You Are My Destiny
Ternyata perpisahannya dengan Gavin bukan akhir dari sebuah cerita begitu saja. Karina meninggalkan Gavin juga bukan tanpa alasan, Livy, mantan kekasih Gavin masih saja mengusik mereka selama mereka berpacaran. Dan yang lebih mengejutkan Karina adalah Livy membuat rencana lamaran dengan Gavin. Meskipun Karina sudah mengetahui jika itu adalah berita bohong yang sengaja dibuat Livy untuk menghancurkan hubungan mereka. Gavin pun terus memberikan penjelasan pada Karina jika hanya ada Karina dihatinya dan Gavin juga sudah tak peduli dengan perempuan pengusik itu. Tetap saja Karina ingin mengakhiri hubungan itu demi sebuah ketenangan di hidupnya.
Namun, bukanlah ketenangan yang ia dapat. Justru setelah berakhirnya hubungannya dengan Gavin ternyata Karina tengah mengandung buah hati mereka. Sempat terlintas dipikiran Karina untuk menggugurkan bayi itu tapi ia urungkan. Bagaimana bisa ia membunuh bayi kecil tak bersalah itu. Ditengah berbagai masalah ekonomi keluarga, ujian saat kuliahnya, hingga pekerjaan ia jalani dengan sabar dan lapang dada. Karina yakin saat ini badainya tengah bergemuruh, ia pasti yakin pelangi itu akan datang entah itu kapan.
Diperjuangkan oleh Karina dengan sepenuh hati bayi itu hingga lahir. Perlahan Karina menjalani kehidupannya dengan baik dan mencoba menerima semua yang terjadi di hidupnya meskipun berat dan tak semudah yang dibayangkan.
Gelar sarjana telah ia raih dan di wisudanya bayi kecil itu turut menemaninya. Bayi yang menjadi saksi perjalanan hidupnya hingga kini.
Karir Karina semakin cemerlang, pekerjaan model yang dulu sempat ia tinggalkan kini ia jalani kembali. Hampir setiap hari Karina syuting untuk iklan, model, bahkan project lainnya. Pernah juga ia bolak-balik keluar kota demi pekerjaan itu.
Semakin hari bayi itu tumbuh dewasa dan pintar. Arshaka Kalundra Atmajaya, nama yang Karina sematkan untuk putra kecilnya itu kini sudah masuk Kindergarten.
Bayi itu yang menemani Karina dari memulai merintis karir dari awal hingga kini nama Karina sudah naik dan dikenal publik. Bahkan wajahnya sudah tidak asing di media sosial bahkan periklanan.
"Shaka, ayo tidur sudah malam. Tomorrow first day school, and u must wake up in the morning," perintah Karina kala Shaka masih menonton film kartun kesayangannya di tv.
"Mommy, aku masih ingin melihat itu," tunjuknya pada kartun di tv itu.
"Iya, besok nonton lagi. Mommy besok harus kerja dan Shaka harus berangkat pagi," ujarnya lagi.
Dengan berat hati anak kecil itu mematikan tv nya dan segera beranjak dari sofa untuk pergi ke kamarnya. Karina yang mengetahui jika putranya sedang merajuk segera menyusul ke kamar dan membacakan cerita sebelum tidur.
Tak butuh waktu lama Shaka pun tertidur kala Karina masih membacakan dongeng untuknya. Karina pun menarik selimut Shaka dan beranjak meninggalkan kamar itu untuk tidur pula.
***
Keesokan harinya, Sasha, assisten pribadi sekaligus sahabat karib Karina sudah datang ke apartemennya. Sasha merupakan sahabat Karina sejak awal masuk kuliah.
Karina sudah memasak dan menghidangkannya di meja makan. "Onty Sashaa!" Teriak Shaka dari dalam kamar kala mendapati Sasha sudah ada disana. Memang Sasha sudah 2 minggu ini tidak menemaninya.
Shaka pun menghambur pelukannya ke Sasha. Sasha yang menemani Shaka kala Karina bekerja dan pergi keluar kota. Jadi Sasha lah yang sering menemani Shaka.
"Ayo, kita sarapan dulu. Shaka juga sini..." Karina menunjuk kursi tepat disampingnya untuk Shaka duduk.
Mereka pun makan bersama menikmati sarapan pagi ini dengan iringan canda dan gurauan.
Kini mereka bertiga, Karina, Sasha dan Shaka sedang dalam perjalanan mengantarkan Shaka ke sekolah. Selesai itu Sasha mengantar Karina untuk syuting sebelum Sasha pergi ke Florist milik Karina.
Meskipun hari-hari Karina terbilang padat dan sibuk, namun sebisa mungkin Karina tetap pulang dan quality time bersama putranya. Tak tega rasanya jika ia meninggalkan sendiri walaupun ada Sasha yang menjaganya.
Siang itu Karina mengabari Sasha untuk menjemput Shaka dari sekolahnya, kemungkinan Karina pulang agak malam hari ini karena pekerjaannya belum usai.
"Sha, jemput Shaka, ya. Gue kayanya masih ada meeting hari ini pulang agak malam," sambungan telepon itu sudah terhubung ke Sasha.
"Iya, tenang aja. Take care, Rin," jawab Sasha.
"Thanks, Sha." Dan sambungan telepon itu pun selesai.
Sasha segera menyelesaikan satu rangkaian buket yang ia buat hari ini, sedikit lagi akan selesai. Hari ini banyak pesanan yang masuk dan ia membantu menghandle satu persatu pesanan customer.
"Ci, aku mau jemput Shaka dulu. Rangkaian buket yang aku buat tadi aku taruh sana," tunjuk Sasha di tempat dekat rak bunga pada Cici, karyawan Florist disana.
"Oke, makasih udah bantuin anak-anak juga," sambung Cici.
"Tenang aja," Sasha menepuk pelan bahu Cici lalu ia keluar dari Florist dan segera menjemput Shaka.
Dan seperti biasanya, sudah bisa di duga jika jalanan pada siang hari pasti macet. Meskipun terik matahari serasa menyengat kepala dan kendaraan berlalu-lalang pun tak pernah surut.
"Aduh... Pasti Shaka udah nunggu," gerutu Sasha melihat jam tangan yang ia pakai sudah menunjukkan pukul 12.35 dan Shaka biasanya keluar kelas pukul 12.15.
Setelah melewati kemacetan yang begitu panjang dan ramai ia pun bisa menembus kemacetan itu.
Benar saja, Shaka sudah menunggu di halte depan sekolah itu sendirian. Sasha segera turun dan menghampiri Shaka.
"Maafin Onty, tadi dijalan macet," Sasha menunduk di depan anak kecil yang tengah duduk di kursi halte itu.
"Santai aja, Onty. Shaka tau pasti tadi Onty dijalan macet," Shaka turun dari kursi dan menggandeng tangan Sasha untuk segera masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil Shaka bercerita pada Sasha mengenai pembelajaran hari ini. "Onty..." panggil Shaka pada seseorang yang tengah fokus menyetir itu.
"Iya, kenapa?" Sasha menoleh pada Shaka.
"Tadi aku gambar ini loh," Shaka menunjukkan sebuah gambar pada Sasha, dan Sasha pun sedikit terkejut melihat gambar itu.
"Apa itu, Shaka?" Tanya Sasha seolah-olah tak tahu meskipun ia sudah paham arti dari gambaran Shaka.
"Ini mommy, dan di tengah ini Shaka dan ini daddy. Mommy dan daddy gandengan tangan sama Shaka, Onty," jelas anak kecil itu seraya menunjuk pada gambar dengan raut wajah ceria.
Mendengar hal itu Sasha trenyuh, padahal anak kecil itu hingga kini belum pernah tau dan belum pernah bertemu siapa sosok daddy yang selalu ia rindukan itu. Karina dan Sasha lah yang selalu menerima ocehan Shaka kala Shaka menangis merindukan daddynya.
"Lucu banget gambaran Shaka, pinter banget kamu," puji Sasha pada Shaka meskipun di dalam hatinya terasa sesak membayangkan seorang anak kecil yang haus kasih sayang ayahnya dan ia merasakan hal itu sedari kecil.
Sesampainya di apartment, mereka berdua segera menuju ke lift dan menuju ke apartemennya. Apart Karina berada di kawasan elit dan sedikit akses umum.
"Mau makan siang apa?" tawar Sasha pada anak kecil yang sudah berganti pakaian dan kini menonton kartun di tv itu.
"Nugget aja, Onty," pintanya. Sasha pun segera menggoreng nugget untuk Shaka.
Selepas makan siang Shaka tidur dan Sasha memilih untuk menonton drakor di tv sebab tv sudah tidak digunakan Shaka. Mungkin ia bisa sedikit santai karena Karina pulang malam dan ia tidak memasak makan malam. Biasanya Karina sudah makan dan membawakan mereka makanan dari luar.
Jam sudah menunjukkan hampir pukul 17.00 atau jam 5 sore dan Shaka belum keluar juga dari kamar.
"Shaka... Mandi dulu ya udah sore," ucapnya pelan sedikit mengetuk pintu kamar.
Tak mendapat jawaban pula Sasha pun mencoba membuka pintu itu dan ternyata tidak dikunci. "Shaka..." Sasha melihat sekitar kamar dan tak menemukan anak itu.
"Shaka? where are u?" Sasha sengaja masuk paksa ke kamar kala ia tak mendapati Shaka.
Ia pun berjalan ke arah balkon dan ternyata Shaka berada disana. Shaka sedang melukis disebuah kanvas menggunakan cat air.
"Shaka, ga dengar ya Onty panggil tadi?" Sasha mendekat pada Shaka dan Shaka pun menoleh terkejut.
"Maaf, Shaka nggak denger, Onty," jelas anak kecil itu. Saking fokusnya sampai Shaka tidak mendengar panggilan dari Sasha.
"Mandi dulu, udah sore nanti dilanjutkan lagi gambarnya."
Shaka segera mengemas alat-alat lukisnya setelah Sasha memerintahkan dirinya untuk mandi. Mengasuh anak itu tidak sulit, ia sangat penurut. Yang sulit itu terkadang memahami moodnya yang terkadang diam, sedih, atau menangis karena suatu hal.
Setelah beberes Shaka mandi dan Sasha keluar turun dari kamar Shaka.
Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, namun kedatangan Karina belum ada tanda-tanda pula. Sasha inisiatif untuk melihat Shaka ke kamar, memastikan anak kecil itu sudah tertidur.
Namun, ia melihat dari balkon kamar Shaka masih ada cahaya lampu disana. Berarti anak kecil itu belum tertidur.
"Kenapa belum tidur? Apa nunggu mommy nya pulang?" gumamnya sendiri heran. Biasanya Shaka akan pergi tidur jika sudah merasa lelah dan kantuk.
Ting tong
Tak lama bel itu berbunyi muncul lah Karina dari balik pintu. "Sha, sudah tidur Shaka?" Tanyanya kala melihat Sasha sendirian di ruang keluarga.
"Belum kayaknya, Rin. Aku lihat dari balkon kamarnya lampu masih nyala," terangnya.
Karina berlalu untuk segera membersihkan diri, seharian penuh ia aktivitas tanpa jeda. Mulai dari photo shoot, meeting projek, serta bertemu dengan client.
"Shaka..." Karina menuju kamar Shaka untuk melihat Shaka apakah ia sudah tidur.
"Iya, masuk saja mom pintu tidak dikunci," jawab anak kecil itu dari dalam kamar.
Karina melihat Shaka ternyata Shaka sedang duduk di balkon kamarnya sendirian. "Kenapa belum tidur?" Tanya Karina memastikan.
"Nunggu Mommy."
"Tumben, ayo tidur sudah malam," ajak Karina pada Shaka.
Bukannya berdiri, Shaka justru menyuruh Karina untuk duduk disebelahnya. "Bagus nggak?" Shaka menunjukkan lukisan yang baru saja ia selesaikan tadi.
"Bagus banget, siapa aja ini," tanya Karina penasaran.
"Daddy, Mommy, dan Shaka," anak itu menjelaskan dengan riang.
Karina hanya bisa menarik nafasnya dalam. Sakit, itu yang Karina rasakan saat ini kala menatap lukisan putranya. Begitu menginginkan keluarga yang utuh anak kecil itu. Sampai ia menggambarkan sosok daddy digambar itu padahal anak itu sama sekali belum pernah bertemu.
"Rindu daddy, kapan daddy bisa meluk Shaka?"
Deg.
Belum reda rasa sesak di dadanya kini Shaka justru menanyakan hal itu kembali. Kelu, akankah Karina terus berbohong? Bahkan ia sendiri tak tau pasti kapan putranya akan bertemu daddy nya.
"Shaka pengen dipeluk daddy, Shaka juga pengen sekolah di antar jemput daddy, Shaka pengen kayak teman-teman, mom."
Karina rasanya ingin menangis, tak tahu lagi ia akan menjawab apa untuk putranya. Dulu ia masih bisa berbohong sebab Shaka belum mengerti dan masih kecil. Mungkin saat ini sudah paham sebab makin dewasa dan bertambahnya usia.
"Kapan, Mommy? Shaka iri sama mereka yang bisa kemana-kemana dengan ayahnya," air mata itu lolos juga dari pelupuk mata si kecil.
Karina segera memeluk putranya. Rasa bersalah dan egois menghantui pikirannya. Ia bisa hidup sendiri dengan uang hasil kerja kerasnya, namun apakah ia bisa membeli kebahagiaan dengan uangnya untuk putranya itu? Uang pun tidak bisa menggantikan sosok kasih sayang sekalipun kebahagiaan.
Pelukannya semakin erat, Karina ikut menangis walaupun ia berusaha menahan tetap saja air mata itu luruh kala Shaka menangis.
"Maafin Mommy..." hanya itu yang bisa diucapkan Karina.
Tidak sekali ini Shaka mengadu pada Karina, tak bisa dihitung bahkan saat Shaka mengadu pada Karina kala ia iri teman-temannya bisa setiap hari dengan ayahnya sedangkan ia hanya bisa memandang itu dari kejauhan.
Shaka pun tertidur setelah lelah menangis dalam pelukan Karina. Karina pun mengangkat dan membawanya ke dalam kamar untuk menidurkan anak kecil yang sudah lelah karena menangis itu.
*Jangan lupa dukungannya yap, mom. Thank u udah baca part 1 ini❤️❤️*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments