Di luar prediksi

Orang yang menodong Nash belum memperlihatkan sosoknya, ia bersembunyi di kegelapan lampu yang temaran. Ia meminta Nash bergerak keluar kamar dan terpanalah Nash, ketika ada orang lain telah menguasai sofanya yang nyaman.

Callisto Meadow telah menunggu kedatangan tuan rumah dengan bersantai, menghisap cerutunya yang beraroma khas. Mengepulkan asapnya ke udara.

"Sepertinya kau telah bersenang-senang, Mr. Nash!"

Sosok yang menodongkan senjata kini menarik kursi kayu yang berada tidak jauh dari jangkauannya, dan menempatkan Nash duduk di sana, menghadap Callisto.

"Sepertinya anda tidak sabaran bertemu denganku, Callisto!"

"Benar. Menunggu beberapa hari akan menjadikanku menggila."

"Jadi, apa keperluanmu sampai membobol rumah orang sepertiku?"

"Mudah. Aku ingin kau menjadi suami palsu bagi putriku Kei."

"Mengapa?"

"Identitasnya bocor, dan beberapa surat ancaman datang kepadaku. Aku tidak ingin Kei mengalami nasib tragis seperti mendiang moma-nya. Jadi, aku menyelidiki beberapa nama yang bisa di andalkan di Corleon Metropolis, dan kau termasuk kandidat yang kuat, Mr. Nash!"

"Sebuah sanjungan bagiku, tapi aku tidak tertarik menjadi pengasuh, terutama putrimu," Nash membalas dengan menolak tawarannya.

"Come on, putriku seusia di bawahmu beberapa tahun, dan percayalah ia tidak menyusahkan. Ia hanya butuh tempat bernaung, dan sedikit motivasi agar bisa berbaur dan menghindari Lucius."

"Lucius! Kenapa kau tidak menikahkan dia dengannya, maka persoalan kasinomu akan beres."

Hahaha... Callisto tertawa mendengar saran Nash, pria yang di todong senjata pun seperti menikmatinya. Santai namun tetap waspada, karena orang yang di belakangnya adalah kucing besar yang siap menerkam.

"Kalau semudah itu maka aku akan menerimanya dengan senang hati. Tapi jalan pikiran Lucius tidak semudah itu. Ia agak...." Callisto memperagakan ketidakwarasan otak Lucius. "Kau tahu lah maksudku!"

"Atau kau beranggapan bahwa ia dalang di balik kematian Cassia, istrimu."

Raut wajah Callisto memucat, kesedihan tampak di wajahnya yang mulai menimbulkan guratan halus.

Ia lebih cocok di panggil Kakek ketimbang, seorang ayah. Namun aku akui karisma dan ketegasannya masih terlihat tanpa harus melakukan apapun.

"Aku masih mencarinya," ucapnya sambil menerawang melihat ke kejauhan. Ada jeda yang menyebabkan keheningan panjang, sampai ia menarik napas kasar.

"Aku harap kau menerimanya. Jika kau ingin mengetahui putriku, datanglah ke alamat ini." Pria di belakang Nash memberikan sebuah kartu nama.

"Dan aku akan datang menemuimu untuk jawaban tegasmu serta kesepakatan kecil."

"Bagaimana jika putrimu tidak setuju?"

Hehehe... Callisto terkekeh tatkala ia beranjak dari duduknya, menandakan akhir pembicaraannya.

"Ia yang memilihmu, tentu saja akan menyetujuinya. Inilah tanggung jawabku sebagai ayah."

"Memilihku?" Tidak mengerti akan maksud dari kata-katanya. "Lagipula, banyak orang dari duniamu yang lebih menginginkan menjadi kepercayaanmu."

"Aku ingin membawanya pada cahaya, bukan berkubang di lumpur yang gelap. Ia sudah banyak mengalami nasib tragis di usianya yang masih muda, ia tidak pernah mengeluh sedikitpun. Dan sebagai ayahnya, aku ingin memberikan kehidupan yang layak untuknya. Bisa kau pikirkan hal tersebut, Mr. Nash!"

Mereka pergi bagaikan bayangan, tidak menimbulkan suara apapun, Nash bagai di hipnotis. Hanya sebuah kartu nama tertinggal, menyebutkan satu nama kafe tidak jauh dari kantornya.

"Menarik!"

...◦•●◉✿✿◉●•◦◦•●◉✿✿◉●•◦...

Pagi hari Nash berusaha meluangkan waktunya melewati kafe yang tertera di kartu nama tersebut. "Steammy Beans" kafe yang cukup populer walaupun masih berusia 2 tahunan, namun banyak pecinta kopi yang merekomendasikannya. Kafe tersebut pernah di liput media setempat.

"Gadis dunia hitam bekerja di kafe. Sungguh konyol."

Nash keluar dari mobilnya, dan memasuki kafe. Aroma kopi yang baru di seduh langsung menyerbu indra penciumannya begitu pintu di buka. Disana terdapat 3 pegawai, satu pria sebagai barista dan 2 wanita sebagai pramusaji. Nash menebak siapa di antara kedua wanita ini yang putri Callisto. Hingga sebuah wajah melintas di hadapannya, ia tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.

"Allyn." Sapanya yang membuat si gadis menumpahkan pesanan yang di bawanya. "Dunia begitu sempit ternyata."

Ya, gadis yang datang ke kantornya kemarin kini bertemu kembali di kafe. Meski kaca matanya tidak setebal dan gaya rambutnya tidak seculun kemarin, Nash masih mengenali wanita tersebut.

Mata Allyn dengan cepat melihat sekeliling, kemudian menarik Nash ke bagian belakang kafe, melalui dapur. Beruntunglah, kafe di pagi hari tidak banyak pengunjung. Rata-rata mereka memesan untuk di bawa ke kantor.

"Kau Allyn 'kan!" Nash kembali berkata ketika mereka sudah berada di tempat sepi. "Atau kau sebenarnya Keiyona!"

Gadis tersebut menginjak sepatu Nash dengan hentakan keras, yang menyebabkannya mengaduh kesakitan.

"Kusimpulkan kau orang yang sama."

"Untuk apa kau datang kemari?"

Nash merogoh saku jasnya dan mengeluarkkan sebuah kartu nama.

"Seseorang membobol rumahku semalam dan meninggalkan ini." Gadis itu mengambilnya dan mendecakkan lidahnya.

"Dadda!" Ucapnya.

"Jadi kau Keiyona putri Callisto Meadow!"

"Ya!"

"Namamu?"

"Itu aku menggunakan nama tengah ibuku," jawab Keiyona. "Lantas kau kesini bukan sekedar minum kopi bukan, apa yang dadda katakan padamu?"

"Entahlah, aku menjadi amnesia sekarang."

"Cih!" Keiyona berlalu pergi, dan membukakan pintu dapurnya. "Sebaiknya kau cepat pergi, jangan datang ke sini lagi."

"Aku beritahukan satu hal, Dadda-mu menawarkan aku sesuatu yang menarik, hanya untuk menjadi pengasuhmu dan perjanjian itu akan di buat setelah aku melihatmu. Sekarang aku tengah mempertimbangkannya. Menurutmu, apa keputusan yang akan aku ambil, miss Allyn... Ah...bukan...tapi lady Keiyona Meadow!" Bisiknya di telinganya.

Nash melenggang santai menuju pintu keluar, Keiyona berpikir sesaat sebelum akhirnya melepas celemek, dan berlari menyusul Nash memasuki mobilnya.

"Apa yang kau lakukan!"

"Mengikutimu, mencari tahu tentang perjanjianmu dengan dadda."

"Bagaimana dengan kafenya?"

"Biarkan pekerjaku yang mengurusnya!"

"Ini milikmu?" Nash bertanya kaget.

"Ya, akulah yang mendirikannya. Ada yang salah?"

"Kau yakin!"

"Ya, atau aku perlu mengeluarkan suratnya tuan pengacara...." Ia memukul mulutnya. "Aww... Salah seharusnya tuan notaris."

Hahaha... Nash tertawa ketika leluconnya tadi segera di balasnya.

Tidak lama mereka telah sampai di kantor Nash, Keiyona selalu mengikuti Nash kemana pun ia melangkah, sampai sekretarisnya bingung, melihat kedatangan bosnya bersama wanita. Mata Seiren memandang tidak henti, sampai sang bos menegurnya.

"Seiren! Matamu hampir copot."

"Maaf, sir!" Ucapnya gugup.

Nash memasuki ruang kerjanya yang di susul Keiyona yang kini berubah menjadi kesal.

"Kau tidak pantas berkata seperti itu pada sekretarismu?"

"Seperti apa! Aku pikir tidak ada yang salah dengan perkataanku." Nash membuka jasnya dan menyampirkannya di kursi kulitnya.

"Kasar! Haruskah kau berkata sekasar itu padanya?"

"Kau mengasihani pegawaiku kini!"

"Kau bos yang galak, tidak salah jika pegawaimu mengutukmu kelak."

"Dan kau bos yang baik. Tapi kau meninggalkan kafe begitu saja. Dimana tanggung jawabmu, hah?"

"Eish! Kau menyebalkan."

"Kau keras kepala."

"Sepertinya aku masuk di saat yang salah!" Rigel melongok di pintu. Kedua orang yang di dalam ruangan segera menatap tajam ke asal suara.

Rigel mengangkat kedua tangannya tanda menyerah sembari berjalan perlahan memasuki ruangan.

"Aku hanya mengecek keadaanmu saja, tapi pertengkaran suami-istri sedang di mulai, jadi...."

"Kau bilang apa!" Teriak keduanya berbarengan.

"Ups! Sepertinya aku salah bicara lagi. Maafkan mulutku yang tidak mau diam." Rigel melirik Keiyona. "Jadi, anda klien baru? Kenalkan Rigel."

Dengan sopan Keiyona menjabat tangan Rigel yang terulur. "Allyn!"

"Hah!" Ejek Nash membuat Keiyona mendelikkan matanya.

"Ada yang salah Mr. Nash!" Keiyona berbicara dengan menekankan kemarahannya.

"Tidak!" Jawab Nash acuh tak acuh.

Menyadari situasi yang memanas, Rigel memutuskan untuk angkat kaki dari kantor Nash, tidak mau terseret masalah terutama wanita.

"Baiklah, si pengganggu akan pergi berkelana."

Baru saja Rigel memutar badannya, Seiren telah menubruknya karena ketergesaannya.

"Sir, itu... Tamu..." Seiren tidak mampu menyelesaikan perkataannya karena gugup. Rigel memegang bahunya dan mencoba menenangkannya.

"Tenanglah, tarik napasmu lalu keluarkan, dan katakan sekali lagi dengan jelas."

"Di luar ada tamu...."

Belum juga Seiren menyelesaikan kalimatnya, si tamu telah memasuki rungan kerja Nash dan berkata: "Bagaimana Mr. Nash jawabanmu?"

"Dadda!" Keiyone segera menutup mulutnya yang ke ceplosan.

"Dadda!" Sahut Seiren dan Rigel bersamaan.

Kedua orang yang seharusnya tidak tahu apapun menjadi terlibat kini, sehingga Pavo bertindak dengan menutup pintu, menjadi penjaga hingga tidak ada seorangpun yang boleh keluar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!