Di dalam perjalanan, Beatrice memberitahu Nevan akan kemampuan hebat yang dimiliki Alice. Saat duduk di bangku sekolah, Alice memiliki ingatan jenius akan setiap hal yang ia lihat atau temui. Sekalipun sebuah jarum yang menempel pada baju ia akan mengetahuinya. Itu kenapa perdana menteri mengirimnya ke luar negeri supaya tidak ada orang yang tahu akan kemampuannya itu.
"Apa kau juga memilikinya?" tanya Nevan.
"Tidak, keahlianku adalah dalam bela diri dan tembak menembak. Ayahku memasukkan ku ke sekolah militer di Amerika. Dua tahun yang lalu, aku baru saja dinobatkan sebagai angkatan militer wanita terbaik di Amerika."
"Jadi kau ini seorang anggota militer?"
"Ya, tapi kemampuanku tidak bisa mengalahkan kemampuan hebat yang dimiliki adikku "
"Kenapa harus membanding-bandingkan dirimu dengan adikmu? Bukankah setiap orang memiliki kemampuannya masing-masing?"
"Ya,, kau benar."
***
Saat tiba di bandara, Beatrice mengerahkan semua timnya untuk berjaga-jaga. Keberangkatan pesawat lima belas menit lagi. Mereka semua menunggu di luar. Nevan melihat ke sekeliling. Dia merasa ada orang yang terus mengawasinya.
"Jangan khawatir, mereka semua adalah timku." ucap Beatrice.
Tiba-tiba Alice tertuju ke arah yang lain. Dia melihat seorang pria yang sedang duduk sambil membaca koran. Ia terus memperhatikan orang itu.
"Ada sesuatu yang lain, kak." ucap Alice.
"Apa itu?"
"Di sebelah kanan kita, seorang pria dengan jas coklat, dan topi hitamnya sedang memperhatikan kita."
"Dari mana kau tahu, nak?" tanya Helga yang juga melihat ke arah pria itu.
"Kaca mata yang ia kenakan sudah terpasang alat canggih untuk mendeteksi keadaan di tempat ini. Walau dia sedang membaca koran, tapi lirikan matanya itu terus mengarah pada kita."
Beatrice mengerahkan timnya untuk tetap waspada jika sewaktu-waktu keadaan buruk terjadi.
"Bukan hanya itu, kak. Di dekat tangga jalan, seorang pria dengan kaos putih dan celana jeans-nya, sepertinya dia adalah rekan dari pria itu."
"Apa maksudmu pria yang sedang membawa minuman?" tanya Nevan.
"Bukan sekedar minuman, tapi ada peluru di dalamnya. Dia membuatnya terlihat seperti es batu, padahal bukan."
Tidak sampai disitu, Alice melihat seorang perempuan yang sedang berjalan membawa minuman ke dekat pria tadi. Dia meminta kakaknya untuk segera memeriksa perempuan itu. Saat digeledah ternyata benar perempuan itu menyembunyikan sebuah pistol di bawah baki minumannya. Alice meminta Helga dan Nevan untuk segera masuk ke dalam pesawat karena tidak lama lagi sepertinya akan terjadi kekacauan di bandara.
Seorang perempuan baru saja mengumumkan akan keberangkatan pesawat menuju Melbourne. Saat mereka melangkah masuk, tiba-tiba pria tadi bangun dan mengeluarkan pistol.
"Awas nona!" teriak Nevan menyelamatkan Alice.
Dor!!!
"Alice!!!" teriak Beatrice. "Apa dia tidak apa-apa?"
"Aku akan menjaganya, nona." jawab Nevan.
Beatrice meminta timnya untuk menghalau tembakan. Dia akan membawa Helga masuk lebih dulu.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Nevan.
Alice terdiam. Dia menutup kupingnya rapat-rapat. Sepertinya trauma itu kembali muncul saat mendengar suara tembakan. Tidak lama Beatrice datang dan menolong mereka.
"Berjalanlah lebih dulu! Aku akan menjagamu dari belakang."
Dengan susah payah, akhirnya mereka selamat sampai masuk ke dalam pesawat. Seorang pramugari meminta semua penumpang untuk mengenakan sabuk pengaman karena sebentar lagi pesawat akan lepas landas. Beatrice mendapati tangan adiknya yang dingin dan gemetar.
"Semua sudah aman, kita baik-baik saja. Tidak ada satupun yang kau terluka. Tenanglah!" ucap Beatrice.
Alice memeluk kakaknya erat. "Aku sangat merindukan ayah dan ibu, kak.." Beatrice tidak bisa menahan air matanya. Tapi walau bagaimanapun dia harus tetap kuat dengan keadaan ini. "Aku juga merindukan mereka," jawab Beatrice.
Pesawat menuju Melbourne akhirnya lepas landas. Alice mulai memejamkan matanya. Ia memegang tangan kakaknya dengan sangat kuat.
"Boleh aku bertanya, nona?"
"Silahkan bi!"
"Kemampuan apa yang sebenarnya dimiliki adikmu sampai aku sendiri tadi sulit untuk mempercayainya? Dia seperti bisa melihat hal kecil secar detail."
"Entahlah, tapi yang pasti kemampuannya itu sudah melekat sejak ia duduk di bangku sekolah. Terkadang aku juga bingung harus mengatakan apa, tapi ya mau bagaimana lagi itu adalah kemampuan hebat yang dimiliki adikku."
***
Di satu sisi, bos baru saja menerima informasi tentang penembakan yang terjadi di bandara pagi ini. Ia langsung menghubungi anak buahnya yang bernama Lucas.
"Halo, kau dimana sekarang?"
"Aku sedang dalam perjalanan menuju bandara,"
"Baguslah, cari tahu apa yang sebenarnya terjadi."
Tidak berselang lama, bos menerima telepon dari Tristan. Dia adalah mata-mata yang ditugaskan untuk mengawasi Alice.
"Ada apa?"
"Maaf bos, aku kehilangan jejak gadis itu."
"Bagaimana bisa?"
"Tadi mobilku mogok, saat tiba di rumah gadis itu, ia sudah tidak ada. Tetangganya bilang jika ia pergi ke..."
Tristan bingung harus mengatakan apa pada bosnya. Tidak mungkin dia mengatakan jika gadis itu pergi ke tiga negara secara bersamaan.
"Kenapa diam saja?" Cepat katakan! Kemana gadis itu pergi?"
"Mmm... dia pergi ke Mexico, bos."
Bos langsung menutup teleponnya. Ia meminta Lucas untuk mengecek semua penerbangan pagi ini. Beberapa menit menunggu, akhirnya Lucas kembali menelepon. Dia menginformasikan jika pagi ini terdapat lima penerbangan. Kanada, Jepang, Seoul, Los Angeles, dan Melbourne. Dia juga sudah mengecek semua data penumpang, tapi tidak ada nama gadis itu. Bos merasa sangat kesal. Dia tidak tahu harus mencari gadis itu kemana. Tidak hanya sampai di situ, Lucas pun mengirim rekaman CCTV yang ada di bandara. Saat melihat rekaman itu, bos melihat Alice dan ketiga orang lainnya.
"Siapa mereka?"
Bos langsung menyuruh anak buahnya yang lain untuk mencaritahu data ketiga orang itu. Tidak membutuhkan waktu lama, bos akhirnya mendapatkan informasi tentang mereka.
"Siapa mereka?"
"Perempuan tua itu adalah Helga, kakak dari Yislam yang merupakan pengawal pribadi perdana menteri. Pria itu adalah putranya. Namanya Nevan Abrisam. Sedangkan gadis satunya lagi, dia bernama Sarah Beatrice."
Ketika mereka sedang membahas tentang orang itu, Tristan datang menghadap bosnya.
"Apa kau mengenal mereka?" tanya bos sambil memperlihatkan rekaman CCTV itu.
"Tentu saja, gadis yang kau incar tinggal di rumah perempuan itu. Sementara gadis satunya lagi, dia selalu ada disampingnya. Aku tidak tahu hubungan apa yang ada di antara mereka berdua."
Bos ingat jika perdana menteri memiliki dua orang putri. Jika Alice Kanya adalah putra keduanya, itu berarti Sarah Beatrice bisa jadi putri pertamanya. Bos tidak begitu yakin, bisa jadi itu adalah sahabat atau kerabat dari Helga.
"Aku membutuhkan data gadis itu!"
"Akan segera aku dapatkan, bos."
***
Jam menunjukkan pukul 13.00 siang. Pesawat yang dinaiki Alice akhirnya mendarat. Mereka berjalan ke luar. Dari jauh Beatrice melihat sudah ada seseorang yang menunggunya.
"Halo, Brian! Apa kabarmu? Lama kita tidak bertemu." sapa Beatrice.
"Saat kau pergi, aku begitu rapuh. Tapi syukurlah kau datang kembali. Semangatku kini semakin menggebu-gebu."
"Kau ini terus saja menggoda nona, ingat kau ini hanya prajurit biasa. Sementara nona, dia itu prajurit wanita terbaik lulusan Amerika." ucap temannya yang bernama Leon.
"Tidak apa-apa, aku selalu tertawa dibuatnya."
"Selamat datang di Melbourne, nona."
"Terima kasih, Leon."
"Apa kau datang sendiri?"
"Tidak, aku datang bersama mereka." Perempuan di sebelah kanan adalah nyonya Helga, dan itu putranya Nevan Abrisam.
"Lalu, gadis cantik disebelahnya? Apa dia istri pemuda itu?" tanya Brian penasaran.
Beatrice tertawa mendengar perkataan Brian.
"Dia adalah Alice Kanaya, adikku."
Brian sungguh tidak percaya jika Beatrice memiliki seorang adik yang sama cantik dengannya. Brian pergi menghampiri Alice dan membantu dia membawakan kopernya.
"Biar aku bantu, nona."
"Tidak perlu repot-repot, aku bisa membawanya sendiri."
Saat akan berkenalan, tidak sengaja pistol yang ada dalam saku baju Brian terjatuh. Dia langsung mengambil pistol itu dan mengarahkannya pada Alice.
"Jangan tembak aku!" ucap Alice ketakutan.
Beatrice langsung menghampiri mereka. Dia mengambil pistol itu dan menyembunyikannya.
"Tolong bawa adikku ke dalam mobil!" pinta Beatrice pada Nevan.
"Lain kali hati-hati, bisa saja orang menganggapmu sebagai seorang penjahat karena membawa pistol seperti ini." ucap Beatrice mengingatkan.
"Maafkan aku, nona."
"Ayo kita pergi!" ajak Beatrice.
Dalam perjalanan, Brian melihat Alice sebagai sosok yang berbeda. Awalnya dia kelihatan ceria dan ramah, tapi entah kenapa setelah melihat pistol itu dia menjadi ketakutan dan tidak banyak bicara.
"Maafkan aku, nona. Sungguh aku tidak sengaja menjatuhkan pistol itu tadi." ucap Brian.
Alice hanya terdiam. Dia tidak menjawab permintaan maaf Brian.
"Fokuslah menyetir!" pinta Beatrice pada Brian.
Beatrice pikir trauma itu sudah hilang, tapi ternyata sekarang dia tahu setiap kali Alice mendengar suara tembakan pasti dia akan mengingat kejadian malam itu. Ketakutan akan menyelimuti dirinya, senyum yang nampak pun akan menghilang. Hanya ketenangan yang ia butuhkan saat ini. Beatrice berharap jika dengan membawa Alice ke Melbourne, keadaannya akan semakin membaik. Dia akan segera pulih dari traumanya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments