Pria dewasa yang bernama Hendra hanya menanggapi ucapan Dzaky dengan mengangguk saja dan tersenyum kecut. Sepertinya laki-laki itu memang menyukai Nilam.
Berbeda lagi dengan Nilam yang langsung menatap jengah pada Dzaky yang dengan percaya diri nya mengaku sebagai calon suaminya. ' Dasar cowok tengil si pemaksa. Seenaknya sendiri dia ngaku-ngaku jadi calon suami. Memangnya siapa juga yang mau nikah sama dia.'
Nilam tal ingin menanggapi ocehan Dzaky ia bergegas masuk menuju ke lokernya dan berganti seragam kerjanya. "Maaf, permisi mas Hendra. Saya harus mulai bekerja."
Laki-laki itu pun begitu tampak bahagia karena di sapa dengan sangat ramah dan mendapat senyuman manis dari Nilam." Iya, mari silahkan mbak Nilam.selamat bekerja."
Berbeda dengan Dzaky yang memesang wajah tak sukanya melihat keakraban Nilam dengan Hendra. 'Wah, bahaya ini. Siapa sih dia, terlihat tidak seperti orang sembarangan. Akan aku selidiki, enak saja asal mau nikung aja.' Dzaky bermonolog sendiri.
"Mbak Nilam. Itu cowok yang tadi pagi nganter mbak siapa ya? Calon suami baru mbak Nilam ya? Ganteng banget mbak, gagah lagi." Agus yang juga salah satu montir di bengkel tempatnya bekerja menanyakan tentang Dzaky.
Saat ini para karyawan bengkel tengah menikmati makan siang karena sudah masuk jam istirahat kerja. Nilam tak menjawab pertanyaan rekannya itu. Ia hanya tersenyum kecil.
"Wah, jadi beneran ya kalau cowok itu calonnya mbak Nilam. Selamat ya mbak. Semoga lancar sampai hari H nanti."
"Ish–apa-apaan sih kamu Gus. Memang saya bilang kalau dia itu bakal calon suami. Enggak kan? Ngak usah pingin tahu urusan orang lain. mending kamu lanjut kerja aja sana!" Nilam menegur keras Agus karena terlalu banyak bertanya tentang masalah pribadinya.
Agus pun meminta maaf dan bergegas melanjutkan pekerjaannya." Iya, maaf ya mbak. Aku ngak ada maksud apa-apa, kok."
"Hemm‐yang penting jangan diulangi lagi." Peringat Nilam pada rekannya itu.
Menjelang sore hari, Nilam dan para karyawan lainnya tengah bersiap untuk pulang. Baru saja Nilam mengeluarkan ponselnya dari dalam tasnya hendak memesan ojek online. Tiba-tiba datang sebuah sepeda motor besar dan langsung berhenti tepat di hadapan Nilam.
Nilam mengamati orang itu yang masih mengenakan helm. Saat orang tersebut melepas helm nya dan terpampanglah sudah wajahnya yang dikenalinya dan tak lain adalah Dzaky, laki-laki yang sudah hampir seminggu ini selalu menganggu letentramannya.
Dzaky dengan kepercayaan dirinya yang begitu tinggi tersenyum lebar menampilkan deretan gigi putihnya yang tertata rapi. Memang sih wajah dan senyuman laki-laki muda itu begitu mempesona 11- 12 lah dari mendiang Bagas. Ya, mereka kan kakak beradik wajahnya pun kalau di perhatikan dengan seksama memang sangat mirip.
"Selamat sore mbak, dah mau pulang kan. Aku datang mau menkemput mbak Nilam. Sebemum ditanya aku jawab duluan deh." Si Dzaky malah cengengensan.
"Ck–yang minta jemput memangnya siapa? Saya bisa pulang sendiri kok." Nilam menolak niat Dzaky yang ingin menjemputnya.
Bukan Dzaky namanya jika tak bisa membalas perkataan Nilam." Ya gimana, menjemput calon istri sendiri apa ngak boleh. Ayo mbak cepat naik, lihat itu mendung banget nanti keburu hujan. Soalnya aku ngak bawa mantol." Dzaky menepuk jok di belakangnya.
Benar saja tiba-tiba saja langit tampak begitu gelap. Sepertinya akan segera turun hujan. Berhubung sudah terjepit akhirnya Nilam pun naik ke motor Dzaky. "Pegangan mbak, nanti terjatuh loh. Aku yang bertanggung jawab akan keselamatan mbak sampai hari bahagia kita nanti." Terus saja menggombal si Dzaky ini disaat suasana dan cuaca yang sama sekali tak mendukung.
"Ish–bisa diam ngak sih kamu, kapan jalannya malah keburu deras hujannya. Nih....apa kamu ngak lihat sudah rintik-rintik gini. Ayo, jalan!" Sepanjang jalan Nilam terus mengoceh tak henti karena Dzaky yang selalu saja menggombalinya.
Benar saja, baru beberapa menit mereka keluar dari bengkel hujan turun semakin deras hingga mau tak mau mereka harus mencari tempat untuk berteduh. "Tuh kan, dibilang juga apa. tambah lebat kan hujannya. Menepi, cari tempat berteduh dulu!" Dzaky pun menepikan motornya di depan sebuah toko kelontong yang sudah tutup. waktu sudah menjelang magrib namun, mereka masih terjebak oleh hujan.
"Mbak, boleh tidak aku bertanya sesuatu?"
"Boleh, wong kamu punya mulut ya ngomong aja, ngak ada yang ngelarang juga." Jawab Nilam ketus
"Apa mbak masih belum bisa melupakan mas Bagas? Ngak ada niat gitu mau mencari penggantinya. Aku bersedia kok mengisi kekosongan hati mbak." Mulai lagi si Dzaky memancing Nilam.
Nilam melingkarkan kedua tangannya didepan dada menghalau udara dingin yang menusuk kulitnya. Dzaky yang melihat itu langsung melepas jaketnya lalu menyampirkannya di bahu Nilam. "Dingin mbak, pakai saja jaketku!." Nilam tak menolak dan tak mengucapkan terima kasih. Ia hanya menganggukkan saja.
"Kamu benar-benar mau tahu jawabannya? Apa kamu sudah siap kecewa dengan jawaban saya nanti?" Nilam memperingati Dzaky agar pria muda itu tidak kecewa dan patah hati.
"Iya mbak, aku akan siap apapun yang akan mbak katakan." Dzaky harus menyiapkah hati nya apabila memang jawaban Nilam akan membuatnya ambyar.
Nilam menghela nafas panjang. "Sebenarnya jujur saja. Saya memang belum bisa melupakan mas Bagas dan belum siap juga untuk menerima laki-laki manapun. Jadi, untuk sekarang saya belum bisa membuka hati untuk seorang laki-laki termasuk kamu. Maaf, karena saya harus mengatakan ini. Saya berdo'a semoga kamu akan mendapatkan pasangan yang lebih sepadan. Dan....semoga suatu hari nanti saya juga bisa membuka hati untuk seseorang. Entah kapan itu akan terjadi."
Wajah Nam tampak jelas menunjukkan kesedihan yang mendalam. Bagaimana tidak, dihari bahagianya ia justru mendapatkan berita yang mengguncang jiwanya dan menghancurkan segala-galanya. Cinta, masa depannya.
Dzaky hanya membisu tak bisa berkata apa-apa. Jawaban Nilam sungguh membuat hatinya galau. Apakah ia harus mundur dan membiarkan Nilam sendiri dulu. Tapi, Dzaky tidak bisa. Nilam adalah cinta pertama dan akan menjadi cinta terakhirnya. Dzaky akan membantu Nilam untuk menyembuhkan luka dihatinya.Ia tak akan melepaskan Nilam begitu saja.
Setengah jam kemudian hujan pun mulai agak mereda dan mereka melanjutkan kembali perjalanan menuju ke rumah Nilam. Jaket Dzaky masih dikenakan Nilam. Sebenarnya Nilam ingin melepasnya namun, Dzaky menolaknya dengan alasan udara sangat dingin dan Nilam hanya mengenakan kemeja lengan pendek saja.
Sesampainya di depan rumah Nilam pun bergegas turun dan tak lupa mengucapkan terima kasih pada Dzaky yang beberapa hari ini selalu ada untuknya meskipun Nilam sendiri tidak bisa membalas perhatian dan kebaikan dari pemuda tersebut.
"Terima kasih."
"Aku akan tetap menunggumu. Aku mohon jangan menyuruhku untuk menjauhimu karena aku akan tetP berusaha membuatmu bisa menerimaku. I love you, mbak!"
Nilam tercengang mendengar pengakuan cinta Dzaky. Ia tidak menyangka jika bocah kecil yang dulu selalu mengikutinya kemanapun ia pergi, kini telah menjadi pemuda berparas tampan dan yang membuat ia tak menyangka jika, Dzaky si bocah cengeng itu masih mengingatnya dan tetap ingin ia menjadi pengantinnya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments