" Sudah cukup menangis nya, kamu tidak takut kalau air mata mu kering dan darah lah yang keluar akhirnya. " Ucap Juan menakuti Medina.
" Aku sedih, kak. Semua orang menuduh Bunda jahat padahal Ayah yang salah. Tapi Ayah juga sudah pergi , bagaimana sekarang ? " Tangis Medina semakin tersedu sedu.
" Tidak usah dipikirkan, semua akan berlalu dan melupakan apa yang terjadi. Cukup tersenyum saja. Maka semua akan baik baik saja. " Ucap Juan menenangkan.
" Tapi, Kak...
" Ssst... sudah lah percaya sama Kakak. Bunda pasti bisa melewati semua ini. " Remaja SMA itu tak hentinya mengusap kepala adik kesayangannya itu.
*****
Waktu berlalu cepat. Tapi kenyataan tak jua terungkap. Tidak ada yang bisa Zain lakukan , semua surat menyurat jual beli kebun sawit ratusan hektar itu legal dan sesuai prosedur. Entah bagaimana bisa terjadi.
Tudingan demi tudingan harus rela Hanum terima baik dari kakak iparnya maupun ibu mertua nya. Sementara Zain tidak bisa berbuat apa apa karena memang Hanum tidak bisa membuktikan dirinya tidak bersalah. Zain kecewa pada Hanum, karena dia merasa Hanum menutupi sesuatu yang tidak dipahami nya.
Hingga suatu hari...
" Hei... Medina... mulai sekarang kamu pergi sendiri ke sekolah. Juan mau ujian akhir, dia tidak boleh terlalu capek antar jemput kamu. " Ucap Marina tiba tiba saat Medina hendak naik ke motor Juan.
" Tapi, Ma. Juan bisa kok. Nggak capek juga. " Bela Juan.
" Kamu diam, biar Mama saja yang bicara. Mama lebih tahu apapun yang terbaik untuk mu. " Ucapan Mamanya membuat Juan bungkam tak membantah. Tapi matanya tidak lepas dari Medina yang berkaca kaca.
Juan tahu Mamanya tidak menyukai Medina dan Bunda nya. Dan Mamanya selalu melarangnya untuk bermain bahkan belajar bersama Medina. Dan Juan tahu persis alasannya. Mamanya tidak menyukai istri dari pamannya itu.
Keributan itu terdengar oleh Hanum yang sedang menyirami tanaman hias sekitar halaman. Dan Hanum mendekati Medina untuk menenangkan anaknya yang terlihat terpukul oleh bentakan Marina.
" Ayo, Mei... Bunda minta tolong Pak No mengantarkan Mei. " Ucap Hanum menarik Medina menjauh dari Marina .
" Tidak tahu diuntung, dasar murahan. " Ucap Marina kasar, membuat Hanum terhenti.
" Kak Marin boleh berkata apapun, menghina dengan bahasa apapun. Tapi tolong jangan di depan anak anak. Tidak baik kita meracuni mereka dengan kebencian dan kata kata kasar. " Hanum berusaha tenang agar tidak terpancing emosi.
" Kenapa...? Kau malu jika mereka tahu siapa sebenarnya dirimu. Penipu...!! " Jawab Marina sengit.
" Semua tuduhan itu belum terbukti, Kak. Jangan terlalu membenci tidak baik untuk kesehatan. " Suara Hanum mulai terdengar bergetar.
" Mau bukti apa lagi, tanda tangan mu adalah bukti yang kongkrit. Masih mau mengelak. Kalau aku jadi kamu aku sudah pergi dari sini . Masih saja menumpang sedangkan kau tidak ada hubungan lagi dengan keluarga ini. " Ucapan Marina tepat mengenai hati Hanum.
Hanum tersadar, jika ucapan Marina ada benarnya. Untuk apa dia bertahan disini. Hanya untuk mengabdi sebagai menantu yang baik tapi tidak pernah dihargai. Pura pura disukai padahal hanya menjadi pembantu gratisan.
Semua orang bekerja kecuali Hanum dan ibu mertuanya juga Juan dan Medina yang masih sekolah. Jadi semua urusan rumah dari memasak dan mengatur semua pembantu adalah tugasnya selama ini. Urusan belanja dan menyediakan kebutuhan setiap orang adalah tanggung jawabnya. Hanum tak ubahnya seperti kepala pelayan di rumah ini.
Semua dia lakukan atas permintaan Asykar dulu waktu awal menikah. Karena pernikahan mereka sempat ditentang oleh keluarga Asykar. Jadi untuk mengambil hati semua orang Hanum rela melakukan semuanya.
Harga diri Hanum tiba tiba tersentil. Dia bukan pengemis. Andai saja cinta nya tidak buta mungkin kini Hanum adalah salah satu artis ternama di negeri ini. Seperti ucapan sang asistennya dulu jika dia berpotensi sebagai artis terkenal. Tapi nasi telah jadi bubur . Saatnya memperbaiki diri dan membahagiakan diri sendiri.
Hanum tersenyum tawar menatap kakak iparnya. Kemudian beralih pada Juan. " Juan... mulai sekarang pergilah sekolah sendiri. Jangan pernah antar jemput Mei lagi. "
" Tapi Bun...
" Tapi Bun...
Ucapan yang sama keluar dari bibir Juan dan Medina secara serentak. Hanum tersenyum penuh kasih pada keduanya. Dan kemudian berkata...
" Ini lebih baik untuk kita sekarang. Bunda harap kalian mengerti. " Ucap Hanum dengan tatapan mengharap pengertian kedua remaja itu.
Juan paham dan Medina pun tidak ingin Bundanya kesulitan, akhirnya keduanya keduanya mengangguk dengan hati yang berat. Akhirnya mulai hari itu Juan dan Medina sulit untuk bersama. Marina selalu menghalangi keduanya. Seperti virus, Medina dan Hanum harus dijauhi.
*****
Dua tahun setelah meninggal Asykar, kasus kematiannya ditutup. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar. Baik bagi Hanum juga bagi Ramlah dan Marina. Mereka tidak mengerti dengan keputusan sang ayah. Tapi tidak seorangpun yang berani membantah maupun protes.
Keputusan Zain sangat berpengaruh pada Hanum. Ramlah dan Marina menduga Zain melakukan semua itu karena ingin melindungi Hanum. Karena kedua anak beranak itu tahu persis Zain sangat menyayangi Hanum dan Medina.
Dan sebagai ungkapan kekecewaan mereka menjadikan Hanum pelampiasan amarah mereka. Tak sampai disitu, bahkan Medina juga menerima akibatnya.
Hingga suatu hari...
" Mei... pergi ke apotik yang ada diluar komplek. Dekat mini market itu. Belikan aku obat diare. " Ucap Marina ketika menghampiri Medina yang sedang belajar di teras samping.
" Tapi Mei ada tugas, Ma... sebentar lagi ya. Atau biar Mei minta Bik sum yang belikan. " Ucap Medina.
" Hebat kamu ya, sudah pandai membantah. Kamu itu siapa... hah....!! Ayah kamu tidak ada lagi jadi kamu itu hanya anak seorang pembantu. Bunda kamu kan pembantu disini. Jadi tahu dirilah. " Bentak Marina.
" Baik, Ma...
" Jangan panggil Mama. Kamu bukan anakku. Dasar tidak tahu diri. " Medina gemetar saking shock nya mendengar ucapan Marina.
Dengan langkah tergesa gesa Medina pergi dari hadapan Marina segera untuk membelikan obat yang dimaksud. Bukanya dekat apotik yang Marina maksudkan. Kira kira lima ratus meter dari rumah mereka. Tapi apa boleh buat dengan tubuh yang lelah sehabis pulang sekolah Medina harus berjalan kaki lagi.
Sepulang dari apotik Medina menyerahkan obat yang dia beli pada Marina. Tapi dengan tanpa perasaan Marina membanting obat itu ke lantai dan memarahi Medina. Karena salah merek obat. Semua itu tak luput dari mata Hanum yang menatap penuh amarah.
Dengan cepat Hanum mendekati Medina dan menariknya ke pelukannya. Dengan mata yang merah menahan amarah Hanum menatap tajam pada Marina.
" Kak, jika kau marah, marah lah padaku, jangan Medina. Dia tidak layak untuk kau jadikan pelampiasan. Dia masih seorang Sanjaya, sama denganmu. Malah dia lebih berhak dari pada Juan yang seorang Mahardika. Aku terima jika kau menghinaku. Tapi tolong jangan Medina, karena aku tidak akan bisa terima. " Hilang sudah Hanum yang lembut, kini dia hanyalah induk singa yang melindungi anaknya.
" Wah... hebat ! Jadi ini niat mu. Bertahan di sini untuk merebut semua milik kami dengan mengatas namakan Medina Sanjaya. Bravo... Hanum akhirnya akal culas mu terbongkar juga. " Ucap Marina dengan tersenyum remeh.
" Kau hanya menarik satu kata untuk menusukku, Kak. Kau tahu betul maksud ucapan ku. Tapi kau membalikan keadaan sesuai kebutuhan mu. Kau yang hebat Kak ! " Hanum sudah tidak tahan lagi untuk diam ini sudah keterlaluan.
" Ada apa kalian ribut ?! "
...----------------...
Happy Reading 💗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments