...----------------...
"Hah? Apa?" Lilis tersentak dengan kedua mata terbelalak. Pandangannya langsung beralih pada Wahyu. Kemudian ekor matanya melirik Liam dengan ragu. Jantungnya pun berdebar tak menentu. Rasanya seperti hendak meledak dan melebur jadi abu. Namun, Lilis tidak memungkiri jika dirinya benar-benar terharu.
"Ya, saya ke sini mau melamar kamu," pungkas Liam ikut menimpali.
"Tapi ... kenapa mendadak gini?"
"Kenapa? Kamu nggak suka aku?" tuding Liam.
"Nggak gitu. Tapi ...." Lilis mematung. Perempuan itu bingung harus mengatakan apa. Dirinya memang menyukai Liam semenjak insiden kecelakaan di kolam renang waktu itu. Namun, Lilis tentu malu untuk berkata jujur kepada Liam. Apalagi ini adalah kedua kalinya mereka bertemu. Lilis sering mendengar cerita tentang Liam dari kakeknya, tetapi ia tidak menyangka Liam akan langsung melamarnya.
"Bukannya kamu juga suka sama dia, Lis? Dia itu cucunya teman kakek. Kakek setuju," celetuk Wahyu yang membuat wajah Lilis memerah seketika.
"Ih, Kakek. Jangan bikin malu Lilis, atuh!" sanggah Lilis dengan logat daerahnya. Wahyu pun tertawa pelan melihat cucunya kelabakan seperti salah tingkah. Tingkah itu belum pernah dilihatnya selama ini karena Lilis selalu mengurung diri.
"Sepertinya cucu Anda juga setuju. Jadi, apa kami bisa menikah minggu depan?"
"Eh? Tunggu dulu! Minggu depan gimana?" Lilis tersentak lagi. Lamaran Liam begitu mendadak baginya. Seperti sedang transaksi jual beli saja. Namun, entah kenapa hatinya sangatlah bahagia. Seperti ribuan bunga bermekaran di sana.
"Iya, aku tidak bisa menunggu lama. Minggu depan kita akan menikah. Aku bukan tipe orang yang suka berpacaran," kata Liam.
"Kakek juga setuju. Kakek dan kakeknya Liam sudah lama saling kenal. Kakek yakin jika Liam adalah orang yang tepat untuk kamu," timpal Wahyu.
Lilis memasang senyuman tipis. Keningnya mengernyit kebingungan. Walaupun hatinya bahagia, tetap saja ada rasa yang mengganggu pikirannya. Namun, rasa itu teralihkan karena perasaannya cinta Lilis terhadap Liam. Dia pun hanya bisa menganggukkan kepalanya.
"Baiklah. Lilis nurut sama Kakek aja," katanya.
****
Hari berganti tanpa terasa. Seminggu sudah dilalui untuk mempersiapkan resepsi pernikahan. Namun, setiap detik yang dilalui Lilis seakan begitu bermakna. Perempuan itu selalu berdebar di detik-detik menjelang hari pernikahannya. Lilis tidak pernah menyangka jika sebentar lagi statusnya akan berubah. Yakni, menjadi istri dari Liam Putra Pranaja. Hari ini, sudah waktunya Lilis menikah.
"Kamu sangat cantik seperti ibumu, Nak," ujar Wahyu ketika Lilis sudah selesai berdandan ala mempelai pengantin wanita.
Lilis begitu anggun dan cantik dalam balutan kebaya putih yang dipadukan dengan batik songket berwarna keemasan. Walaupun dengan riasan sederhana, Lilis sudah tampil memesona. Aura yang terpancar dari wajah gadis desa itu begitu menenangkan dan enak dipandang. Bentuk tubuh yang aduhai laksana pahatan sempurna sebuah mahakarya. Sungguh, Lilis adalah salah satu makhluk terindah dari ciptaan Tuhan Yang Maha Sempurna.
"Hatur nuhun, Kek. Walaupun Lilis lupa wajah ibu kandung Lilis, tapi Lilis bersyukur karena ibu udah nurunin kecantikannya buat Lilis. Lilis seneng banget hari ini," ucap Lilis sambil tersenyum.
Wahyu mendekap cucu satu-satunya itu. "Kakek juga senang. Akhirnya kamu mau lebih terbuka dengan kakek. Ke depannya, kakek harap kamu bisa mengandalkan kakek dalam hal apa pun, ya," ucapnya sambil mengusap punggung cucunya. Lilis mengangguk lalu melerai pelukan mereka.
"Ayo, kita udah ditunggu!" ajak Wahyu. Lilis mengangguk lagi. Kemudian, mereka berdua pun berjalan beriringan menuju tempat pernikahan.
Pernikahan itu diadakan secara sederhana karena Lilis yang memintanya. Hanya dirayakan di rumah besar Wahyu Kalingga. Hal itu menjadi keuntungan bagi Liam. Pasalnya, dia belum siap untuk mengumumkan pernikahannya ke khalayak ramai. Untuk sekarang, cukup keluarga dan kerabat saja yang datang.
Waktu berputar tak bisa berhenti. Detik demi detik tanpa terasa terlampaui. Satu per satu ritual acara pernikahan telah dijalani. Hingga akhirnya Liam dan Lilis sudah resmi menjadi suami istri.
Liam tak menunjukkan rasa gugup sedikit pun ketika melafalkan ijab kabul. Mungkin karena ia tak mempunyai perasaan apa-apa terhadap Lilis sehingga Liam seolah tidak peduli akan pernikahannya itu.
Acara pernikahan itu selesai saat petang menjelang. Kala itu awan kelabu menghalangi indahnya langit jingga di tempat matahari tenggelam. Tak lama rinai hujan pun turun menambah rasa dingin di waktu malam.
Seperti sudah direncanakan, Lilis merasa alam pun mendukung pernikahannya dengan Liam. Perempuan yang beberapa jam yang lalu sudah menyandang gelar Ny. Liam, kini sedang tersenyum seorang diri sambil menatap hujan.
"Boleh aku masuk?" Suara Liam membuat Lilis terlonjak. Kepalanya menoleh pada Liam yang tengah berdiri di ambang kamarnya.
"Boleh, atuh. Mulai sekarang ini jadi kamar kita berdua," jawab Lilis sedikit malu. Pipinya pun tersipu berwarna kemerahan seperti buah jambu.
Liam tersenyum hambar mendengar kata 'kita' yang terlontar dari mulut istrinya. Terasa aneh terdengar di telinga. Tak mau membahasnya, ia pun segera menyeret kakinya memasuki kamar tersebut.
"Kamu sedang apa berdiri di situ?" tanya Liam yang merasa heran karena istrinya terus berdiri di dekat jendela sambil menatap ke luar. Sekaligus mengalihkan rasa canggungnya ketika berduaan dalam satu kamar.
"Tadi Lilis lagi lihatin hujan. Oh, iya ...." Ucapan Lilis terjeda ketika mengingat sesuatu. Kemudian Lilis berjalan menjadi suaminya yang sudah duduk di tepi tempat tidur. Berdiri di hadapan suaminya sambil menatap wajah Liam dengan lekat dan serius.
"Ada apa?" tanya Liam sambil bersikap waspada. Sikap Lilis terlihat seperti hendak menerkamnya.
"Lilis teh harus panggil kamu apa? Aa, Akang, Ayang, apa Bebeb?" tanya Lilis dengan wajah datar.
"Hah?" Liam mengernyitkan keningnya. Bibirnya sedikit ternganga saking tidak menyangka jika pertanyaan itu yang akan terlontar dari mulut istrinya.
"Kita, kan, sudah menikah. Nggak mungkin Lilis teh panggil kamu dengan nama aja. Harus pake panggilan sayang, atuh," lanjut Lilis lagi sambil mencondongkan tubuhnya mendekati Liam. Hal itu membuat Liam sedikit menghindar.
"Terserah kamu aja mau panggil aku apa. Oke!" Liam merasa risih berada sedekat itu dengan Lilis. Sepertinya Lilis sudah mulai menunjukkan sikap aslinya.
"Ah, oke, atuh. Lilis panggil Ay aja, ya. Panggilan itu mengingatkan Lilis pada seseorang yang terpaksa Lilis tinggal di desa."
"Ya, terserah. Eh, tapi siapa seseorang itu? Pacar kamu?" tanya Liam penasaran juga.
"Bukan, itu ayam Lilis. Lilis sering panggil dia dengan panggilan Ay ay. Lilis sayang banget sama dia, sama seperti Lilis sayang sama kamu," ujar Lilis sambil tersipu.
Liam tentu termangu. Ternyata dirinya disamakan dengan ayam peliharaan istrinya itu. Namun, Liam tidak peduli. Yang penting pernikahannya sudah terjadi. Itu artinya, perusahaannya akan segera bangkit kembali.
...----------------...
...To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Sulastri
lanjut 💪👍👍👍🫶🤭🤭🤭
2023-11-16
1
fhittriya nurunaja
lanjut 💪💪💪
2023-11-16
0
angie widya
what ?
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
ayyyy am
2023-11-15
1