Sesuai dengan janji yang Karina katakan tadi saat bertemu, Gavin pun mendatangi tempat yang dimaksud Karina jauh sebelum waktu yang mereka tentukan. Gavin khawatir jika Karina yang telah menunggu disana. Sebab, Gavin sudah menawarkan untuk menjemput tapi Karina menolaknya.
Sesampainya disana ia belum mendapati Karina datang, dan ia pun segera memesan meja dan makanan seraya menunggu Karina.
Sampai makanan hampir dingin dan minuman miliknya habis, Karina belum nampak memunculkan keberadaanya. Gavin pun sedikit gelisah, apa ini hanya akal-akal an Karina saja. Atau sengaja ingin mengerjai dirinya.
Hampir 2 jam ia menunggu wanita itu belum datang pula. Gavin pun tak meninggalkan janji itu begitu saja, ia rela bahkan menunggu jika Karina akan datang besok pagi.
"Rupanya pria itu tidak menyerah," batin Karina. Karina sudah datang setengah jam setelah kedatangan Gavin, ia sengaja bertemu dengan temannya di tempat yang tak jauh dari cafe tersebut.
Karina pun berjalan menghampiri Gavin duduk. "Sorry lama," Karina pun duduk.
"Santai," jawab Gavin.
"Gimana?" Gavin pun membuka obrolan mereka yang terasa sedikit canggung rasanya.
Karina mengeluarkan sesuatu dari tasnya, dan menaruh barang itu di meja.
Gavin pun menatap penasaran 2 foto yang disejajarkan oleh Karina di meja itu. Dan Gavin meraih foto itu.
"Rin, that's really?" Gavin merasa dadanya ditimpuk sesuatu kala menatap foto itu dengan jelas.
Dan Karina hanya tersenyum kecil pada Gavin.
"Kenapa kamu menyembunyikan ini dari aku? Tanyanya pada wanita yang duduk di depannya itu.
"Aku mencoba menjalani kehidupanku yang baru, tanpa ada kamu di dalamnya. Aku berusaha mencoba untuk melupakan semua hal tentangmu saat itu juga."
"Dan, mungkin ini saatnya kamu tahu. Aku tidak ingin sesuatu lebih darimu, bahkan meminta pertanggungjawaban mu. Aku hanya ingin Shaka tahu jika kau adalah daddynya, itu saja tidak lebih," jelas Karina. Seketika memorinya kembali memutar kenangan-kenangan bersama Gavin dulu.
"Memang, aku yang egois. Tapi kali ini aku hanya mengatakan yang sejujurnya, putraku selalu merindukanmu setiap saat," Karina menahan air matanya tak jatuh kala mengingat Shaka yang selalu menanyakan keberadaan daddynya.
Berbeda dengan Gavin, justru air mata Gavin sudah luruh di kedua pipinya. Perasaanya yang selalu menerka-nerka untuk meminta jawaban itu kini terjawab sudah. Perasaan kecewa, bersalah dan menyesal kini menghantui dirinya.
"Dimana Shaka?"
"Dirumah bersama Sasha."
"Rin, kalau dulu kamu nggak memutus semua hubungan denganku kamu pasti akan selalu bersamaku. Bahkan jika kita sudah putus dan kamu hamil Shaka aku akan menikahi mu," Gavin menatap lekat manik mata berwarna hazel milik Karina.
"Tapi, aku tidak mau jika kamu menikahi ku hanya karena aku sedang mengandung anakmu. Aku juga tahu aku tak seperti masa lalu mu yang begitu perfect di matamu."
"Bahkan sampai saat ini cuma ada kamu, Rin. Aku yakin suatu saat Tuhan pasti akan mempertemukan kita kembali entah itu kapan."
"Dan mungkin ini jawaban dari Tuhan atas doa-doa ku."
Karina hanya bergumam dalam hatinya sendiri, apakah pria ini serius atau sedang ber drama. Hanya saja ia mendengarkan ocehan pria itu.
"Lupakan saja aku, percayalah Tuhan sudah menyiapkan pasangan yang terbaik untukmu," ucap Karina santai.
"Bagaimana jika pasangan yang Tuhan pilihan kan itu adalah kamu?". Karina hanya membalas pernyataan dari Gavin dengan tertawa, ia tak ingin serius mengambil hati omongan pria di depannya itu.
"Bolehkah aku besok mengantarkan putraku ke sekolah?" pinta Gavin pada Karina.
"Silahkan," jawab Karina.
"Baiklah, besok aku akan menjemputnya."
"Darimana kamu tahu tempat tinggal ku?" Karina penasaran dan akhirnya ia pun bertanya pada Gavin.
"Bukankah kamu tahu jika calon suamimu ini orang hebat?" Ujar Gavin.
'Ck, pd sekali dia. Padahal aku cuma bertanya,' Batin Karina dalam hati.
"Terserahmu saja," Karina meneguk americano di depannya.
Pertemuan singkat malam itu membuat hati Gavin berbunga-bunga. Sepanjang jalan Gavin terus menyunggingkan senyum bahagianya. Sebentar lagi Karina akan kembali ke dalam pelukannya.
Sampai rumah pun Gavin terus memandangi foto yang diberikan oleh Karina tadi. Foto itu sengaja ia minta dan Gavin simpan di dompet. Dua foto itu yakni foto dirinya semasa kecil dan foto Shaka di usia yang sama dengan Gavin semasa kecil dulu. Begitu mirip mereka berdua, bak fotocopy an.
Betapa bahagianya dia besok akan mengantarkan putranya ke sekolah. Bahkan ia sudah memberitahukan Toni bahwa ia akan mengantarkan Shaka besok dan kemungkinan ia datang terlambat.
Namun, di dalam pikirannya masih terbesit rasa bersalah sebab kemana ia selama bertahun-tahun ini sampai Shaka dewasa ia baru mengetahui jika itu adalah putranya dan ia abai akan kehidupan Karina setelah usai dengan dirinya.
Paginya, Gavin sudah bersiap rapi menggunakan pakaian kantor. Ini pertama kalinya ia akan mengantar Shaka ke sekolah.
"Anak gue ganteng banget pasti nurun dari gue," ujarnya seraya berkaca di cermin menyisir rambut.
"Tapi, bini gue juga cantik sih," khayal pria itu.
Selesai bersiap ia segera melajukan mobilnya untuk menuju apartment Karina.
Sesampainya disana ia turun dan menunggu di lobby apartment atas permintaan Karina. Tak menunggu lama akhirnya orang yang ditunggu itu datang juga.
Karina bisa melihat dari kejauhan jika Gavin seperti orang kasmaran yang senyum-senyum sendiri. Namun, dirinya tidak ge er, mungkin ia tersenyum pada Shaka bukan dirinya.
"Mom, itu Uncle yang ketemu Shaka waktu makan siang sama onty Sasha dulu," Shaka menunjuk Gavin yang tengah duduk disana.
"Oh ya? Apakah kamu masih ingat namanya?" Tanya Karina pada Shaka.
"Masih, Mommy. Uncle Gavin namanya," jawab Shaka.
Mereka pun menghampiri Gavin yang tengah menunggunya.
"Selamat pagi, Shaka," sapa Gavin pada anak kecil itu.
"Selamat pagi, Uncle," jawab Shaka ramah.
"Kamu tahu kan dimana sekolah Shaka?" Karina bertanya pada Gavin dan Gavin pun hanya menggeleng.
"Baiklah, akan ku share lokasi nanti ke kamu," Karina mengeluarkan ponselnya untuk mengirim lokasi tersebut pada Gavin.
"Kenapa kamu tidak ikut saja bersamaku, nanti aku antar ke kantormu," pinta Gavin agar ia bisa bersama Karina pula.
"Mungkin kamu sama Shaka aja nggak masalah," Karina menolak halus, jujur ia masih canggung rasanya berhadapan dengan Gavin.
"Ayo lah, sekalian dari pada kamu nyetir sendiri," bujuk Gavin tak menyerah. Akhirnya Karina pun mengangguk setuju.
Gavin pun membuka kan pintu mobil dan mempersilahkan duduk Karina di kursi depan bersama dirinya, dan Shaka di belakang. Disepanjang perjalanan mereka hanya diam seperti sedang perang dingin. Karina ingin membuka obrolan tapi tak tahu harus mengatakan apa. Ia takut dikira sok kenal sok dekat dengan pria itu.
"Uncle temennya Mommy ya?" tiba-tiba dari kursi belakang anak kecil itu bertanya pada mereka berdua.
Karina dan Gavin hanya saling melempar pandang, mereka sendiri juga bingung akan menjelaskan bagaimana. Karina pun berbisik pada Gavin untuk mengatakan sesuatu.
"Nanti siang saja kita bertemu, kita bicara face to face dan akan ku jelaskan pada anak kecil itu," lirih Karina pelan pada Gavin dan Gavin pun mengiyakan permintaan Karina.
"Em, i-iya uncle dekat dengan Mommy," reflek Gavin menjawab sedikit gugup membuat Karina memandang Gavin tak biasa.
Sebenarnya ia bingung akan menjawab apa yang pas. Dan ia hanya jawab asal saja.
Mereka pun sampai di sekolah Shaka dan mengantarkan sampai di depan gerbang.
"Shaka sekolah dulu yang pintar ya," Karina mencium pipi gembul Shaka.
"Salim dulu sini," Gavin mendekat pada Shaka. Shaka pun menuruti dan mendekat ke Gavin untuk bersalaman.
"Uncle nggak cium pipi aku kayak Mommy?" Tanpa aba-aba dari siapapun bocah itu meminta Gavin untuk mencium pipinya.
Gavin pun mencium pipi gembul yang putih itu secara bergantian. "Shaka semangat ya," ucap Gavin.
"Makasih Uncle Gavin," Shaka menampakkan senyum cerianya dan akhirnya ia pun berlari menuju ke dalam sekolah.
Di dalam mobil kini hanya ada Gavin dan Karina seorang, rasanya seperti pertama kali bertemu dengan seseorang yang belum pernah mereka kenal. Keduanya canggung dan gugup untuk sekedar berbicara.
"Nanti siang aku jemput," ucap Gavin. Karina yang fokus bermain ponsel langsung mengalihkan pandangan ke Gavin.
"Tak perlu, aku tau kamu sibuk. Biar aku dan Shaka dijemput Sasha nanti," sambung Karina.
"Aku nggak mau penolakan dengan alasan apapun itu."
Ternyata Gavin masih sama, sikap Gavin yang dingin dan sedikit cuek masih ada. Pria itu tegas, tidak ada yang berani membantah ucapannya jika pria itu sudah menyatakan ucapannya.
*Apa kabar semuanya? Semoga sehat dan bahagia selalu ya. Support terus Gavin dan Karina yuk, dan apakah Karina juga masih punya perasaan lebih ke Gavin? Ikuti ceritanya yukk... Jangan lupa like, komen, dan subscribe yaa!❤️❤️*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments