Gavin selalu menepati ucapannya untuk menjemput Karina dan Shaka lalu mengajaknya untuk makan siang bersama. Gavin ingin kebahagiaannya saat ini akan terus ada dalam hidupnya selamanya bukan hanya sementara saja. Karena ia sama halnya telah merasakan rapuh pada masa dahulu sebelum bertemu Karina kembali.
Definisi yang katanya sama kamu sakit kalau nggak sama kamu aku lebih sakit. Mungkin itu dulu, tidak untuk sekarang. Ia ingin Karina dan Shaka menjadi sumber kebahagiaannya untuk seterusnya.
"Ton, gue mau makan siang sama istri gue," pamitnya pada Toni yang sibuk menyusun berkas laporan di map.
'Ck, istri katanya. Nikah in dulu lah minimal.' Toni hanya membatin.
"Iya, bos silahkan. Saya akan menyelesaikan ini dulu," jawab Toni pada bosnya itu.
Toni merasa bos nya setiap hari seperti mendapat mood booster karena Gavin selalu memasang wajah cerianya semenjak ia dan Karina bertemu kembali.
Gavin pun segera melajukan mobil untuk menjemput Karina ke Florist. Tadi pagi Gavin sempat mampir ke Florist Karina dan melihat ke dalam. Pria itu takjub dengan segala upaya yang wanita itu lakukan. Dari dulu memang Karina gigih dan giat kerja. Tak heran jika sekarang ia bisa terkenal karena pekerjaannya yang selalu ia jalani dengan tekun dan ikhlas.
"Kamu beneran nggak sibuk? Takutnya kita ganggu waktu kamu..." ucap Karina memastikan.
"Tidak, Karina Audya Putri. Aku tidak sibuk, selagi ada asistenku semua pasti aman," balasnya.
Karina hanya berdeham menanggapi. Mobilnya kini sudah melaju untuk ke sekolah Shaka menjemput anak kecil itu.
"Hai, Mommy!" Shaka menghambur ke pelukan Karina kala Karina datang menjemputnya.
Gavin melihat pemandangan manis di depan matanya ini dengan bahagia. Entah apa yang saat ini Tuhan rencanakan untuk ia selanjutnya, pastinya Gavin selalu berdoa kepada Tuhan jika memang pada akhirnya Karina ditakdirkan untuknya dan apapun itu jalannya akan ia lewati semua demi ia bisa bersama wanita yang selalu ia cintai.
Mereka saat ini menuju ke sebuah restoran untuk makan siang. Di dalam mobil Gavin sempat-sempatnya mencuri pandang dengan wanita yang tengah duduk disampingnya itu. Saat melihat Karina, paras ayu wanita itu mempunyai ciri khas yang begitu menawan dan tak bosan untuk dipandang.
Gavin pun beralih melihat kaca, nampak Shaka yang asik bermain mainan miliknya di bangku belakang. Ia memandang kagum wajah Shaka yang lebih dominan ke dirinya dengan hidung mancung, kulit putih, dan warna mata seperti ke keabu-abuan sama dengan dirinya
'Karina hanya kebagian sedikit saja hahaha.' Batin Gavin.
"Kamu kenapa senyum-senyum sendiri?" Karina melemparkan sebuah pertanyaan kala Gavin tertawa sendiri.
"Nggak kok."
Sesampainya disana mereka segera mencari tempat duduk dan memesan makanan.
"Tadi Shaka belajar apa di sekolah?" Tanya Gavin pada Shaka.
"Ini..." Shaka menunjukkan sebuah buku tulis dimana ia mengerjakan pertambahan dan pengurangan bilangan dan menunjukkan nilai yang sempurna.
"Keren, good job boy!" Gavin mengacungkan jempol kala melihat pekerjaan putranya.
Setelah menunggu lama akhirnya makanan yang mereka tunggu telah datang. Mereka bertiga pun makan bersama dan diselingi obrolan ringan untuk mencarikan suasana.
"Shaka sudah selesai makan?" Tanya Karina sembari mengelap mulut Shaka yang belepotan setelah makan es cream.
"Sudah, Mommy..."
"Mommy mau bilang sama Shaka, dengerin Mommy, ya," Karina meminta putranya itu untuk menatap dirinya.
Gavin yang duduk di depan Karina merasa deg-deg an entah kenapa saat Karina berusaha mengalihkan perhatian Shaka.
"Sekarang panggil Uncle Gavin Daddy, ya. Uncle Gavin adalah Daddy Shaka yang selama ini Shaka rindukan ke Mommy," Karina berusaha menatap mata kecil itu dengan serius, padahal ia sedang menahan agar air matanya tidak jatuh kala mengatakan rahasia yang selama ini ia bungkam.
Shaka yang mendengar hal itu masih terdiam, laki- laki kecil itu seolah masih mencerna kata-kata dari Mommy nya.
"Mommy nggak lagi bercanda sama Shaka kan?" Dan Karina pun menggeleng pelan seraya tersenyum.
Gavin pun hanya terdiam di tempat duduknya. Dan Shaka pun memandangi Karina dan Gavin secara bergantian. Entah apa yang ada dipikiran Shaka saat ini. Anak itu masih bingung.
Gavin pun datang menghampiri bangku Shaka, ia pun memeluk Shaka dan pelukannya dibalas oleh Shaka.
Gavin pun menangkup wajah lucu itu seraya berkata, "Maafin Daddy, ya..."
"Jadi, Uncle Gavin beneran Daddy Shaka?" Lagi-lagi Shaka memastikan jika yang didengarnya itu tidak salah.
"Iya, ini Daddy Shaka," Gavin pun menangguk seraya menunjuk dirinya sendiri.
"Kenapa baru sekarang Daddy nemuin Shaka, padahal Shaka rindu sekali dengan Daddy."
"Maafkan Daddy, setelah ini Daddy akan terus bersama Shaka dan nggak akan ninggalin Shaka lagi. Daddy janji!" Gavin pun mengarahkan jari kelingkingnya dan Shaka pun menautkan kelingkingnya di jari Daddynya.
'Maafkan aku, ini semua kelalaianku. Aku janji setelah ini akan selalu membersamaimu, Shaka.' Gavin rasanya tak ingin melepas pelukan itu. Serasa damai dan menenangkan hati. Mungkin ini pelukan yang selama ini anak kecil itu inginkan yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya.
Seketika tatapan Shaka ke Gavin berbeda, yang awalnya seperti cuek dan biasa saja kini berubah menjadi tatapan penuh damba. Pertemuan pertama kali waktu makan siang kali itu menjadi awal mereka bertemu hingga akhirnya Shaka mengetahui jika pria yang menghampirinya dulu itu adalah daddynya sendiri.
Seusai makan siang, Gavin mengajak Shaka dan Karina untuk jalan-jalan. Mungkin mereka akan menghabiskan waktu seharian ini. Sampai-sampai Gavin menonaktifkan ponselnya demi tidak ada seorang pun yang mengganggu kebahagiaannya ini.
Sedangkan disana, Toni sedang sibuk mengerjakan pekerjaannya. Niat hati ia ingin menelepon bosnya untuk menanyakan kapan dia akan kembali ke kantor. Sebab ada banyak berkas yang harus disetujui dan Gavin tanda tangani. Namun, saat tahu ponsel Gavin tidak aktif akhirnya Toni pun tak ingin menghubunginya lagi. Biarkan pria itu menikmati kebahagiaan yang baru saja datang itu.
Di Mall, Shaka pun tak lepas dari gendongan Gavin. Ia melingkarkan tangannya ke leher Gavin dengan erat seperti isyarat tak mau turun dari daddynya.
"Shaka, Daddy pasti capek kalau gendong Shaka terus..." Karina memberi pengertian pada Shaka untuk turun dari gendongan Gavin.
Namun, Shaka hanya menggeleng tanda tak mau. "Biarkan, jika bisa akan ku gendong terus dia," timpal Gavin.
'Awas aja kalau tu pinggang encok, Pak. Kayak anak kamu masih bayi aja.' Batin Karina kala Gavin mengatakan jika ia tidak capek. Secara fisik Shaka bisa dibilang berisi.
Mereka bertiga menghabiskan waktu di timezone, Karina menemani kemauan Shaka untuk bermain balap mobil-mobil an dengan Gavin. Dan siapa pemenangnya? Shaka lah yang menang. Sungguh payah daddy Gavin ini.
Seusai mencoba beberapa permainan di timezone, Gavin pun mengajak mereka ke bioskop untuk menonton film. Filmnya sudah pasti kartun, tak mungkin mereka akan menonton film selain kartun jika mengajak anak dibawah umur.
Karina yang hanya membuntuti mereka kemana pun mereka pergi merasa lelah dan ingin rebahan. Sudah seharian ia menemani kedua laki-lakinya itu menghabiskan waktu bersama. Dan sebelum pulang, Gavin mengajak Shaka ke toko mainan untuk membelikan putranya mainan. Karina sempat menolak sebab mainan Shaka dirumah sudah banyak dan banyak yang tak terpakai. Tapi, Gavin kekeuh ingin membelikan Shaka mainan yang bagus lagi.
Jam sudah hampir menunjukkan pukul 19.00 WIB. Mereka pulang setelah beberapa jam menghabiskan waktu untuk bermain bersama.
"Vin, makasih banyak ya udah ngajak aku dan Shaka jalan-jalan," ucap Karina yang sudah turun dari mobil Gavin.
Gavin pun membalasnya dengan senyum manis. "Iya, sama-sama. Aku juga terimakasih kamu udah mau nemenin aku sama Shaka," balas Gavin. Karina membalasnya dengan anggukan.
"Daddy, terimakasih udah beliin Shaka mainan sebanyak ini," bocah itu kegirangan sambil menunjukkan dua paperbag berisi mainan yang ia beli tadi.
Gavin pun menunduk mensejajarkan dirinya dengan anaknya. "Sama-sama, nanti kita main lagi ya," Gavin mengusap lembut rambut Shaka.
"Oke, Daddy!"
"Daddy pulang dulu, besok Daddy antar ke sekolah." Shaka pun mengangguk setuju.
Sebelum Gavin pulang, Gavin dan Shaka tos ala mereka sendiri. Sudah seperti dua sahabat karib.
"Rin, gue pulang dulu," pamit Gavin pada Karina.
"Hati-hati, setelah ini istirahat," ucap Karina.
Setelah ini istirahat. Keceplosan, kenapa Karina sok care ke Gavin.
'Astaga ni mulut.' Karina seketika menepuk mulutnya pelan.
Sedangkan di dalam mobil Gavin sudah senyum-senyum sendiri dibuat salah tingkah oleh Karina. Membuat dirinya selalu terbayang wajah cantik mantan kekasihnya itu.
*haloo, semuanyaa! apa kabar nih? semoga sehat dan bahagia selalu, ya. thank u buat semuanya yang udah dukung cerita ini. jangan lupa berikan dukungannya, like, vote and subscribe. see u in the next chapter!❤️❤️*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments