#Sang Wira 5

Mendengar penuturan Leman, jelas saja Wira menjadi bersemangat. Ia mulai menaruh harapan besar sesaat setelah Leman memulai pembahasan.

"Kata pihak sekolah, dia bisa bersekolah di tempat kita, urusan akta, sudah diurus sama anaknya Pak Camat itu."

"Lukman maksudmu?" Tanya Wira curiga. Wajahnya berubah gelap. Ada sesuatu yang terasa tak beres di hatinya.

"Iya.."

"Kenapa Lukman mau bantu?" Tanya Wira lagi, menelisik.

"Katanya kasihan, kan si Danu juga anaknya Mbak Yuni, jadi dia mau ngurus akta kelahiran anakmu."

Wira terdiam membisu. Ribuan pertanyaan membenak di batinnya, membuat tumpukan jerami yang menyesakkan. Ada apa dengan Lukman dan akta lahir itu?

"Oke, terima kasih Man," ucap Wira pada sahabatnya.

Sampai sore harinya, tetap saja Wira terus bertanya-tanya perihal bantuan yang Lukman berikan pada anaknya dengan Yuni. Entah apa alasan pria picik itu memberikan bantuan kepada Danu. Entah ada pemaksaan dari pihak Yuni atau bagaimana Wira sungguh tidak tahu menahu.

Bahkan sampai saat ini belum juga dia mendapat jawaban dari pertanyaan yang membenak di dadanya. Ia sungguh gusar memikirkan bantuan yang sudah jelas pasti memiliki timbal balik tersebut.

Tok.. tok... Tok..

Suara pintu diketuk. Seseorang datang bertamu ke rumahnya, membuat Wira yang sedang dibuat gusar pun terpaksa melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu.

Cklek!

Pintu dibuka lebar. Menampilkan sosok Yuni dan Lukman yang berdiri dengan serasi di depan pintu. Wajah Wira bertambah temaram. Ia tahu kehadiran mereka berdua pastilah untuk membahas persoalan akta lahir Danu.

"Permisi Mas Wira," ucap Yuni dengan wajah tertunduk. Entah mengapa wanita itu sedikit kelihatan aneh pada saat ini. Padahal beberapa hari lalu saat dia berjumpa dengan Yuni di rumah Leman, Yuni kelihatan biasa-biasa saja, tidak berekspresi semacam ini sama sekali. Jujur saja, wajah aneh Yuni membuat Wira sedikit tidak nyaman.

"Ya? Ada keperluan apa, ya?" Tanya Wira lembut. Meski mereka pernah mengalami masa lalu yang pelik, namun Wira bukan seorang pendendam. Mungkin.

"Begini, langsung saja pada poinnya." Ucap Lukman tanpa permisi. Wajahnya masih saja sama seperti dulu, songong dan terlalu banyak gaya. "Saya sudah bantu Danu untuk mendapat akta kelahiran, jadi saya di sini mau bicara sesuatu sama kamu."

Nampak Wira yang hanya dapat mengangguk dengan datar dan kemudian berlanjut mengajak sepasang suami istri itu untuk masuk ke dalam rumahnya.

Sepasang suami istri itu tampak tercengang melihat rumah Wira yang mewah dan megah bak istana. Terlebih lagi Yuni yang dahulu meninggalkan Wira saat Wira sedang susah. Sekarang, melihat rumah Wira sebesar ini, agaknya membuat hati Yuni merasa menyesal.

"Duduk." Tawar Wira dengan datar. "Lan, ambilkan air minum dua." Teriak Wira sebelum duduk dan menghadap dua tamunya.

Tak lama setelah itu seorang wanita berusia sekitar tiga puluh tahunan keluar dengan dua gelas kopi dan dua gelas air kosong. "Silahkan diminum, tuan, nyonya.."

Pembantu cantik dan muda itu kembali ke dalam. Sekarang di ruang tamu tinggallah Wira dan kedua tamunya.

"Begini Wir, akta kelahiran anakmu sudah jadi." Ucap Lukman sambil menyodorkan selembar kertas berlaminati ke arah Wira. Wira pun segera menyambutnya.

"Tapi berhubung kamu nikah sama Yuni tidak tercantum oleh negara, jadi nama ayahnya diganti sama namaku."

"Apa?" Wira terkejut setengah mati. Tapi dia juga sudah menduga akan ada yang tidak beres dengan bantuan ini.

"Ya mau bagaimana lagi, Wir."

"Memang ndak ada jalan lain lagi?"

"Memangnya kenapa si Mas, kalau namanya diganti sama nama Mas Lukman?" Pertanyaan Yuni membuat Wira lekas tercengang, "kan cuma nama di akta lahir, ayah kandungnya ya tetap kamu." Sambung Yuni.

Wira melengos. Ia tak sanggup lagi berkata-kata. Rupanya sejak awal semuanya sudah salah. Bahkan menikahi Yuni secara siri pun masih saja salah. Lebih salahnya lagi sebab dulu Wira tidak punya biaya untuk mendaftar pernikahan ke KUA.

Lagipula maklum saja kalau semuanya jadi lebih mudah di tangan Lukman. Secara dia itu anak pejabat. Ayahnya terkenal pejabat yang kenyang makan duit kotor. Perutnya saja membuncit seperti hamil delapan bulan. Tentu saja membuat akta lahir dengan menggunakan nama Lukman dan Yuni tidaklah sulit. Tinggal merogoh kocek sampai dalam sedalam-dalamnya, ya sudah, tinggal terima beres. Iya, tah?

Wira pun akhirnya mengerti. Dia tidak akan mungkin menang melawan Lukman, yang notabene memang anak pejabat itu. Apalagi Lukman dan bapaknya bukan orang yang bisa disentuh secara sembarangan. Dulu saja perkara Wira memukuli Lukman sebab ketahuan berselingkuh dengan Yuni saja mau dilaporkan ke polisi. Untunglah saat itu suasana mendadak jadi redup, seolah permasalahan tentang pemukulan itu mendadak hilang.

Dulu Wira menduga kalau hilangnya perkara tersebut sebab dirinya yang mengalah di depan Lukman. Namun sekarang, dugaan Wira agaknya meleset. Sepertinya dulu Yuni lah yang berada di belakang kejadian itu. Mungkin saja wanita itu yang telah mencoba membujuk Lukman untuk tidak melaporkan dirinya perkara pemukulan tersebut.

"Ya sudah makasih." Ucap Wira mengalah.

Selepas mengatakan terima kasih, Wira pikir semuanya sudah selesai. Ia pun segera mengemas akta lahir Danu yang tertera di atas meja, lalu hendak bangkit meninggalkan para tamunya. Namun Yuni dan Lukman malah tak kunjung angkat kaki dari rumahnya. Keduanya justru seolah belum membicarakan inti dari persoalan.

"Sudah selesai kan? Apa ada keperluan lagi?" Tanya Wira pada mereka berdua.

"Wir, di dunia ini mana ada yang gratis," ucap Lukman dengan wajah piciknya.

Wira mendengus kesal. Ia tahu yang mereka inginkan pastilah soal uang. Ia pun segera merogoh sakunya dan mengambil dompet. Segera dia hitung beberapa lembar uang ratusan sembari bertanya, "ya sudah, kalian mau berapa?"

Bantu anak sendiri kok ndak ikhlas. Benaknya merutuki Yuni.

"Kita ndak mau uang kamu!" Tolak Lukman cepat, membuat Wira yang semula tengah sibuk menghitung lembaran-lembaran rupiah pun mulai berhenti dan keheranan, "lho? Bukannya kalian mau ongkos? Apa masih kurang?"

"Mas Wira, jangan mentang-mentang kamu sudah punya banyak uang, terus kamu menganggap semuanya akan beres dengan uang kamu!" Ucap Yuni dengan ketus, wajahnya nampak kesal.

"Terus apa yang kalian mau?" Tanya Wira dengan serius.

"Kami mau Danu ikut sama kami!"

Deg!

Jantung Wira seolah berhenti berdetak. Membawa Danu bersama mereka?

Apa Wira tidak salah dengar?

Sejak kepergian Yuni lima tahun yang lalu, tak pernah sekalipun Yuni ataupun Lukman datang untuk mengunjungi Danu, apalagi sampai menggendongnya manakala tengah dilanda rindu. Dan sekarang dengan enaknya Yuni bilang kalau mereka menginginkan Danu. Cih! Entah mengapa perkataan Yuni barusan membuat Wira merasa geli.

"Heh.. heh.." Wira pun terkekeh, "kamu mau Danu ikut sama kamu?" Tanya Wira pada mantan istrinya dengan nada mengejek, "yakin, kamu, Yun!?"

Bersambung..

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!