Mu Xia meletakkan jepit rambutnya dengan lembut, setelah makan malam besar bersama kini waktunya ia untuk beristirahat. Napasnya berhembus pelan, Xie yang melihat Mu Xia hendak tidur membawakan dupa harum untuk membuat tidur Mu Xia lebih berkualitas.
“Aku sungguh kesal ketika melihat semua orang bersikap baik padamu hanya di depan Jenderal Mu dan Nyonya.” Xie kemudian menuntun Mu Xia ke atas ranjang seraya menarik selimut untuk Sang Nona.
“Xie kamu sangat lucu jika sedang marah seperti ini. Bukankah hal itu sudah biasa? Kamu tumbuh besar bersamaku, seharusnya lebih mengerti sikap mereka apabila ada ayah dan ibu.” Mu Xia menarik selimutnya dan berbaring di atas tempat tidur.
“Nona terlalu baik jadi mereka berani menindasmu seperti itu, andai satu kata keluar dari mulut Nona bahwa mereka memperlakukanmu dengan buruk selama ini, pastinya Jenderal tidak akan membiarkan mereka menikmati fasilitas dengan cuma-cuma dan membiarkan mereka menghinamu.” Xie mengeluh.
Namun, bukankah hal itu tentunya akan memperparah keadaan Mu Xia? Bagaimanapun, Chen Qiu masih memiliki peran besar di dalam kediaman Mu. Tidak jarang, Mu Xia mendapat ancaman seandainya dia berani mengadu pada ayahnya. Terlebih, Mu Xia sangat merasa rendah diri. Baginya, hidup di kediaman Jenderal dengan status sebagai Nona Mu Xia saja sudah menjadi keberkahan baginya.
“Xie ’er, bukankah aku pernah mengatakan padamu bahwa apapun yang kulakukan akan menjadi masalah besar di keluarga ini? Aku... Setidaknya harus tahu di mana tempatku. Sudahlah, hari telah larut besok pagi kita harus mencari kain ke pasar. Aku ingin memberikan ibu sebuah hadiah.”
Malam itu, Mu Xia tertidur dengan nyaman. Sampai akhirnya setelah matahari terbit, ia terbangun dengan perasaan bersemangat. Memakai pakaiannya yang cantik lalu rambut putih berkilauan nya dibiarkan menjuntai dengan sedikit hiasan kecil di kepala.
Xie sudah lebih dulu membawa tas rotan untuk mengangkut belanjaan mereka, hari ini toko kain paling ramai akhir-akhir ini buka lebih awal sehingga Mu Xia tidak ingin kehilangan kesempatan itu untuk menjadi pelanggan pertama mereka. Dalam perjalanannya di dalam kereta kuda, Mu Xia nampak tenang bahkan tidak menunjukan emosi apapun. Xie yang selalu bersamanya agak sedikit khawatir, sebab setelah penolakan Pangeran Liu Jin beberapa minggu lalu membuat Mu Xia lebih pendiam dari sebelumnya.
“Nona, kudengar manisan di pasar ini sangat lezat.” ujar Xie sembari menunjukan wajah bersemangatnya.
“Oh, Jika Xie ’er menginginkannya maka kita akan membelinya.” Mu Xia kemudian membuka tirai kereta kuda untuk melihat suasana pasar yang telah dipadati beberapa penduduk.
Dari kejauhan, tatapannya bertemu dengan seorang pria bercadar yang juga nampak mengarahkan pandangan ke arahnya. Karena merasakan intimidasi, Mu Xia segera menutup tirai dan kembali berbincang dengan Xie untuk mengalihkan pikirannya. Setelah sampai di toko kain, Mu Xia segera memilih warna yang disukai ibunya dan juga membeli beberapa potongan brokat untuk dijadikan hiasan pada gaun yang akan dibuat. Tak lupa, ia dan Xie jadi pergi membeli manisan buah tusuk yang dijual di pinggir jalanan pasar.
Xie ’er tersenyum, selama menjadi pelayan pribadi Mu Xia tidak pernah sekalipun ia mendengar nonanya mencibir orang lain atau memarahi dirinya hanya karena sebuah kesalahan kecil. Mu Xia hanya terdiam jika sedang marah, ia lebih memilih untuk tidak bicara dengan siapapun ketika sedang dalam kondisi buruk.
