Pagi harinya Iqbal akan berangkat kerja. Biasa di meja makan sudah ada sarapan untuk dirinya. Dia bersiul semangat berharap menjalani hari ini lebih baik dari hari kemarin.
Tangannya secepat kilat membuka tudung saji di atas meja.
Taraaaa...
Ternyata zonk! alias tidak ada makanan apapun pemirsa. Iqbal berkacak pinggang sebal. Apa sang mama benar-benar berniat genjatan senjata dengan dirinya. Bersamaan itu, kakak perempuan Iqbal keluar dari kamar.
"Oi, kak! Mama mana?"
"udah berangkat"
"Masih jam enam ini hlo, mana ada rapat partai sepagi ini" Maklum, mama Iqbal memang pengurus partai. Sebagai single parents, di usianya yang sudah tidak muda, beliau masih aktif mengurus partai sekaligus usaha toko kain milik keluarga.
"Siapa bilang mama pergi rapat"
"Hla terus? bisa nggak kasih jawaban yang tas tes gitu..." sela Iqbal yang mulai emosi.
"Dih marah-marah!" Kakak perempuan Iqbal malah ngeluyur pergi setelah mengatakan itu. Gimana nggak semakin emosi tuh.
"Woah... anak sama mama kog nggak ada bedanya! sama-sama ngeselin!" yang di teriaki acuh masa bodoh.
Eh, gue kan juga anak mama, ngeselin juga dong gue?
Enggak bisa gini teros, sepulang nanti gue harus bicara sama mama. Masa iya anaknya yang ganteng ini ditelantarkan, nggak di kasih makan. Huh!
****
Iqbal Sadewa memacu motor buntutnya dengan kecepatan sedang. Sebenarnya di rumah ada dua motor lain yang lebih manusiawi, tapi dia lebih suka pakai motor yang satu ini. Misinya yaitu agar lebih terlihat low profile di depan teman-teman satu perusahaan. Kalau dalam bahasa Jawa, sebisa mungkin Iqbal macak kere. Padahal aslinya tabungannya sudah ratusan juta. Sudah seperti itu saja dia masih sering dapat kata-kata mengerikan dari teman-temannya.
"Pinjam dulu seratus! "
Ngeri-ngeri sedap!
Baiklah karena Iqbal paling tidak bisa menahan lapar, dia akhirnya mampir dulu cari makan. Dia berhenti di warung bubur ayam di daerah Pamularsih. Dekat sekolahan SMA kesatrian ada tuh bubur ayam enak.
Disanalah Iqbal, duduk menikmati semangkuk bubur ayam dengan tambahan dua sate ayam dan dua sate telur. Emang boleh semaruk itu?
Bebas ah, penting mampu bayar! balas Iqbal dalam hati.
Bersamaan dengan pipinya yang menggelembung mengunyah telur puyuh, netra matanya menangkap sesosok gadis cantik berseragam SMA.
Matanya, alisnya, hidungnya, bibirnya, cantik!
Masih SMA udah secantik itu, apalagi nanti kalau udah kerja dan punya uang sendiri. Gue berani taruhan kalau dia bakal lebih cantik lagi. Good, adek cantik.
Drrrtttt.... Drrrtttt.....!
Baru memuji gadis lain, ponselnya bergetar.
"Iya sayang, selamat pagi... "
"Jemput kamu nanti? euumm..."
"Iya, iya nanti di jemput deh,"
"Bisa kog bisa, apa sih yang enggak buat kamu"
"Oke, love you... emmuachh-emmuachh!"
Iqbal mengakhiri obrolannya dengan sang pacar. Tidak sengaja dia melihat ke arah gadis SMA tadi. Gadis itu ternyata memesan bubur untuk di bungkus. Makanya dari tadi berdiri di sana.
Wait! Kenapa dia tersenyum gitu?
Perasaan gue aja, atau dia ngasih sinyal ke gue? Woah... gue sadar kog kalau gue ganteng.
Masnya nggak tau malu, bisa-bisanya telponan sama pacar suaranya sekeras itu. Emmuachh-emuachhh?
Hih, alay!
****
Sepulang kerja Iqbal menjemput sang pacar. Pacarnya bernama Leni Putri Prameswari. Dia perawat di salah satu rumah sakit ternama di kota ini. Hubungan mereka berjalan satu tahun belakangan. Sedikit banyak Iqbal sudah memahami karakter sang pacar. Salah satunya yaitu, ngambekan. Sejauh ini Iqbal masih bisa atasi. Toh dia juga enggak yang aneh-aneh. Enggak yang ngambek gara-gara enggak di bikinin candi. Misalnya.
"Makan dulu atau cari keperluan kamu dulu?"
"Beli make up dulu, boleh?"
Iqbal mengangguk dan nurut saja saat kaki mereka melangkah masuk ke dalam toko kosmetik di mall Paragon. Meski perutnya sudah keroncongan kelaparan, Iqbal tahan demi ayang.
Tiga puluh menit berlalu, keranjang kecil yang di tenteng Leni sudah penuh dengan bedak dan kawan-kawan.
"Biar aku yang bayar, sayang"
"Enggak usah, aku bawa uang kog"
"Hmmm... awas! jangan bawel bisa?" Terpaksa Leni mundur.
Iqbal kira cuma habis berapa gitu kan. Wong yang di beli barang mungil-mungil se-upil. Eh ternyata cukup menguras isi dompet. Habis lima ratus ribu sekian coy! Untung tadi sempat ambil uang dulu.
Leni mesam-mesem bahagia. Iqbal Sadewa memang pacar idaman. Tidak pelit dan tidak pernah perhitungan.
"Makasih ya sayang.. "
"Hm... makan yok, laper hampir mati! "
Leni tersenyum cantik. Standar Iqbal nggak kaleng-kaleng. Leni memang sempurna dari ujung kaki sampai ujung kepala. Karena itu Iqbal tergila-gila dan jatuh hati sejak pandangan pertama.
Di sela-sela makan, mereka mengobrol ringan. Jadi ingat semalam saat kumpul bersama sohibnya yang gila, mereka menyarankan Iqbal agar mengenalkan Leni pada mamanya.
Apa gue turuti aja ya nasehat mereka?
"Ekhem... sayang, "
"Iya?"
"Libur kerja besok, main ke rumah yok, mama pengen kenal kamu"
Leni nyaris tersedak. Ajakan Iqbal yang tiba-tiba membuat dia kaget. Selama ini mereka belum pernah mengunjungi rumah masing-masing. Apalagi Leni bukan asli orang sini. Dia aslinya warganya Pak Ridwan Kamil. Cuma kuliah di sini sekaligus dapat kerja di sini.
"Sorry-soryy, minum dulu ta" Iqbal mengulurkan minuman. Dia nggak nyangka Leni bakal sekaget itu.
"Uhuk! hmm! Tiba-tiba banget nggak sih, mas?"
"Maksudnya... aku belum siap kayaknya, nervous aja gitu"
"Main doang kog, nggak kudu yang gimana-gimana,"
Hening. Leni kayak mikir berat banget. Akhirnya sampai di antar pulang ke kos pun, Leni jadi banyak diam. Iqbal berpikir sepanjang jalan. Hatinya sudah mantap pada Leni. Kalaupun harus menikah, tentu saja dia ingin menikah dengan Leni. Tapi kenapa gadisnya malah bersikap seperti itu? Jadi mumet sendiri kan!
Pas mumet-mumet di jalan, kebetulan ada tukang siomay nangkring di tepi jalan. Iqbal melipir beli siomay. Jaga-jaga sampai rumah kelaparan lagi.
"Bang, bungkus tiga ya sepuluh ribuan"
"Siap!" Cekatan kang siomay membungkus pesanan Iqbal.
"Bang, masih nggak?"
Iqbal seketika menoleh karena wangi minyak telon yang berasal dari pembeli yang baru aja datang.
Buset! gadis tadi pagi...
"Eh maap, habis mbak Kiara, tadi nggak WA pesen dulu, biasa juga pesen minta di sisain"
Oh, namanya Kiara... batin Iqbal.
"Yaaaa... baru kepikiran pengen siomay"
Cuma pakai celana training sama kaos oblong aja bisa secantik ini. Damage-nya luar biasa nih bocah!
"Besok lagi mbak Kiara, nih cuma cukup buat pesenan masnya aja"
Kiara menoleh, wajahnya kecewa berat plus nelangsa kayak orang beneran kelaparan.
Iqbal jadi tidak tega.
"Nih, buat kamu sebungkus, ambil!"
Iqbal mengulurkan sebungkus siomay pesanannya. Bukan modus ya, Iqbal diam-diam emang sebaik itu.
Kiara malah sempat bengong. Kayak pernah lihat masnya...
"Ambil!"
"Eh, nggak usah mas, aku beli jajan yang lain aja"
"Udah, ambil aja! Lagian dua bungkus juga cukup kog buat gue"
"Ya udah aku ganti uang aja deh, berapa?" Kiara bersusah payah merogoh kantung celana trainingnya. Entah uangnya keselip di kantung yang kanan atau kiri.
"Nggak usah bocil, uang gue udah banyak, haha... "
Kiara tidak bisa berkata-kata. Semena-mena sekali dia di panggil bocil.
_
_
_
_
Ahhhh.... manis banget mereka 😍
Nb: Iqbal hobi jajan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments