Senyum disertai kegembiraan langsung memancar pada wajah putra kecilnya sembari berlari keluar menghampiri sang ayah yang kelelahan.
Terduduk saja Wira di kursi tamu yang terbuat dari kayu, itu pun sudah usang. Untung saja di tempat Wira tinggal tidak ada yang namanya rayap. Jika binatang perusak itu ada, mungkin si kursi kayu miliknya sudah musnah dari dulu.
Berbeda dari si kecil yang menyambut kedatangan bapaknya dengan bahagia, Yuni justru masih tampak muram sejak suaminya pulang ke rumah. Mungkin saja dia masih terpikirkan soal kemarin sore.
"Yun, kamu masak ikan sana, aku udah beli di pasar tadi, lumayan enam ribu dapat tiga, walaupun kecil-kecil." Ucap Wira sembari menyodorkan tiga ekor ikan kepada Yuni. Matanya tak menatap sekalipun ke wajah Yuni yang molek. Mungkinkah Wira masih belum memaafkan kesalahan Yuni kemarin?
"Mas.."
Namun bukannya menyambut ikan di tangan suaminya, Yuni justru terlihat enggan.
"Kenapa?"
"Ibu, ibu sama bapak tadi kesini.." ucap Yuni murung.
"Memangnya ada keperluan apa?" Tanya Wira masih agak acuh.
"Itu.. anu.. bapak sama ibu.."
Belum juga berlanjut ucapan Yuni selanjutnya, segerombol manusia datang entah darimana, membobol rumah usang mereka dan kemudian segera melarak tangan Yuni keluar.
"Yuni! Sini kamu!!"
Wira terperanjat kaget. Bukan main segerombol manusia itu datang ke tempatnya. Mereka bahkan membawa beberapa jenis senjata tajam di tangan masing-masing. Hanya satu wanita saja yang tidak membawa apapun di tangannya. Dan itu adalah ibu mertuanya, ibunya Yuni.
Ia segera mengangkat anaknya ke dalam gendongannya, dan kemudian menghadapi mereka semua seorang diri. Ya, Yuni sudah berada di antara mereka, jadi sekarang tinggallah dia dan anaknya seorang.
"Ada apa ini, Bu?" Tanya Wira masih lembut.
"Ada apa ada apa! Kamu sengaja kan jual anak saya ke Lukman? Kamu maksa dia buat layanin Lukman kan? Dasar laki-laki Ndak tahu diri kamu!!"
Teriak ibunya Yuni membuat Wira terkejut sekaligus merasa sesak. Jangankan menyuruh Yuni melayani Lukman, melihat Yuni bercengkerama dengan laki-laki lain saja dia sudah cemburu setengah mati. Lagipula siapa pula yang mengada-ngada seperti ini?
Wira tak berkata apapun. Matanya dengan sendu menatap ke arah Yuni yang gemetar di samping ibunya. Wajah wanita itu tertunduk manakala kedua mata Wira menatap ke arahnya. Benar dugaan Wira, ada sesuatu yang ganjil di sini.
Wira pun hanya dapat menggelengkan kepalanya penuh kekecewaan, "Ndak nyangka kamu bakal ngelakuin ini ke aku, Yun!"
"Kenapa kamu jadi nyalahin anak saya? Sudah salah, malah ndak mau ngaku!"
Wira tak menggubris perkataan ibu mertuanya. Dia hanya terlihat semakin erat menggendong anaknya.
"Kalau kamu sudah Ndak sanggup biayain hidup anak saya, mending kamu ceraikan saja Yuni! Toh kalian juga cuma suami istri yang sah secara agama! Ndak susah kok kalau mau cerai! Mending saya nikahin si Yuni sama Lukman aja daripada bertahan sama kamu?" Ucap ibunya Yuni pada Wira.
Wira pun hanya dapat mengangguk penuh pengertian. Ternyata inilah yang dimaui mereka selama ini. Tak dapat dipercaya bukan?
"Mau nikah sama Lukman? Kenapa Ndak dari dulu aja bilangnya? Kan Ndak perlu buat dosa!" Sindir Wira dengan halusnya, "baguslah kalau begitu, kalian bisa segera bawa Yuni pergi dari sini."
"Tapi anakku.." Yuni mulai bersuara.
"Anakmu? Kamu Ndak pernah punya anak dari pria miskin macam dia! Ayo kita pulang!" Ajak ibunya Yuni pada anaknya. Tak lama setelah itu, segerombolan manusia itu pun pergi meninggalkan kediaman Wira seorang diri.
Wira tak berkutik ataupun mencegat kepergian istrinya. Meski dia tahu dan kedua matanya pun nampak sang istri yang kelihatan terpaksa meninggalkan dirinya, namun dia tak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi untuk kedua kalinya.
Sekarang Yuni baginya telah mati. Ya, kedepannya, tinggallah dia dan masa depan putra tunggalnya.
Sekarang kejadian itu telah menjadi masa lalu. Lima tahun sudah terlalui dengan cepatnya. Anak Wira pun sudah besar dan siap untuk bersekolah. Badannya sekarang berubah menjadi gemuk. Kulitnya juga tak sekasar dulu sewaktu hidup susah bersama ibunya.
Ya, dalam waktu lima tahun ini adalah masa yang sangat jaya bagi seorang Wira. Secepat kilat dia berubah menjadi sosok pria kaya yang mampu membeli lahan sana-sini dan menanaminya dengan tanaman kentang, juga cabai. Hasilnya pun tak main-main. Sekali panen dia bisa meraup keuntungan hingga ratusan juta rupiah. Alhasil, rumahnya pun sudah bertingkat, dengan pagar keliling yang mewah. Tahun ini Wira berniat membeli mobil kedua agar lebih mudah antar jemput anaknya ke sekolah. Mobil lamanya memang sudah usang, apalagi sekarang dia punya banyak uang, semuanya pasti jauh lebih mudah.
Ya, sejak kejadian di hari itu mendadak kehidupan Wira seolah mengalami keajaiban. Sejak kebunnya mendadak menghijau, dia bahkan seolah tak pernah merasa miskin lagi. Setiap hari makanannya daging dan ikan. Setiap hari ada saja uang yang bisa dia sisihkan untuk kaum dhuafa.
Hingga lambat laun uangnya pun semakin menumpuk. Hilanglah panggilan si miskin yang sejak kecil melekat pada dirinya semenjak hari itu. Dan sekarang semua orang kompak memanggilnya juragan.
Seorang Wira, yang tumbuh dan besar pada lingkungan kemiskinan, tidak pernah terlepas dari tubuhnya julukan anak miskin, bahkan sampai dia dewasa, dan kemudian menikahi seorang gadis cantik keturunan orang berada, pun julukan itu masih saja melekat pada dirinya.
Padahal Yuni dari kalangan kelas orang kaya di kampungnya. Bapaknya pemilik peternakan sapi terbesar di kampungnya. Sedangkan ibunya adalah salah satu orang tersohor di desanya, sebab kakeknya si Yuni adalah pemilik lahan pertanian terbesar di kampungnya.
Membicarakan perihal Yuni dan keluarganya memang tak akan ada habisnya. Seolah harta mereka tak akan pernah habis meski dimakan tujuh turunan sekalipun. Hanya saja, semua orang di kampung tahu, ibunya Yuni adalah wanita yang gila harta. Seakan dia tak pernah puas dari yang namanya uang.
Bahkan sebelum dirinya menikah dengan ayahnya Yuni, dia juga pernah kedapatan sedang menjadi selingkuhan seorang pejabat daerah di sebuah hotel ternama. Agaknya penyakit ibunya Yuni telah menular pada putrinya.
Untung saja dulu Wira dipaksa bercerai dari Yuni. Sekarang menyesallah wanita itu dibuatnya. Wira memang sudah terlanjur sakit hati oleh Yuni. Sebab itulah dalam waktu lima tahun terakhir, Wira benar-benar menggunakannya dengan sebaik mungkin agar bisa lepas dari julukan si miskin, dan dapat membuktikan pada dunia, bahwa dia lebih sanggup dibandingkan dengan mereka.
Usahanya membuahkan hasil. Panggilan juragan termasyhur di desanya sekarang telah tersemat dalam dirinya, membuat dia menjadi seseorang yang terhormat di kampungnya. Siapa sangka seorang Wira yang miskin akan jadi juragan terkaya di kampung?
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments