Disebuah ruangan bercat putih dengan aroma khas obat-obatan. Sosok wanita tergeletak diatas brankar rumah sakit dengan selang infus yang tertancap di pergelangan tangannya. Nilam nama pasien tersebut. Kejadian yang begitu cepat dan si penabrak pun segera membawa Nilam ke rumah sakit terdekat. Sedangkan motor milik Nilam di bawa ke kantor kepolisian.
"Mbak, syukurlah akhirnya mbak sadar juga."
Nilam perlahan mulai membuka matanya, pemandangan pertama yang ia lihat adalah sosok laki-laki muda berperawakan tinggi besar dan wajahnya pun cukup tampan. Dan laki-laki itulah yang tadi tanpa sengaja bertebrakan dengan Nilam.
"Euhhh–kepalaku sakit sekali. ini dimana?" Nilam belum sepenuhnya menyadari dimana kini ia berada. Ia bertanya pada pria muda yang ada di dekatnya.
"Maafkan saya ya, Mbak. Saya benar-benar tidak sengaja menbrak Mbak-nya. Maaf, saya lupa nama mbaknya siapa ya?" Karena begitu paniknya si penabrak malah lupa nama orang yang ditabraknya.
Nilam mengerjap-ngerjapkan matanya. Melihat sosok laki-laki yang begitu mirip dengan orang yang sangat dirindukannya. Ataukah ia sedang bermimpi sampai melihat Bagas di diri laki-laki lain. "Bagas....apa kamu benar-benar Bagas? Kamu kemana saja, Mas. Aku menunggumu dan–."
BRAKK
"NILAMM–!."
Ucapan Nilam terhenti ketika pintu ruang IGD di buka dengan begitu kencang oleh seseorang dari arah luar dan orang tersebut langsung berteriak keras memanggil nama sang putri semata wayangnya, Nilam. "Nak, bagaimana keadaanmu sekarang? Apa yang terasa sakit?" Bu Ratih ibunya Nilam tak kuasa menahan kesedihannya Bahkan wanita paruh baya tersebut begitu panik ketika mendengar kabar jika putrinya mengalami kecelakaan lalu lintas.
"Bu, sudahlah jangan terlalu memaksakan diri. Biarlah Nilam beristirahat dulu." Pak Burhan bapaknya Nilam menegur sang istri yang mengajak bicara putri mereka yang tampak masih syok itu.
"Iya iya, Pak."
"Eh, ngomong-ngomong kamu siapa, mengapa da di sini?" Bu Ratih beralih melihat ke arah laki-laki yang sejak tadi berdiri tak jauh dari brankar dimana putrinya tergeletak tak berdaya.
"Anu Bu, Sa–saya yang tak sengaja telah menabrak mbak nya."
"Apa kamu bilang? Tidak sengaja? Dasar anak muda pasti kamu ugal-ugalan dalam menyetir kan.Tidak mungkin Nilam tak berwaspada dalam berkendara.ini pasti kamu yang salah." Bu Ratih terua merepet memberondong berbagai tuduhan.
"Maaf, tante. Saya benar-benar tidak sengaja. Tadi saat kejadian mbak nya melamun dan tanpa sadar menerobos lampu merah." Berusaha menceritakan kronologis kejadiannya.
Bu Ratih dan Pak Burhan menyimak penuturan dari pemuda yang mengaku telah menabrak putri mereka secara tidak disengaja.
Pak Burhan pung mengangguk mengerti. Pasti putri mereka memang tengah melamun memikirkan almarhum calon suaminya, Bagas. Sedangkan Bu Ratih menatap sendu putri tersayangnya." Malang sekali nasibmu,nak. Semoga suatu saat nanti kamu akan berbahagia "
"Bu–kenapa ibu menangis? Nilam ngak apa-apa. Tadi cuma keserempet aja,kok." Nilam yang masih terbaring lemah mencoba menenangkan ibunya.
"Kamu itu ya, Nilam. Makanya lain kali hati-hati ya nak. jantung ibu rasanya mau copot pas dapat kabar kamu kecelakaan." Mengusap-usap kepala sang putri dengan penuh kelembutan.
Sejenak mereka terdiam. Hingga datang sepasang pria dan wanita paruh baya yang langsung menghampiri pria muda tersebut. "Dzaky, kamu tidak apa-apa kan nak?"
"Iya, Bu. Dzaky baik-baik saja. Malah wanita yang Dzaky tabrak yang terluka. Itu Pak,Bu....orangnya." Menunjuk kearah brankar dimana Nilam tengah terbaring.
"Loh–Mbak Wiwin. Jadi, anak muda ini putra bungsumu itu ya? Bu Ratih baru menyadari jika anak muda yang bernama Dzaky itu ternyata adalah putra dari Bu Wiwin dan Pak Amran.
Kedua wanita paruh baya itu pun saling berpelukan dan bercipika cipiki begitu pun suami-suami mereka saling berjabat tangan. "Apa kabar Mas Amran?"
"Alhamdulillah baik, Burhan. Ngak nyangka ternyata hubungan lekeluargaan kita akan terus berlanjut. Ternyata Nilam yang ditabrak oleh Dzaky. Dunia memang begitu sempit ya."
"Iya ya, Mbak. Ternyata kita tidak perlu bersusah payah mempertemukan mereka dan ternyata mereka malah bertemu dengan sendirinya ya meakipun dalam kejadian yang kurang mengenakkan." Bu Ratih tampak begitu antusias karena keluarga mereka akan jadi berbesanan kembali.
Keempat orang tua tersebut malah asik beruforia bersama merayakan kebersamaan kedua keluarga. Sedangkan Nilam dan Dzaky hanya menatap orang tua mereka masing-masing dengan berbagai pertanyaan di pikiran mereka.
'Ini apa maksudnya? Apa jangan-jangan mereka akan menjodohkanku dengan berondong itu. Ya ampun, bapak, Ibu....apa-apan sih?' Nilam merutuki sikap orang tuanya yang memutuskan sepihak tanpa menanyakan terlebih dahulu padanya.
Berbeda dengan Dzaky, pemuda itu merasa sangat senang. Karena akhirnya impian masa kecilnya akan segera menjadi kenyataan. Dzaky bercita-cita jika ia sudah dewasa nanti akan mempersunting Nilam yang biasa ia panggil Mbak Nilam. Namun, impiannya sempat hamcur ketika ia mendapatkan kabar dari orang tuanya Jika, Sang kakak akan menikah dengan Nilam. Mbak tersayangnya. Dan musibah yang menimpa Bagas sudah menjadi takdir ilahi. Kini pertemuannya dengan mbak Nilamnya kembali telah mengembalikan kenangan indah dimasa kecil mereka.
"Pokoknya aku mau mbak Nilam menjadi pengantinku." Ucap Dzaky kecil bersuara lantang.
Itulah kalimat yang selalu tertanam di hati Dzaky kecil hingga sekarang pun ia tetap menginginkan Nilam kelak menjadi pendamping hidupnya. Dan untuk masalah umur itu tidak akan menjadi masalah sama sekali. Bukankah ada pepatah cinta tak memandang usia.
"Ibu, Bapak–ini maksudnya apa? Kalian akan berbesanan kembali. Jangan bilang kalau kalian akan menjodohkanku dengan bocah ini?" Nilam menunjuk-nunjuk Dzaky dengan rasa tak percaya. Masa' iya ia akan menikah dengan brondong.
Apakah Nilam saking tidak lakunya maka, mereka memaksakan kehendak dengan menikahkannya dengan adik dari laki-laki yang sangat dicintainya yaitu Bagas kakak dari Dzaky.
"Iya Nilam sayang. Dzaky adalah adik Bagas dan dia sudah bersedia kok menerima perjodohan ini dan secepatnya kita akan merencanakan kembali pernikahan untuk kalian berdua."
Bu Wiwin mendekat pada sang calon menantu idamannya. Nilam adalah wanita dewasa yang mandiri dan juga cantik serta lembut hatinya. Meskipun cara berpakaian sehari-harinya terkesan tomboy. Tapi, tak menghilangkan aura kencatikan alaminya. Nilam memang sangat cantik dibalik kesederhanaannya.
Nilam memegang kepalanya yang terasa berdenyut." Sshhh....kepalaku sakit sekali. Semoga saja ini hanya mimpi burukku saja."
"Kamu mau tahu obat mujarab untuk menyembuhkan rasa sakit di kepalamu itu?" Dzaky yang sejak tadi hanya terfokus memperhatikan Nilam tentu saja mendengar keluh kesah wanita itu.
"Apa? Ngak usah ikut-ikutan deh kamu. Sana, main sama teman-temanmu saja. Ngak usah mengurusi urusan orang lain. Siapa juga yang mau menikah sama bocah sepertimu. Huh....bikin mumet aja." Nilam begitu gemas dengan Dzaky yang baginya hanya seorang bocah laki-laki yang manja.
"Oke, akan aku beritahu apa obatnya. Obatnya adalah Mbak harus menikah denganku dijamin rasa sakit dikepala mbak akan segera menghilang. Gimana, Mbak Nilam ku?" Mengedipkan matanya genit pada Nilam. Sontak saja apa yang dilakukan Dzaky membuat Nilam semakin geram.
"Menikah sama kamu? NO WAYYY!"
"NILAMM–!"
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments