Lima belas tahun

" Ada apa kalian ribut  ?! " Terdengar pertanyaan dari Ramlah yang berada di belakang Hanum.

" Ini Bu, wanita yang tidak tahu malu ini bertahan di sini hanya untuk mengambil harta keluarga ini. Katanya semua harta adalah milik Medina karena Juan seorang Mahardika bukan Sanjaya seperti Medina. " Ucap Marina memutar balikkan ucapan Hanum.

Sementara Hanum hanya bisa memejamkan matanya menahan kekesalannya . Marina mengambil poin yang tepat untuk menekannya.

" Benarkah  ? Menantuku ini ternyata pandai sekali bermain peran. Di hadapan Ayah mertuamu kau seperti kucing penurut. Tapi sebenarnya kau adalah serigala berbulu domba. " Tanpa mencari kebenarannya Ramlah langsung menyerang Hanum.

" Bukan begitu maksud Hanum, Bu. " Bantah Hanum.

" Terus apa maksudmu. Tidak cukupkah kematian Asykar olehmu. Apa kau menunggu kematian Ayah mertuamu. Jangan harap Hanum, aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Dan sebelum aku bertindak di luar nalar sebaiknya pergilah dari sini secara suka rela. Atau aku akan menggunakan cara yang tidak kau sangka. "

" Duaar "

Ucapan Ramlah adalah ultimatum bagi Hanum. Seperti terdakwa yang menunggu ketukan palu terakhirnya. Hati Hanum teriris perih. Ternyata yang dia lakukan selama ini sia sia belaka. Menjadi istri yang baik, menantu yang baik, bahkan ipar yang tebal telinga semua percuma.

Jika orang lain memandang mu seperti sebuah kotoran maka sebersih apapun kamu tetap saja kotoran di mata orang itu. Jadi cukup sudah, untuk apa bertahan dalam rumah penuh toxic ini.

" Terima kasih untuk semua perlakuan buruk ini, Bu. Jika suatu saat Ibu mengetahui sebuah kebenaran jangan pernah menyesal. Dan Medina akan melepas nama Sanjaya mulai sekarang. Karena nama itu adalah sebuah kutukan baginya kelak. Selamat tinggal. "

Hanum menarik Medina lembut namun dengan langkah tegap. Tanpa air mata, tanpa keraguan sedikit pun. Hanum telah siap untuk menghadapi ini. Dia tahu suatu saat semua pasti berakhir seperti ini. Selama ini Hanum bertahan hanya untuk Medina. Tapi kalau Medina sudah tidak mereka anggap maka Hanum sudah tahu langkah mana yang akan ditempuhnya.

Sesampainya di kamar Hanum langsung menutup pintu. Medina memeluk Bundanya erat sambil sesenggukan. Sementara Hanum hanya bisa mengusap punggung Medina hingga gadis kecilnya tenang.

" Mei... maaf jika Bunda menghapus nama Sanjaya dari namamu. Sepertinya kita tidak cocok dengan nama itu. Baik Bunda maupun kamu akan hidup tanpa Sanjaya. Bagaimana , apa kamu ikhlas  ? " Hanum membawa Medina duduk di ranjang.

" Mei ikhlas Bunda asalkan bersama Bunda. Sebenarnya sejak Ayah meninggal, Mei ingin bawa Bunda pergi. Tapi Mei tidak tahu bagaimana caranya. " Ucap Medina terputus putus.

" Tidak apa apa, Nak. Ayo kita berkemas , ini saatnya kita pergi. Bawa yang perlu saja Mei, kita tidak butuh banyak barang di tempat baru. "

Hanum dan Medina akhirnya pergi meninggalkan rumah besar keluarga Sanjaya. Dengan menanggalkan segala atribut yang mengikat mereka dengan keluarga terpandang itu.

" Kak Juan, maaf Mei ingkar janji. Mei tidak tega melihat Bunda terus dihina. Semoga Kak Juan menemukan surat Mei. Sampai jumpa Kak Juan. " Medina berkata dalam hatinya sembari memandang rumah kakeknya untuk terakhir kalinya.

Juan sedang kuliah di luar negeri sejak satu setengah tahun lalu. Dan sebelum pergi dia pernah berpesan pada Medina agar tetap bertahan di rumah apapun yang terjadi. Juan menyuruh Medina bertahan hingga Juan menguasai perusahaan kakeknya. Barulah setelah itu tidak ada lagi yang menyakitkan Mei dan Bunda.

Dari dalam rumah dua pasang mata mengawasi Hanum dan Medina dengan tatapan yang berbeda makna. Marina yang menatap dengan rasa puas dan senyum penuh kemenangan. Sementara Ramlah menatap dengan rasa sedih dan mata yang berkaca kaca.

Bagaimana pun Medina adalah cucunya, tapi dia tidak menginginkan  darah Hanum mengalir di tubuhnya . Baginya Hanum adalah penyebab kematian anak kesayangannya. Sejak suaminya menutup kasus kematian Asykar dia curiga ada campur tangan Hanum di dalamnya.

Ramlah telah siap dengan kemarahan suaminya nanti. Saat ini biarlah dia nikmati dukanya seorang diri. Kehilangan benih terakhir peninggalan anak kesayangannya. Yang sebenarnya lebih berhak atas kekayaan keluarga Sanjaya dari pada Juan.

Dan tidak perlu menunggu lama, baru sepuluh menit Hanum dan Medina pergi dari rumah, Zain pulang dengan wajah murka. Berita kepergian cucu dan menantunya telah terdengar oleh telinganya. Tentu saja Zain memiliki mata dan telinga di rumahnya.

Kepulangan Zain disambut Ramlah dengan tatapan datar untuk menutupi rasa takutnya. Dengan tenang dia menghadapi suaminya yang akan meledak sebentar lagi.

" Kamu tahu apa yang kamu lakukan, Ram  ? " Zain bicara dengan menahan gemeretak geraham nya.

" Sudah saatnya dia untuk pergi bukan  ? Ini sudah dua tahun Asykar pergi. Untuk siapa lagi dia disini. " Ucap Ramlah santai.

" Bagaimana dengan Medina, dia cucu kita. Sedikitpun kamu tidak punya rasa sayang padanya... ? Wajah Zain tidak terkatakan merah padamnya.

" Jika aku menahan Medina pun aku rasa dia tidak akan mau. "

" Kau... " Zain menarik napas dalam menetralisir rasa sesaknya. " Lebih empat puluh tahun aku hidup bersama mu, baru kali ini kamu melakukan kesalahan yang tak termaafkan. Aku tidak akan memaafkan mu jika aku tidak bisa membawa mereka kembali. Kau akan menyesali ini Ramlah. " Zain menuding kan jari telunjuknya pada mata Ramlah. Terlihat murka dan kehilangan  kata.

Zain meninggalkan Ramlah dengan sisa kemarahan nya. Sementara Ramlah menarik napas dalam dan menghempaskannya dengan keras. Namun sesak dadanya tak kunjung reda.

*****

Lima belas tahun kemudian...

Sepasang suami istri terlibat perdebatan kecil. Hal ini dipicu karena mereka belum di memiliki keturunan meski pernikahan sudah memasuki tahun kelima. Saling tuduh dan saling menuntut untuk lebih peduli. Intinya keduanya tidak ada yang mau disalahkan.

" Ayo kita, periksa, Mas. Biar kita tahu siapa diantara kita yang bermasalah. " Ucap sang istri yang bernama Marsya Utami.

" Terus setelah itu kita akan menyalahkan siapa yang bermasalah, begitu ? " Sarkas sang suami yang jenuh dengan permintaan istrinya.

Pria itu bernama Juanda Mahardika . Juan sekarang sudah tiga puluh tiga tahun. Dia telah menikah selama lima tahun dengan anak dari teman Mamanya. Awalnya mereka bersahabat. Sekolah dan kuliah di tempat yang sama membuat mereka akrab. Dan akhirnya menerima perjodohan yang ditawarkan oleh kedua orang tua masing masing.

Awal pernikahan hubungan mereka baik baik saja hingga tiga tahun yang lalu pembahasan tentang anak membuat mereka sering terlibat percekcokan. Marsya tidak mau disalahkan dengan keadaan ini. Sementara Juan menanggapi sekedar saja. Baginya anak adalah anugrah. Jika sudah tiba waktunya maka mereka pasti memiliki , jika belum bersabar saja. Sesantai itulah Juan.

" Setidaknya kita bisa tahu masalah nya dan mencari solusinya. " Terang Masya dengan sabar.

" Apakah kamu punya waktu untuk itu  ? Butuh banyak waktu untuk melakukan setiap tahap pemeriksaan itu, Sya . " Juan menyakinkan Marsya untuk berpikir lagi.

" Demi keinginan ku untuk punya anak, apapun akan aku lakukan. " Ucap Marsya yakin.

" Kenapa kamu tidak meluangkan waktu untuk lebih sering di rumah saja kalau begitu. Mungkin karena kamu terlalu sibuk membuatmu susah hamil. Kamu malah tidak punya waktu untukku. " Ucapan Juan membuat Marsya kehilangan kata.

Nyatanya memang dia jarang menghabiskan waktu bersama Juan. Waktu Juan jelas banyak tersita untuk pekerjaannya. Kadang keluar kota berhari hari. Atau lembur hingga pulang larut. Tak jarang Juan selalu meminta Marsya untuk menemaninya tapi Marsya selalu menolak dengan alasan sibuk.

Marsya seorang Dokter yang mengambil spesialis kecantikan atau spesialis estetika. Tadinya Juan menyarankan untuk menjadi dokter umum saja dan bekerja di rumah sakit . Sekedar untuk mengisi waktu dan tidak terlalu sibuk. Tapi Marsya punya keinginan lain.

Menjadi spesialis Estetika Marsya telah menghabiskan waktu dan tenaga bolak balik Korea. Dan setelahnya disibukkan dengan membangun klinik kecantikan yang terbesar di kota. Dan sejak itu Marsya tidak lagi punya waktu untuk keluarga kecilnya. Bahkan Juan diurus oleh para pembantu karena Marsya pulang dalam keadaan lelah dan bangun saat Juan telah berangkat bekerja.

Melihat Marsya terdiam , Juan tersenyum miring penuh ejekan. Dia tidak yakin kalau Marsya punya waktu untuk melakukan berbagai tes untuk memeriksakan diri.

...----------------...

Jangan lupa tinggalin jejak Guys 💗

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!