...----------------...
Tubuh Liam sontak kaku dan pikirannya pun ikut buntu. Pasalnya, menikah adalah hal yang paling dia takuti selama ini. Bahkan lelaki itu pernah berpikir dalam hidupnya untuk tidak akan pernah menjalin hubungan suami istri.
Liam mempunyai kesan yang buruk tentang pernikahan karena kisah pernikahan orang tuanya yang berakhir cerai. Liam dilema. Namun, jika syarat yang diajukan oleh Wahyu tak dia lakukan, bagaimana nasib perusahaannya yang sedang di ambang kehancuran dan puluhan karyawan yang terancam jadi pengangguran?
"Apa ada alasan, kenapa saya yang terpilih untuk menikahi cucu Anda?" tanya Liam sebelum mengambil keputusan.
"Karena cucu saya menyukai kamu. Apa kamu ingat tentang insiden kolam renang yang terjadi ketika kamu hadir di acara ulang tahun saya sebulan yang lalu?" Liam menganggukkan kepalanya. Dia ingat betul karena waktu itu dia menolong seorang gadis yang tidak sengaja tercebur di kolam renang milik tuan besar di hadapannya itu.
"Gadis yang kamu tolong itu adalah cucu saya," aku Wahyu yang membuat Liam mengernyit tidak percaya. Bagaimana bisa seorang cucu konglomerat tidak bisa berenang padahal di rumah besar itu ada fasilitas kolam renangnya?
"Dia menyukaimu semenjak itu. Dan saya hanya berusaha untuk membuatnya bahagia dengan menikahkan dia dengan laki-laki yang dia suka." Wahyu melanjutkan kata-katanya sebelum Liam berkomentar.
"Apa dia yang meminta kakek untuk melamar saya?" tanya Liam lagi.
Wahyu menggeleng lalu berkata, "Tidak sama sekali. Saya hanya melihat dari sorot matanya yang berbinar cerah tiap kali sedang menceritakan kamu yang menolongnya malam itu."
Liam terpaku, ia benar-benar tidak paham dengan pemikiran kakek tua itu. Tanpa bertanya pada cucunya sendiri, lelaki itu langsung mengambil keputusan yang sangat besar seperti itu. Bagi Liam, pernikahan bukanlah ajang untuk mencari kebahagiaan. Justru pernikahan adalah awal dari kehancuran.
"Jadi, cucu Anda sendiri tidak tahu? Bagaimana kalau dia tidak setuju?" cecar Liam.
"Dia pasti setuju. Asalkan kamu tidak mengatakan jika saya yang meminta kamu menikahi dia."
Liam mematung sembari berpikir. Sorot matanya tersirat banyak pertanyaan. Bagai simalakama, Liam terdesak karena keadaan. Namun, lelaki itu ragu untuk secepat itu mengambil keputusan.
"Tujuan kita sama. Kita sama-sama ingin membahagiakan orang lain dengan kesepakatan ini. Kamu bisa membahagiakan karyawanmu dengan menyelamatkan perusahaan, dan saya bisa membahagiakan cucu saya yang belum lama saya temukan," tutur Wahyu lagi.
"Belum lama ditemukan?" Liam mengulang perkataan ambigu yang terlontar dari bibir Wahyu.
"Ya, dia baru saya temukan dua bulan yang lalu pasca kecelakaan yang menimpanya 15 tahun yang lalu. Saat itu usianya masih sekitar lima tahunan. Kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan itu, sedangkan dia menghilang seperti ditelan bumi. Pencariannya tidak pernah dihentikan karena saya yakin cucu saya masih hidup.
"Ternyata harapan saya membuahkan hasil, dia diselamatkan oleh penduduk desa yang baik hati. Mereka merawatnya seperti pada anaknya sendiri. Mereka juga memberikan nama baru untuk cucu saya. Lilis adalah nama yang diberikan oleh mereka karena insiden itu melenyapkan ingatannya yang masih balita. Nama aslinya adalah Kiara, tetapi dia sudah terbiasa dipanggil Lilis dan menolak nama itu. Selama ini Lilis mungkin terbiasa dengan hidupnya yang sederhana, sehingga dia selalu menolak pemberian dan fasilitas yang saya berikan untuknya.
"Kata orang tua angkatnya, Lilis adalah anak periang dan ceria, tapi selama dia tinggal bersama saya dia hampir tak pernah menunjukkan raut ceria sedikit pun. Bahkan sangat jarang saya melihatnya tersenyum. Dia memperlakukan saya seperti orang asing," tutur Wahyu panjang lebar menceritakan tentang kisah cucunya tersebut. Ia menghentikan ceritanya sekadar untuk menarik napas panjang lalu mengeluarkannya perlahan.
Liam masih diam, mencoba mencerna kalimat panjang yang dilontarkan oleh Wahyu. Lelaki itu juga masih menunggu, jika saja Wahyu masih ingin melanjutkan ceritanya. Liam seolah bisa membacanya dari mimik wajah lelaki tua itu yang masih ingin melanjutkan ceritanya.
"Saya tidak mau membuat dia tertekan ketika tinggal bersama saya. Namun, bagaimanapun dia itu cucu saya. Saya tidak mungkin membiarkan dia tinggal di desa. Lalu untuk pertama kalinya saya melihat aura kebahagiaan terpancar dari wajahnya setelah insiden tercebur malam itu. Dia pertama kali menunjukkan senyuman manisnya ketika saya menceritakan tentang kamu yang menolongnya waktu itu.
"Dari situ saya tahu bahwa dia menyukaimu dan saya mulai mencari tahu tentang kamu. Ternyata kamu adalah cucu dari teman lama saya. Jadi, sepertinya kamu bisa diandalkan untuk menjaga Lilis. Saya pikir hanya ini yang bisa saya lakukan untuk membuat dia bahagia. Saya harap kamu mau menikahi cucu saya," lanjut Wahyu.
"Bagaimana kalau saya tidak bisa membahagiakan cucu Anda? Sepertinya saya tidak sebaik yang Anda kira." Liam menyanggah pernyataan Wahyu. Dia ragu akan bisa membahagiakan Lilis karena rasa takutnya pada ikatan pernikahan itu.
"Biarkan cucu saya yang menentukannya. Jika dia menerima kamu apa adanya, saya yakin dia merasa bahagia."
Jika seperti itu, Liam hanya bisa diam. Entah seperti apa sikap Lilis yang katanya menyukai dirinya itu. Apakah perempuan itu bisa bertahan hidup di dalam pernikahan yang mungkin tidak akan ada cinta darinya? Ah ... sudahlah. Jika memang suatu saat perempuan itu memilih untuk pergi, tidak jadi masalah bagi Liam. Yang penting sekarang adalah perusahaannya bisa terselamatkan.
Bagi Liam, pernikahan tidak perlu adanya cinta. Pernikahannya mungkin berguna untuk dijadikan penyokong bisnis semata. Kisah pernikahan orang tuanya yang berantakan, juga beberapa orang terdekatnya juga demikian. Perselingkuhan, pertengkaran, dan kekerasan dalam rumah tangga membuatnya enggan merajut asa dan membina rumah tangga yang sebenarnya.
"Tidak ada yang namanya cinta sejati di dunia ini. Kalaupun ada, seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami," batin Liam.
Kemudian lelaki itu menghela napas panjang lalu mengeluarkannya perlahan seolah menampung banyak keyakinan dalam hatinya.
"Oke. Saya setuju dengan syarat Anda, Kek. Kapan kami bisa menikah?" ucap Liam akhirnya setuju. Dia juga tidak mau menunda-nunda waktu.
"Untuk itu saya harus bertanya pada Lilis dahulu. Sebentar, saya akan panggil dia." Wahyu pun memanggil asisten rumah tangganya lalu menyuruhnya untuk menjemput Lilis dari kamarnya.
Beberapa menit menunggu, gadis yang mereka ceritakan pun turun dari lantai atas rumah itu. Ketika kedua netranya menangkap sosok Liam, pancaran kemilau cinta langsung menyorot pada sosok tampan yang wajahnya terekam dalam kelopak mata indahnya. Kakinya menapaki undakan anak tangga dengan pelan. Perempuan itu ingin menikmati dengan perlahan, keindahan ciptaan Tuhan yang tidak bisa terbantahkan.
"Sini, Sayang! Ini Liam yang sering Kakek ceritakan itu."
Lilis tak menjawab. Kedua mata Lilis masih tertuju pada wajah Liam. Sejenak pandangan mereka pun terkunci. Namun, tatapan Liam langsung teralihkan karena lelaki itu masih menutup hati. Tak bisa dipungkiri, selama sepersekian detik, sepertinya Liam merasa sedikit tertarik.
"Dia ke sini mau melamar kamu, Nak. Kamu mau?"
...----------------...
Next 👉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Kalo begitu harusnya kakek Wahyu jangan pisahkan Lilis dengan keluarga angkatnya,Karena dia sudah terbiasa dgn mereka..
Mampir thor 🙋
2025-02-02
0
angie widya
ci aki playing victim neehh
2023-11-15
1