"Kak, Helen pergi ke galeri seni ya."
"Gak bareng Malvin dek? Dimana dia?"
"Enggak kak, Malvin masih di hukum papanya untuk tidak keluar rumah selama seminggu."
"Pasti gara-gara balapan" tebaknya tepat sasaran.
"Haishhh, kapan anak itu berubah?" dia terlihat kesal.
"Bukannya kakak juga begitu!" tudingnya.
"Sial!" batinnya.
"Itu beda dek" ucapnya mencari alasan.
"Entahlah kak, Helen mau pergi dulu ya.."
"Iyaa! Hati hati, nanti kamu akan lewat jalan diskotik itu kan? Berhati-hatilah saat lewat sana, jangan sekali-kali turun dari mobil jika belum sampai galeri seni!" teriaknya saat Helena sudah sampai di depan.
Manusia ini adalah kakak kandung Helena, namanya adalah Galan Tarso Jackson.
Meskipun usia mereka terpaut satu tahun, Galan cenderung lebih dewasa dengan sifatnya yang terkadang jahil. Dia sangat menyayangi adiknya itu, Helena adalah berlian kesayangan keluarga Jackson.
"Bagaimana dengan balapan minggu depan?" ucap seseorang di seberang telepon.
"Tentu aku ikut!"
Seseorang di seberang telepon itu tertawa terbahak-bahak, "dan kau pasti akan dihukum lagi."
"Itu hanya sedikit menyusahkan" jawab Malvin.
Malvin menutup log panggilan dan berjalan menuju cermin, "tidak ada yang bisa menghalangiku, walau itu orang terdekatku."
"Tuan dan Nona, di depan kalian ini terdapat lukisan tiruan paling fenomenal yaitu Monalisa."
"Tentu kalian sudah tau jika lukisan ini berada di Prancis, dan kami hanya bisa membuat tiruannya saja. Tapi jangan asal melaporkan kami, tentu kami sudah memiliki izin untuk ini.."
"Lagipula, meskipun tiruan harganya tidak sedikit."
"Baiklah kita beralih ke sampingnya yaitu ....." petugas itu terus menjelaskan semua yang ada di galeri seni tersebut.
"Apakah ada pertanyaan?"
"Saya!" sahut Helena.
"Itu adalah nona yang sangat cantik" Helena tersipu malu.
"Jadi, apa pertanyaannya?"
"Begini, jika ada yang asli kenapa harus membuat tiruan yang begitu mirip? Maaf jika kalian tersinggung.."
"Waw, itu pertanyaan yang berani. Tidak papa nona, kami tidak tersinggung" pengunjung lainnya ikut tertawa dengan interaksi tersebut.
"Jadi begini, memang barang tiruan tidak bisa di sandingkan dengan yang asli. Setidaknya, setiap seniman akan memiliki ciri khasnya masing-masing untuk membedakan karyanya."
"Tiruan ini ada untuk menggantikan karya yang asli agar dapat di kenalkan kepada dunia. Dengan maksud, bahwa lukisan yang asli akan sangat dilindungi dan tidak dapat keluar dari museum."
"Tiruan-tiruan ini sangat berbeda, dimana mereka memiliki hak cipta masing-masing dan diakui oleh pengelola karya asli. Hal ini ditujukan untuk membingungkan penjarah ketika akan mencurinya."
"Jadi begitu, terimakasih atas penjelasannya."
"Ohh, itu tidak masalah. Terimakasih kami ucapkan kembali, kamu adalah orang satu-satunya yang bertanya tentang hal menakjubkan."
"Nona, kamu sungguh mengagumkan!" petugas itu bertepuk tangan atas keberanian Helena.
Sudah lama Helena berada di galeri seni ini, dia segera pulang saat jam menunjukkan angka 10 malam. Orang tuanya sudah berkali-kali menelpon.
"Iya mommy, Helena udah di jalan kok, jadi tenang aja ya..kan ada pak sopir juga" Helena saat ini sedang menenangkan mommy nya yang overprotektif padanya.
"Baiklah, putri mommy.. bilang pada sopir untuk membawa kendaraan dengan hati-hati ya.."
"Iya mom, Helena tutup oke?!"
"Nyonya sangat sayang dengan nona" ucap sopir tiba-tiba.
"Benar pak, meskipun mommy sering berlebihan, tapi Helen tidak merasa risih, justru Helena merasa di lindungi oleh mereka."
Sopir itu tersenyum di balik kaca mobil.
Keesokan harinya adalah hari minggu. Helena masih saja tertidur di kamar indahnya.
Seseorang membuka pintu kamarnya, itu kakaknya Galan. Dia mengendap-endap berjalan pelan. Galan berdiri di ujung kaki Helena dengan senyum jahilnya.
"Akhhh!" Helena teriak.
Galan tergelak karenanya. Tidak lama, Helena melempar semua bantalnya bahkan bonekanya dan selimut.
"Kakak!!"
Bagaimana dia tidak terima jika Galan menarik kakinya cepat hingga membuatnya terbangun dan terkejut.
"Helen kaget kak!" dia masih merasa marah.
Apalah daya, Galan malah semakin menjadi jadi.
Ketika Galan selesai dengan tawanya, dia menggendong Helena untuk turun di lantai bawah ruang keluarga.
"Bagaimana? Apa masih marah?" godanya.
Helena mendengus, "aku tidak akan marah lagi jika kakak membelikan aku cake keju dan coklat!"
"Baik, setelah makan siang nanti aku akan membawa adik kecilku yang paaaling manis ini ke toko dessert" Galan dapat melihat binar bintang di mata Helena.
"Setuju!"
Mereka berdua sekarang ini sendiri di rumah tanpa orang tua mereka. Orang tua mereka pergi keluar negeri untuk mengurus perusahaan, dan Daddy mereka tidak bisa tanpa kehadiran istrinya.
"Kira-kira, kapan mommy dan daddy akan pulang?"
Galan tampak berpikir, "kalau kata mereka, sekitar 1 bulan tapi bisa lebih cepat."
"Ohh.."
.....
"Bukankah ini Helena?" tanya seseorang.
Malvin tampak marah dengan foto yang dikirimkan padanya, "sepertinya iya.."
"Tapi Vin, menurutku itu bukan dia" tebak temannya yang lain.
"Itu Helena Marcell! Dia pergi ke diskotik itu, padahal dia bilang padaku kalau akan pergi ke galeri seni!"
Malvin begitu marah, tidak ada yang bisa menghentikannya ketika seperti itu. Malvin tidak mendengarkan orang lain, dan langsung percaya dengan sekali lihat jika menyangkut orang terdekatnya.
"Aku merasa kasihan dengan Helena" ucap Marcell saat Malvin sudah pergi.
Mereka saat ini sedang berada di markas, Malvin melanggar peraturan papanya. Dia diam-diam pergi ke luar.
"Aku juga berpikir seperti itu, Malvin tidak akan mendengar pendapat orang lain."
"Lihatlah ini, disini memang seperti Helena, tapi aku hafal dengan rambutnya. Dia memiliki rambut hitam berkilau dan tidak pernah mewarnai rambutnya" ucap Simon yang merupakan teman Helena dari kecil.
"Jika lebih diperhatikan, rambut wanita ini sedikit pirang di beberapa rambutnya."
"Aku hanya bisa berharap, Malvin tidak melakukan kesalahan yang akan menyakiti Helena lagi.." sahut orang lain.
"Aku merasa tidak berdaya sebagai sahabatnya" ucap Simon.
Disi lain, Malvin mendatangi Helena di rumahnya langsung dan ini masihlah pagi.
"Malvin? Kenapa datang tanpa kabar dulu" ucap Helena.
Ia akan bertanya lagi, namun diurungkannya. Helena melihat Malvin yang seperti orang marah, seketika ia ketakutan. Disini tidak ada Galan, tidak akan ada yang melindunginya.
"Kau bilang akan pergi ke galeri seni kemarin malam, tapi kau malah pergi ke diskotik Helena!"
Tidak ada panggilan sayang dan tidak ada kalimat yang sedikit sopan.
"Diskotik?!" Helena terkejut, kapan dia pergi kesana? Tidak pernah!
"Aku tidak ke diskotik Malvin, aku benar-benar pergi ke galeri seni."
"Tapi kau disana Helena!! Aku memiliki buktinya!"
"Tidak Malvin! Aku tidak pernah ke diskotik, jika tidak percaya kamu bisa tanya ke kakak aku atau bahkan orang tuaku! kamu bisa bertanya juga ke sopir yang mengantarku kemarin."
"Seperti ini lagi?" Batin Helena.
"Jelas-jelas kau ke sana Helena, ini fotomu kan?!"
"Mungkin kau sudah merencanakannya!" Malvin hanya bisa menuduh Helena tanpa mau berpikir tenang.
Malvin mulai berkata kasar kepada Helena, dia merasakan sakit ketika mendengarnya. Kata yang paling membuatnya sakit adalah, "dasar pelacur!"
Setelah mengucapkan itu, Malvin pergi dari rumah Helena dengan masih merasakan amarah.
"Tidak papa Helena..kamu pasti baik-baik saja.."
Namun tidak! Air matanya mengalir, isakan tangis muncul. Ini kali pertamanya mendapat sebutan pelacur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments