Menegakkan keadilan

Kini jam menunjukkan pukul 01.23 siang, luna dan laras pergi ke kantin kampus untuk makan siang, sementara Alena duduk sendirian di dalam kelas sambil mendengar lagu lewat earpod nya.

"Kamu tidak makan siang?" ujar seseorang sambil berdiri di depan pintu kelas

Alena yang terkejut karena suara itu langsung menoleh ke arah pintu dan mendapati seorang laki-laki dengan kulit putih dan tinggi dengan wajah yang cukup tampan namun sedikit terkesan dingin, Alena tidak menjawab namun hanya menggelengkan kepalanya.

"Kamu sangat pintar di kelas tapi kenapa kamu sangat pendiam?" ujar nya sambil duduk di bangku samping Alena

"Itu bukan tempat duduk mu" ujar Alena

"Aku akan duduk di sini hari ini" ujarnya

"Kenapa?" ujar Alena bingung

"Kamu akan tahu nanti" ujarnya dingin tanpa menatap Alena

Alena yang kesal karena ulah natan hanya bisa diam, sementara natan hanya memainkan ponsel nya sambil menunggu jam masuk untuk kelas berikutnya.

"Sekarang sudah tahu bukan?" ujar natan sambil tersenyum yang membuat Alena terkejut

"umm, tapi jangan tersenyum, itu aneh" ujar Alena

"Baiklah, jadi tugas kelompok akan di kerjakan di rumah siapa?" ujar natan sambil merapikan bukunya

"Di rumah kamu" ujar Alena

"Baiklah, setelah ini kita langsung ke rumahku" ujar natan

"Sekarang?" ujar Alena kaget

"Lalu kapan? Tahun depan?" ujar natan dingin lalu pergi meninggalkan Alena

"Wahh dasar manusia es, tunggu...jika aku ke rumahnya sekarang berarti aku tidak bisa melakukannya, hmmm baiklah akan ku tunda" ujar alena lalu keluar dari dalam kelas

"Alena beri tahu kami bagaimana sikapnya di rumah" ujar laras sambil tersenyum

"Benar, di kampus dia sangat dingin, aku penasaran bagaimana dia di rumah" ujar luna

"Baiklah, aku pergi" ujar Alena sambil melambaikan tangannya lalu meninggalkan laras dan luna di depan gerbang kampus

"Ayo masuk" ujar natan sambil menghentikan mobilnya

"Ayo kamu tahu cara membuka pintu mobil kan?" ujar natan dingin

Alena yang kesal pun hanya menurut, pasalnya itu pertama kalinya dia menaiki mobil orang, namun karena tugas kelompok yang harus mereka berdua kerjakan, Alena terpaksa ikut.

Dalam perjalanan menuju rumah natan, Alena melihat ke arah jendela di mana terdapat sekumpulan preman yang sedang mengganggu anak-anak pemulung, beberapa dari mereka bahkan menggunakan kekerasan.

"Wahh mereka tidak tahu malu" ujar natan lalu menghentikan mobilnya

"Kamu tetap di sini" ujar natan lalu keluar dari mobil

"Dia bisa berkelahi?" guman Alena dalam hati

"Hentikan! kenapa kalian mengambil hak mereka? aku akan melaporkan kalian ke polisi" ujar natan

"Polisi? coba saja, kamu hanya akan kesal" ujar salah seorang preman sambil tertawa

"Benar, polisi selalu memihak kepada pelaku kejahatan bukan korban" ujar alena kesal lalu keluar dari mobil

"Kamu tidak takut? kamu bersama pacarmu yang cantik ini sedang berhadapan dengan preman" ujar preman dengan kumis tebal

"Kenapa kamu keluar? Aku menyuruhmu untuk tetap di dalam!" ujar natan kesal

"Pacar kamu cantik juga, aku akan melepaskan anak-anak ini tapi sebagai gantinya aku akan mengambil pacarmu" ujar sang preman sambil mendorong anak-anak itu

"Jangan melewati batas!" ujar natan lalu menarik tangan Alena

"Tidak! Aku tidak bisa membantu natan saat ini, jika aku membantu nya dia bisa mengetahui semua tentangku" guman Alena dalam hati

"Hei jika kamu takut jangan ikut campur" ujar preman itu sambil tertawa

"Beri dia pelajaran" ujar preman berkumis

Natan langsung mendorong Alena ke belakang sementara natan akan melawan para preman, Alena terjatuh namun tidak terluka, natan berhasil mengalahkan satu preman dengan satu kali pukulan di hidungnya.

"Argh.. Sial tulang hidungku patah" ujarnya sambil menjerit kesakitan

Bruk

Satu tendangan mengenai natan, dia terjatuh tepat di depan mobil, sang preman pun langsung menarik rambut natan namun dengan sigap natan membalikkan keadaan, dia membuat sang preman berteriak kesakitan saat tangannya di putar ke belakang.

Di saat natan sibuk melawan preman, Tiba-tiba satu preman yang tersisa berdiri di belakang Alena lalu memukul kepala Alena dengan kayu, Alena pun jatuh tersungkur, saat alena terjatuh natan langsung melihat ke arahnya, sementara preman yang memukul Alena langsung melarikan diri.

"Alena, bangun...arghh sial" ujar natan frustasi karena tidak bisa melindungi alena

"Untung saja lukanya tidak besar jadi pendarahan hanya sedikit" ujar natan sambil menatap kepala Alena

"Bertahanlah, aku akan mengobati mu di rumah" ujar natan lalu menghidupkan mesin mobilnya

Natan menyetir dengan kecepatan yang cukup tinggi, sesekali dia melirik ke arah alena. Mobil natan kini memasuki garasi rumahnya.

Natan langsung turun lalu membuka pintu rumah nya, setelah itu dia kembali ke mobil dan menggendong Alena yang sedang pingsan. Setelah merebahkan tubuh Alena di atas kasur, natan mengambil alkohol dari kotak P3K.

"Tahanlah ini akan sedikit sakit" ujar natan sambil mulai membersihkan lumuran darah di kepala Alena

Setelah lukanya bersih natan langsung melilitkan kain kasa,baru saja akan mengikat talinya tiba-tiba Alena membuka matanya.

"Tunggu sebentar, aku akan mengikatnya terlebih dahulu" ujar natan lalu mengikat kain kasa

Alena tidak menjawab, ia terus menatap natan tanpa berkedip, bukan karena Alena menyukai nya tapi posisi mereka yang terlalu dekat bahkan Alena bisa merasakan deru nafas Natan.

"Selesai, bagaimana apakah masih sakit? " ujar Natan lalu menatap Alena dengan lekat

"Apa ini? Aku bahkan tidak bisa membuka mulut karena gugup" guman alena dalam hati

"Aku sudah memberi obat setelah membersihkan nya jadi kamu tidak perlu khawatir" ujarnya sambil tersenyum

"ummm" ujar Alena lalu mendorong dada Natan karena jarak mereka yang sangat dekat

Natan yang terkejut langsung menatap Alena bingung namun pada detik berikut nya dia tersenyum lagi lalu menatap Alena dalam.

"Apa aku terlalu dekat?" ujar Natan

Alena yang kaget mendengar pertanyaan frontal Natan hanya terdiam sambil memalingkan wajahnya karena malu.

"Sangat imut" ujar Natan sambil terkekeh lalu keluar dari kamarnya

"Ada apa dengannya? Kenapa dia sangat berbeda saat di rumah?" guman Alena dalam hati

Langit terlihat gelap, tapi hari masih sore pertanda akan turun hujan, Alena tengah berdiri di balkon rumah Natan, sementara pemilik rumah sedang sibuk menyiapkan makanan untuk di makan.

"Rumahnya sangat besar, tapi dia hanya tinggal sendiri" guman Alena dalam hati

"Alena ayo makan" ujar Natan

"Umm" ujar alena singkat lalu mengikuti Natan dari belakang

"Kenapa kamu tinggal sendiri?" ujar Alena membuka obrolan

"Sudah ku duga kamu akan bertanya,...kedua orang tua ku sudah meninggal sejak aku berusia 5 tahun karena sebuah kecelakaan" ujar Natan

"Maaf aku tidak bermaksud" ujar Alena

"Hmm sejak itu aku tinggal bersama pengasuh ku, tapi setelah aku lulus SMA dia berhenti bekerja di sini karena anaknya sedang sakit di kampung jadi dia kembali ke sana" ujar Natan

"Itu pasti sangat berat" guman Alena dalam hati

"Tapi sampai sekarang kasus kecelakaan kedua orang tuaku tidak pernah di selidiki oleh pihak berwenang, mereka hanya mengatakan itu sebuah kecelakaan padahal dengan jelas kecelakaan itu seperti di rencakan oleh seseorang" ujar natan

"Di rencanakan?" ujar Alena kaget

"Mobil ayahku masih sangat baru dan pasti semua mesin nya beroperasi dengan baik tapi remnya tidak berfungsi pada saat mereka pergi ke luar kota" ujarnya

"Lalu ada yang kamu curigai sekarang?" ujar Alena mencoba memancing

"Paman, pamanku sangat iri dengan kesuksesan ayahku bahkan sudah beberapa kali dia ingin mencelakai ayahku" ujar natan

"Lalu di mana pamanmu?" ujar Alena

"Kamu pasti mengenalnya, dia adalah donatur utama kampus kita, jangan salah dia menjadi donatur bukan karena sukarela tapi itu di jadikan sebagai batu loncatan" ujar natan

"Jika saja hukum itu adil, dia pasti sudah menerima hukuman nya" ujar natan lalu melanjutkan makannya

"Benar, tapi sekarang pelaku yang memiliki koneksi dan kekuasaan sangat sulit untuk di tangani, mereka seperti membuat hukum itu di ciptakan untuk melindungi pelaku bukan korban" ujar Alena

"Kamu benar, aku harap ada seseorang yang bisa menegakkan keadilan itu" ujar natan spontan yang membuat Alena berhenti mengunyah makanannya

Kini jam menunjukkan pukul 07.30 malam, natan baru saja kembali setelah mengantar Alena pulang, di dalam kamarnya Alena menatap langit-langit kamar sambil berpikir.

"Seseorang yang menegakkan keadilan"....

" Tunggu, bukankah itu seperti main hukum sendiri?" ujar alena lalu bangun

"Baiklah, misi baru muncul" ujar alena sambil tersenyum lalu berjalan menuju meja belajarnya

Alena membuka laptop nya lalu mencari identitas dari paman natan, tersangka pertama dalam kasus kecelakaan kedua orang tua natan.

"Wahh dia cukup kaya dan memiliki jabatan yang tinggi" ujar alena saat membaca isi artikel

Setelah membaca semua artikel itu Alena mengambil ponsel nya lalu memotret wajah paman natan, Orion Karl.

"Orion Karl, usia 45 tahun walikota dan CEO teladan, bersiap lah menuju neraka" ujar Alena sambil menunjukkan senyum iblisnya

Setelah mengambil gambar Orion, Alena pun bersiap untuk menjalankan aksinya, ia memakai hoodie berwarna hitam, celana panjang hitam dan kasu tangan, Alena tidak pernah menutup wajahnya saat beraksi, ia sengaja untuk mengecoh targetnya.

"arghh... kenapa harus hujan sekarang" gerutu Alena

"aku harus menunda lagi karena hujan" ujar alena lemas

Alena pun kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur tanpa mengganti pakaian nya, alena meraih ponsel lalu melihat pesan dari kedua sahabat nya.

"mereka hanya menanyakan hal yang tidak penting" ujar Alena lalu mematikan ponsel nya dan bersiap tidur

Terpopuler

Comments

ig: pocipan_pocipan

ig: pocipan_pocipan

Semangat kKa

2024-01-14

0

Mamimi Samejima

Mamimi Samejima

Duh, sakit banget hatiku. Terharu banget sama author!

2023-11-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!