Misteri di mulai

"Russo, bagaimana menurutmu? Apa kira-kira yang Callisto bicarakan dengan Nash! Bukankah mereka pernah terjadi perselisihan tentang skandal pencucian uang! Tapi kenapa kini mereka bersama?"

Lucius berpikir di balik meja kerjanya setelah menutup teleponnya. Ia terkejut ketika yang menjawabnya adalah Callisto. Russo adalah bawahan kepercayaannya, ia telah mengabdi ketika sang ayah, Lucifer masih berkuasa.

"Callisto sedang mencoba menutup semua kasino ilegalnya dan mendaftarkan kasinonya mengikuti aturan di Carleon Metropolis. Mungkin ia sedang mengurusnya di sana!" Lucius mengangguk memahami penjelasan yang di katakannya.

"Cara berpikir yang sederhana. Tapi Nash membencinya setelah gelar pengacaranya di cabut."

"Hanya itu yang bisa saya pikirkan."

"Ehmm! Selidikilah, pasti ada hal lain yang ia sembunyikan. Apalagi Callisto sendiri yang turun tangan. Terlalu mencurigakan."

"Ya!"

"Jangan kirim anak buahmu. Aku mau kau menanganinya langsung, Russo!"

“Baik, bos!”

“Lantas, benarkah ia putrinya?” Lucius melempar kertas amplop entah dari siapa pengirimnya yang menunjukkan foto wanita sedang menjadi leader di kasino milik Callisto.

Russo meliriknya, kemudian mengambil foto tersebut seperti mengamati dengan seksama.

“Tidak mirip Callisto, tapi mata itu milik lady Cassia,” ucapnya sembari mengingat wajah yang telah hilang belasan tahun itu.

“Cassia, nama yang telah lama tidak terdengar, nama yang membuat Blackthorn di tuduh atas kematiannya. Aku rasa, aku akan menemuinya!”

“Hati-hati Bos, bisa saja ini jebakan. Sama seperti kematian Cassia,” Russo mengingatkan Bosnya agar tidak bertindak gegabah.

“Sampai kini sniper itu menghilang tanpa jejak.” Tangan Lucius menopang dagunya sambil berpikur keras. Tatapannya menerawang mengenang kejadian yang menyudutkan Blackthorn sampai sekarang. Tuduhan Callisto menyebabkan klannya terpuruk, ketika kepemimpinan sang ayah jatuh.

“Menurut Bos ia mati?” Tanya Russo ingin mendengar pendapatnya.

“Kurasa tidak! Ia hanya bersembunyi dan menunggu waktu yang tepat untuk muncul. Kira-kira siapa target selanjutnya? Aku atau Callisto?”

“Aku yang akan menghukumnya sendiri bos, ia telah membuat tuan Lucifer...”

"Jangan katakan. Kau cukup menangkapnya, biar tanganku sendiri yang akan membuatkan neraka untuknya,” tandas Lucius yang menghentikan ucapan Russo. Lucius mencondongkan tubuhnya ke depan dan menatap tajam Russo.

"Russo, untuk sekarang cari tahu keberadaannya, sepertinya aku harus mengucap salam pada si cantik ini," perintahnya. Ia melemparkan foto tersebut kepadanya.

"Baik Bos!" Seketika Russo segera pergi meninggalkan ruangan untuk memata-matai kasino milik Callisto terutama gadis dalam foto tersebut.

Lucius memandangi foto gadis cantik bermata bulat dengan bola mata berwarna biru yang menggelap, pikirannya berkelana jauh mengingat rupa lady Cassia. Memori di kepalanya berusaha mengingat, wanita yang telah terbunuh itu, tapi bayangan wajahnya semakin memudar di ingatannya.

...◦•●◉✿✿◉●•◦◦•●◉✿✿◉●•◦...

Sementara itu di De Jure, suasana semakin memanas kala Callisto memohon pada Nash. Pikiran notaris tersebut menjadi bimbang untuk sesaat.

"Jangan dengarkan dadda, ia memang seenaknya. Lebih baik aku pergi. Soal ini," Keiyona mengambil fotonya. "Jangan terlalu di pikirkan, pasti hanya orang iseng saja. Aku tidak akan pulang ke rumah dadda, dan paman Pavo tidak boleh mengikutiku."

"Kei," panggil Callisto yang tidak bisa menghentikan putrinya tersebut.

"Dadda, aku akan baik-baik saja. Jadi tidak usah cemaskan aku. Aku akan tinggal di kafe untuk sementara sampai aku menemukan tempat sewa baru," Keiyona membalas Callisto tajam.

Tanpa menunggu jawaban dari ayahnya, Keiyona telah berjalan dan menyingkirkan Pavo yang berusaha menghalangi jalannya.

Selepas kepergiannya, suasana menjadi senyap. Tidak ada seorangpun yang mampu berbicara. Hingga Rigel menyampaikan pikirannya.

"Putri anda unik," celetuk Rigel memecah keheningan.

"Terlalu keras kepala hingga ucapannya adalah kepatuhan yang harus kami ikuti," ungkap Callisto. Ia bersiap akan pergi.

"Kau akan membiarkannya begitu saja," Nash berkomentar.

"Kau yang membiarkannya, aku sudah minta bantuanmu tapi kau menolaknya, jadi ya sudah. Ia akan mampu melindungi dirinya. Ia sudah lebih tangguh dari pada sekolah dulu." Nash melongo akan ucapan Callisto yang seolah tidak peduli akan putrinya.

Keluarga yang tidak lazim, pikir Nash.

"Hanya itu. Hanya karena ia lebih tangguh, jadi kau biarkan ia bebas berkeliaran di balik ancaman untuknya," Nash mengkritik pemikiran Callisto yang terkesan cuek dalam menangani ancaman tersebut. Callisto hanya menggedikkan bahunya.

"Pavo kita pulang."

"Hei, kau membuang putrimu begitu saja?" Callisto berlalu pergi, tidak menjawab pertanyaannya.

"Callisto!" Teriaknya. Ia telah menghilang bersama bawahannya.

"Apa yang ada di otaknya?" Tanya Nash kesal.

"Jika kau memikirkannya, maka biarkan ia menginap di rumahmu," Rigel menyarankan.

"Apa! Seribu kali akan ku katakan tidak, jangan terlibat dengan keluarga yang kacau seperti mereka."

"Ya sudah jangan pikirkan kalau begitu, kembalilah bekerja!" Rigel memerintahkan. "Ayo Seiren," ia mengajak Seiren keluar dari kantor Nash, dan menutup pintunya. Membiarkan kesunyian kembali menyergap dirinya.

Argh....

Nash berteriak karena frustasi menghampirinya. Paginya hancur karena ulahnya sendiri yang begitu penasaran akan sosok bernama Keiyona.

Seharusnya kau tidak mendatangi kafe tersebut, Nash. Jelas ini jebakan Callisto!. Batin nash mencemooh keputusannya.

Sepanjang sisa hari, konsentrasi Nash buyar. Kerjaannya hanya melamun dan memikirkan bagaimana gadis tersebut bisa menjalani harinya di tengah ancaman yang mengiringinya. Dan perlakuan sang ayah yang cuek, menyebabkan Nash gelisah.

"Callisto, kau harus membayar untuk hal ini, dan bayaranku tidak murah!"

Nash mengambil jas yang menyampir pada kursinya, dan melangkah setengah berlari keluar dari kantornya. Menjalankan mobil mewahnya menuju Steammy Beans.

“Untuk apa kau datang ke sini?" Keiyona memandang kesal pada pria yang baru saja memesan ice coffee tersebut.

"Menghangatkan diri, menghilangkan stress dengan secangkir kopi. Tadi pagi aku tidak sempat mencicipi, jadi aku kembali lagi."

"Kau pikir aku percaya dengan alasanmu?"

"Jam berapa kau pulang?"

"Bukan urusanmu, pergilah setelah menghabiskan kopimu. Tidak usah bayar anggap saja service untuk mengganggu waktu kerjamu!"

“Bos yang baik. Jadi jam berpa kau pulang, Kei?” Nash mengulang pertanyaan yang di acuhkan oleh Kaiyona.

"Jangan panggil dengan nama...."

"Kei lebih baik ketimbang Allyn. Terdengar tidak seperti dirimu." Keiyona menghela napasnya.

Percuma meladeni pria tanpa tahu malu ini, hasilnya akan membuatmu jengkel. Pikir Keiyona.

"Aku akan pulang sendiri. Lagipula aku sudah memesan kamar hotel dan besok sudah janji dengan agen properti untuk melihat lokasi apartemen dengan sistem keamanan paling canggih di Carleon Metropolis.“

"Kau tidak mendengar apa kata ayahmu tadi, apartemen terlalu mudah di bobol."

"Bukankah rumahmu juga di bobol," sindir Keiyona.

"Dengar, aku bermaksud menolongmu."

"Aku tidak butuh pertolonganmu."

"Kei,"

"Notaris Nash Orlando aku tegaskan sekali lagi, jangan percaya apapun kata dadda, ia terbiasa memanipulasi orang, dan kau telah masuk perangkapnya. Lupakanlah, semua perkataan dadda."

"Kau tidak mempercayai ayahmu sendiri?" Tanya Nash tidak mengerti akan jalan pikiran Keiyona. Gadis itu bersikap cuek bahkan tidak menanggapi masukan sang ayah.

"Apa kau melihat surat ancamannya?"

"Tidak!"

"Nah, sudah jelas 'kan. Dadda sedang memainkan kartunya untuk menipumu, entah apa tujuannya."

"Kalau kabar tersebut benar, apa yang akan kau lakukan?"

"Apapun, tapi tidak tinggal bersamamu."

"Kenapa?"

"Aku tidak mengenalmu!"

"Lantas mengapa ayahmu memilihku. Ia sampai berkata jika itu aku maka kau akan menyetujuinya. Berarti kau mengenalku bukan?"

Keiyona terdiam. Sang ayah sudah benar-benar memasang perangkap agar tinggal bersama Nash.

"Entah, mungkin hanya imajinasi ayahku saja." Keiyona ragu menjawabnya, insting Nash menangkap hal tersebut.

"Nona, kau sebenarnya percaya akan hal tersebut, tapi kau bersikeras menolaknya. Mengapa? Kau takut akan diriku atau.... "

"Aku tidak takut padamu."

"Dan tinggallah bersamaku sampai ancaman tersebut mereda."

"Aku akan tinggal jika surat ancaman tersebut benar adanya."

"Oke lebih baik kita cepat buktikan sekarang!"

"Sekarang, aku belum... "

Belum sempat omongan Keiyona selesai, Nash sudah mendorongnya keluar dari kafe dan mengajaknya ke mobilnya yang terparkir tidak jauh dari sana.

"Kemana?"

"Tempat ayahmu berada!"

"Stardust."

Nash melajukan kendaraan mewahnya menuju kasino milik Callisto, bermaksud mencari kebenaran tentang surat ancaman yang menyertai foto tersebut. Sedangkan di Stardust telah terjadi konflik yang akan menyeret mereka di dalamnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!