Seiring waktu berjalan, kepadatan pasar tidak lagi bisa dihindari. Langkah kaki pun semakin sulit akibat terlalu banyak orang yang mendesak, belum lagi beberapa pria hidung belang yang tidak henti menatap Mu Xia dengan kagum. Dalam kesulitannya, Mu Xia tak sengaja menabrakan diri dengan seseorang di depannya. Membuat manisan buah yang ia pegang menjadi hancur dan menempel tepat di pakaian pria tersebut.
Sontak hal itu membuat Mu Xia langsung menunduk dan meminta maaf, dia sungguh tidak sengaja melakukannya. “Tuan, mohon maafkan atas ketidaksengajaan ku yang telah mengotori pakaianmu!”
Senyuman tipis terukir di wajah menawan pria itu, dengan tangannya yang kekar menarik lengan Mu Xia sampai kedua wajah itu saling berhadapan hanya berjarak satu jengkal saja. Mu Xia menatap bola mata yang sebelumnya ia lihat dari keramaian, napasnya menjadi berat dan genggaman pria itu semakin membuat lengannya panas tak karuan. “Tuan, aku akan mengganti rugi!”
“Jika Nona mau mengganti rugi, aku akan menerimanya. Tapi aku sangat pemilih!” ucap pria itu dengan seringai angkuhnya.
“Apapun yang Tuan inginkan, aku akan membayarnya!” jelas Mu Xia dengan masih menahan kesakitan di lengannya.
“Tuan, harap tidak lancang pada Nona ku! Lepaskan genggamanmu dari lengannya, atau dia bisa kesakitan!” Xie melangkah maju untuk mendorong pria menyebalkan tersebut.
“Baiklah, aku minta maaf. Tubuh lemahmu ini memang anti mendapatkan tekanan keras walau hanya sedikit,” ujar pemuda itu dengan tanpa bersalah.
“Lancang—” kata Xie yang lalu terpotong oleh tangan Mu Xia yang menghentikannnya. Mu Xia kembali melangkah lalu menatap pria di depannya.
“Silahkan Tuan pilih, aku akan membelinya untukmu.” Jelas Mu Xia lagi.
“Bagaimana jika aku memilihmu?”
“Kamu melewati batas Tuan! Ayahku adalah seorang jenderal jika ia tahu aku dipermalukan seperti ini jangan harap kamu bisa melihat matahari pagi esok hari!” kecam Mu Xia dengan kesal.
“Anak seorang Jenderal? Ku kira kamu lebih dari itu, Nona. Biarkan aku memilihmu untuk ku obati, aku bisa menyembuhkan titik akupuntur mu yang rusak itu!” Seringai kembali terlihat di wajahnya membuat Mu Xia semakin muak dan ingin menamparnya keras.
“Salahku karena telah menyia-nyiakan waktu berbincang denganmu, aku pamit dulu mohon Tuan tidak mempermasalahkannya karena Tuan sendiri tidak menerima kebaikan hatiku.” Mu Xia berjalan meninggalkan pria itu sendirian, namun raut khawatir nampaknya tidak lepas dari wajah pria itu sampai Mu Xia tidak terlihat lagi oleh pandangannya.
Setelah kembali, Mu Xia hanya menghabiskan waktunya di dalam kamar. Sampai makan malam tiba, ia pun masih enggan untuk keluar. Ia takut jika raut wajahnya yang menunjukan kekesalan akan mengganggu ayah dan ibunya. Tidak lama, suara ketukan pintu di kamar Mu Xia pun terdengar. Xie ’er yang telah memberitahu majikannya bahwa Mu Xia tidak ingin makan malam pun kembali ke ruangan itu.
“Jenderal mengizinkan Nona untuk makan malam di kamar, tapi sepertinya nyonya akan segera kesini. Dia nampak khawatir,” jelas Xie ’er.
Shen Rou memasuki kamar putrinya dengan penuh wibawa namun wajahnya nampak begitu teduh ketika melihat Mu Xia duduk di atas ranjang.
“Ibu!” sapa Mu Xia.
“Mu Xia tetaplah duduk, apa ada hal yang mengganggumu? Ayah sangat berharap kamu makan malam bersama dengannya, karena waktu kita telah lama terbuang dan jarang memiliki waktu bersama. Tapi, jika Mu Xia merasa tidak nyaman kami tidak akan memaksa.” Shen Rou memeluk putrinya dengan lembut dan menyapu rambutnya dengan sentuhan halus layaknya seorang ibu.
Mu Xia tersenyum tipis, tapi tidak berani menceritakan apa yang dia alami sebab ia tahu hal itu hanya memperparah masalah. Ayahnya, pasti akan mencari pria itu hingga dapat. Dan Mu Xia tidak ingin menyakiti orang lain karena aduannya.
“Ibu punya sesuatu untuk diberikan pada Mu Xia,” Shen Rou mengeluarkan sebuah kotak dengan berisikan gelang giok berukir bunga. Giok itu nampak tidak sempurna tapi ketidaksempurnaan nya ditutup rapih dengan pahatan mawar yang cantik.
“Ibu tidak perlu repot-repot.” Tangan Mu Xia meraih kotak berisikan giok tersebut.
“Ini milik Mu Xia, sejujurnya gelang dan kotak ini sudah ada sejak kami menemukanmu lima belas tahun yang lalu." Jelas ibunya.
Mu Xia terdiam kemudian mengarahkan kotak itu kembali pada ibunya. “Mu Xia tidak butuh apapun, tidak butuh barang peninggalan orang yang membuangku. Bahkan jika itu sangat berarti, kalianlah yang lebih berarti bagiku!”
“Kamu harus tetap menyimpannya, ibu tidak bisa berjanji untuk menjaga dan merawat benda ini selamanya." Nyonya Shen Rou membelai lembut rambut Mu Xia.
“Kalau begitu buang saja!” pinta Mu Xia tanpa pikir panjang.
Saat keheningan mulai hadir di antara mereka, suara kericuhan mulai terdengar di ruang makan. Bahkan tanpa pikir panjang Shen Rou langsung keluar kamar Mu Xia dan meminta Xie untuk mengunci pintu dan jangan membiarkan putrinya keluar kamar.
Mu Xia yang masih tertegun memegang kotak di tangannya beranjak dan langsung memaksa keluar. Namun Xie mencoba menahan dengan sekuat tenaganya.
“Xie ’er aku ingin tahu apa yang terjadi! Kumohon aku akan sangat menyesal jika sesuatu menimpa ayah dan ibu!” pinta Mu Xia.
“Nona kumohon!” Xie begitu panik sebab keributan terdengar begitu keras. Seperti sebuah suara dentuman pedang yang beradu.
Mu Xia terpaksa memukul Xie dan membuatnya terjatuh, sehingga ia bisa keluar dengan cepat dan menyusul ke ruang makan kediaman utama ayahnya. Malam itu menjadi malam berdarah, genangan darah yang bersimbah di lantai membuat kaki Mu Xia bergetar dan kaku. Ayah dan Ibunya tidak lagi bernyawa dan saling menautkan tangan dengan luka pedang cukup parah.
Mu Xia terdiam dan menangis melihat kedua jasad orang tuanya yang mengenaskan. Ia kemudian meluapkan amarahnya untuk pertama kali dan menyeret satu kursi kayu yang ada di hadapannya untuk memukul salah seorang pembunuh bayaran. Namun, tubuh Mu Xia tidak kuat menahan serangan balik para pembunuh bayaran. Sehingga sangat disesali, malam itupun menjadi malam yang mengerikan bagi Mu Xia.
Pakaiannya compang-camping, ia diperlakukan semena-mena dan dijadikan bahan giliran oleh para keparat itu. Sedangkan Xie sekuat tenaga menghentikan kekejian mereka. Bala bantuan datang dengan terlambat, para pembunuh bayaran dengan cepat melarikan diri tanpa satu orang pun yang tertangkap.
Kehidupan mengenaskan itu semakin diperparah setelah satu minggu pemakaman orang tuanya. Chen Qiu mengutuk Mu Xia dan melabelinya sebagai anak pembawa sial dan tidak bermoral. Apalagi Mu Rong dan Mu Xue, setiap hari tiada celaan yang tidak keluar dari mulut mereka. Sampai pada dimana Mu Xia semakin diam dan merasa bersalah, dia merasa menjadi penyebab kematian kedua orang tuanya.
Jika ia memiliki sedikit kemampuan ia pasti bisa menolong ibu dan ayahnya. Namun nyatanya ia hanya bisa melihat kengerian itu tanpa kata. Dunianya seakan berhenti berputar, hanya bayangan hitam yang kini selalu menyelimutinya.
Tepat satu minggu setelah kepergian orang tuanya, Mu Xia menggantungkan dirinya di kamar. Mengakhiri kehidupannya yang mengenaskan sejak awal, tapi setidaknya ia tetap bersyukur atas waktu yang telah ia lewati bersama kedua orang tua angkatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
sahabat pena
jgn jgn Giok itu ruang dimensi nya?
2024-09-24
0
Biyan Narendra
Ngeneees.....
2023-12-16
2
nacho
😍😘😍😘😍😘😍😘😍😘
2023-12-14
1