Bab. 5 Menikah

Hari pernikahanku akhirnya tiba, tidak ada pesta, tamu undangan seperti pernikahan lainnya yang pernah aku lihat. Hanya ada benerapa teman dekat, sepupu dan kerabat serta tetangga terdekat yang ikut hadir dan membantu memasak hidangan yang akan dimakan usai acara ijab kabul nanti.

Dikamar aku ditemani sahabat dan dua sepupu anak Bulik Ningrum, Bulik Ririn sudah meminta seorang perias pengantin didesaku untuk merias wajahku. Mereka berulang kali memuji bahwa aku cantik, aku tersenyum tipis saja menanggapi ucapan mereka.

"Ri, perhiasan yang di berikan Mahesa sebagai mahar kata pak penghulu sebaiknya diganti saja" Bulik Ririn masuk dan berbisik pelan kepadaku.

"Memangnya ada masalah ya Bulik?" aku bertanya pelan

"Soalnya tidak ada surat keterangan dari tokonya, jadi nilainya tidak bisa dipastikan. Kalau ada uang saja berapapun asal jelas nilainya" Bulikku menjawab sambil tetap berbisik

Cobaan apalagi ini Gusti, aku diam sambil berfikir harus bagaimana. Tidak mungkin meminta saudaraku untuk menyediakan mahar kan, semua hal tentang pernikahan ini saja semua sudah mereka yang mengusahakan.

"Bulik coba tanya sama ibu, kemarin Mahesa menitipkan uang dua ratus ribu pada beliau. Mungkin masih ada"

"Baik nanti Bulik tanya ya sama ibumu, kamu yang bahagia ya kamu terlihat cantik Ri" Bulik melangkah keluar kamar

Ku pejamkan mata agar airmata yang sedari tadi ku tahan tidak lolos keluar, ayah benar-benar tega tidak datang dihari spesialku. Pikiranku benar-benar tidak karuan, hanya berharap pernikahan ini akan menjadi obat pahit aku dan ibuku kedepan.

"Mbak ayo keluar, sudah dipanggil" sepupuku menggamit lenganku dan berjalan menuntun aku keluar dari kamar.

Setalah duduk disebelah pria yang sekarang sudah sah menjadi suamiku, penghulu mempersilahkan aku mencium tangannya. Dia hanya mengelus kepalaku tanpa mencium keningku seperti yang aku lihat pada acara pernikahan saudara atau teman-temanku

"Ibu restui dan doakan aku dalam menjalani pernikahan ini, semoga bisa menjadi kebahagiaanku, kebahagiaan ibu dan kebahagiaan kita semua" aku terisak saate cium ibu memohon doa restu padanya

"Ibu selalu mendoakanmu nak, jadi istri yang baik dan patuh pada suami. Jaga kehormatan keluarga kalian...." tangis ibu meledak dia tidak sanggup meneruskan kata-katanya, tubuh ringkihnya memelukku erat.

Sesudah acara sungkem meminta doa restu pada semua kerabat, kami duduk ditikar mendengarkan nasihat dadi Pakde Wito.

"Mbak Ri, suamimu ganteng banget ya" bisik Indah anak Bulik Ningrum yang bungsu

Aku melirik Mahesa yang duduk berseberangan disebelah Pakde Wito, selama ini tidak pernah aku memperhatikan ternyata dia memang sangat tampan. Alis tebal, mata tajam dan kulit kuning langsat. Wajahku terasa panas waktu dia menatap dan tersenyum padaku.

"Ehm....malah saling tatap dan aku dicuekin, baru sadar ya punya suami ganteng banget" lagi lagi Indah menggodaku.

"Apaan si kamu Ndah, aku biasa aja kok" jawabku sambil mengalihkan pandangan kearah dapur

"Alah....itu wajahmu kok merah gitu coba, iya kan mbak Intan" Indah masih menggoda dan meminta kakaknya si Intan untuk ikut menggoda

"Iya Ndah, pasti mbak Riana lagi deg-degan itu, secara dikasih senyum manis dari ayang suami" Intan langsung nyerocos menyambar umpan Indah

Untunglah sebelum mereka semakin menggoda aku Bude Titik istri Pakde Wito mempersilahkan semua untuk menikmati makan siang, aku merasa terselamatkan.

Ditengah acara makan dan obrolan santai masuk ke halaman rumah sebuah mobil pribadi berwarna hitam, aku berdebar mungkinkah ayah berubah pikiran dan datang.

"Aduh maaf ya baru bisa datang, soalnya dari kemarin ada tamu dari kota jadi gak enak kalau mau ditinggal" wanita cantik yang ternyata adik kandung ibuku menyalami semua orang yang ada.

"Tidak apa-apa yang penting masih bisa datang memberi doa restu untuk keponakanmu" ibu tersenyum menjawab Bulik Sinta dan mempersilahkan mereka untuk ikut makan siang

"Ri, Bulik g bisa kasih apa-apa ya ini ada kenang-kenangan, semoga bermanfaat buat kamu" Bulik Sinta menyerahkan bungkusan kado kepadaku, dia lalu duduk disebelah kiri ku

"Terimakasih Bulik, kok repot repot mau datang saja Ri sudah senang" aku mencium tangan Bulikku

"Ri, itu suamimu ya ganteng banget. Pantesan aja kamu mau di nikahi tanpa diberi apa-apa, takut yang bening itu disamber orang ya" suara Bulik Santi tidak keras tapi tetap bisa didengar semua yang ada di ruangan ini.

"Iya Bulik, kapan lagi coba mau dapat yang cakep gitu lagi. Makannya Ri gerak cepat" aku berusaha menjawab tenang dan seakan bercanda, padahal hatiku mulai panas

"Tapi ganteng aja gak bikin kenyang Ri, sekarang semua serba butuh uang" bulik masih tetap ngotot tanpa memikirkan perasaanku, ibu dan saudara yang menyarankan pernikahan ini

"Tenang saja Bulik, selama ini kami belum pernah kelaparan kok. Apalagi ada suami gantengku makin awet kenyangku" aku berusaha tertawa

"Tidak apa-apa, uang bisa dicari bersama yang penting saling menyayangi dan mau berusaha bertanggung. Asal tidak merepotkan siapapun bebas saja mau punya suami ganteng atau tidak" Pakde Wito yang mungkin mulai jengah ikut menjawab sebelum Bulik Sinta menjawab perkataan ku

Setelah membereskan semua hal yang ada dirumah para kerabat dan tetangga berpamitan, Pakde, Bude, Ibu dan Mahesa berbincang di dapur. Aku berganti pakaian dan duduk diranjangku sendirian. Semoga pernikahan ini benar-benar menjadi pengobat luka, pahit dan sakit yang selama ini kami rasakan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!