sosoknya yang kejam, di balik sosoknya yang mendominasi negara Australia Terdapat hati yang patah, entah masa lalu seperti apa yang pernah pemuda itu alami.
Malam pun berlalu dengan lambannya, pemuda itu terus-menerus meminum wine merahnya. Hanya barang itu yang dapat menjadi obat untuk hal yang ia rasakan.
Walaupun memabukkan, pemuda itu telah kecanduan.
Pada detik terakhir kesadarannya, bayangan seorang wanita memenuhi penglihatannya. Perasaan rindu dan juga sakit. Pemuda itu membayangkan ketika ia merengkuh bahu wanita itu.
...
Di dalam jet pribadi, seorang pria tengah sibuk dengan laptopnya, sesekali akan memijat pelipis dan pangkal hidungnya yang sakit.
Membuka beberapa dokumen penting perusahaan.
Dialah pemuda yang semalaman meminum banyak wine hingga mabuk. Dia sedang dalam perjalanan ke negara Jepang untuk menghadiri sebuah perayaan dan juga memantau cabang perusahaannya di negara itu.
"Maaf Tuan, kita sebentar lagi akan sampai di negara Jepang" pernyataan itu ia jawab dengan anggukan.
Masih dengan kesibukannya, memandang laptop, dan juga dokumennya.
Ketika melihat ke samping jendela transparan, terlihat banyak awan yang indah. Tidak sengaja, membuatnya ingat akan suatu hal.
"Kamu ada di mana..."
"Bisakah kamu memaafkan ku setelah semua yang kulakukan?" pemuda itu pun mengingat masa lalunya...
...• • • • •...
"Malvin!" seorang gadis cantik menyerukan nama kekasihnya.
"Hey sayang! Gimana liburannya?" ucapan lembut Malvin mengandung kerinduan.
"Seru dong! Kamu sih, kenapa gak ikut aja" gadis itu merasa sebal dengan cemberutnya.
"Kamu tahu sendiri kan Helen, aku dihukum papa gara-gara balapan" Malvin tersenyum kecut karena tak bisa ikut kekasihnya liburan.
"Kamu sihh, kan aku udah pernah larang kan. Kamu Nya aja yang bandel."
"Hey! Aku gak bandel sayang, balapan adalah hobiku" ucapnya tidak terima.
"Ya ya ya" sahutnya malas.
"Tunggu dulu, apa kamu mau ikut aku ke galeri seni?" harapannya jatuh kala Malvin menolaknya.
"Maaf Helen, hukumanku belum selesai" senyumnya meminta maaf.
"Aku harus tetap di rumah selama seminggu, dan hukumanku masih sisa 3 hari. Mungkin juga..aku takkan bisa menjemputmu dan pergi ke sekolah sama-sama."
"Maafkan aku Helena."
Gadis cantik bernama Helena itu pun tersenyum, "gak papa kok, aku bareng kakak aku aja nggak papa."
"Kalau gitu, aku mau pulang dulu ya.."
"Mau siap-siap ke galeri seni nya" gadis itu terlihat riang karena dia begitu menyukai karya seni.
"Hati-hati sayang!"
"Iyaa!"
"Kamu itu, kalau dibilangin orang tua itu nurut. Bukan cuma bisanya buat kekacauan. Sudah benar Helena memperingatkan mu" pria tua dari arah sebaliknya berbicara dengan nada ketus.
Malvin memutar bola matanya tanda malas.
"Ayolah! Malvin cuma main-main pa!"
"Terus saja bilang begitu! Beruntung keluarga Helena tidak mempermasalahkan sifatmu yang seperti ini."
"Karena bagi mereka, kebahagiaan Helena adalah nomor satu."
"Tanamkan ini baik-baik Malvin!"
"Jaga baik-baik perasaan Helena, orang tuanya adalah sahabat kami. Jika sesuatu terjadi, apa yang akan papa dan mama katakan kepada mereka?"
"Iya sayang..mama dengar dari seseorang kalau kamu sering membuat Helena terluka."
Malvin yang mendengarkan merasa muak, baginya.. apapun kemauannya, saat itu juga harus dikabulkan.
Kemewahan yang mengelilinginya selama ini membuatnya egois dan tempramen. Apapun yang diinginkan harus dia dapatkan.
"Ingat sayang, Helena itu tidak bisa dengan hal keras. Hatinya terlalu lembut untuk merasakannya."
"Mama hanya berpesan ini sayang, untuk kalian juga.."
"Papa dan mama terlalu ikut campur, Helena adalah kekasihku! Jadi, ini adalah masalahku dengan Helena. Tidak ada seorang pun yang boleh masuk kedalamnya.."
Perlahan-lahan, Malvin pergi meninggalkan orang tuanya yang tidak habis pikir dengan tingkah anaknya tersebut.
Dari mana sifat itu turun? Seingat mereka, tidak sekalipun memanjakan Malvin hingga menjadi seperti ini..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments