Karena keadaan Nilam sudah sehat dan bersyukur ia tidak mengalami luka yang terlalu parah. Pagi harinya Nilam lun telah di izinkan untuk pulang. Dan moodnya tiba-tiba berubah ketika muncul seseorang yang sangat tak ingin di lihatnya. Siapa lagi kalau bukan Dzaky Pradana sang calon suami, katanya sih.
"Woi, ngapain sih kamu datang lagi kesini? Ngak ada kerjaan lain apa. Nyebelin. Main buka aja lagi tanpa permisi dulu. Kamu kira saya ini.siapa?."Utung saja Nilam baru saja selesai berganti baju saat Dzaky membuka korden penutup brankarnya.
"Mbak adalah calon pendamping hidupku,bukan. Jadi, ya aku harus menjadi calon suami.siaga untuk calon pengantin cantiknya Dzaky."
Nilam berdecak sebal, ckk mana ada calon suami siaga. Yanga ada itu suami siaga kali. sok ngadi ngadi ni bocah."
Dzaky malah terkekeh melihat mulut Nilam yang komat kamit sampai bibirnya mengerucut terlihat sangat lucu. "Ya ampun, imut banget sih mbak ku cantik. Jadi tambah cinta deh." Bahkan Dzaky mencolek dagu Nilam gemas.
"Ish–jangan pegang-pegang sembarangan, ngak sopan." Nilam menepis tangan Dzaky kasar dan memelototinya.
Tok tok tok
"Nilam apa kamu sudah siap? Loh, ada bak Dzaky toh. Mau menjemput Nilam juga ya?"
"Iya Bu." Dzaky mencium punggung tangan bu Ratih dengan sopan. Dan bu Ratih tentu saja sangat senang ketika tahu jika sang calon menantu begitu perhatian pada putrinya.
Bu Ratih begitu antusias dengan kedatangan Dzaky dan meminta calon menantunya itu untuk mengantar Nilam pulang. Sedangkan bu Ratih sendiri malah berpamitan dengan alasan ada urusan penting dan mempercayakan Nilam pada Dzaky. "Maaf ya, nak Dzaky jadi merepotkan. Habis urusan ini tak bisa diwakilkan oleh orang lain." Tersenyum dengan manisnya.
Melihat tingkah lebay ibunya membuat Nilam rasanya perutnya langsung mual. Bisa-bisanya ibunya betakting sampai segitunya. " Apa-apaan sih ibu, anak ibu itu Nilam atau bocah menyebalkan ini?" Nilam menunjuk-nunjuk Dzaky dengan jari telunjukknya.
Apa yang dilakukan Nilam sontak mendapatkan death glare dari bu Ratih. "Nilam....tidak sopan bersikap seperti itu sama calon suami."
"Maafkan sikap Nilam ya nak Dzaky." Ekspresi bu Ratih seketika berubah sumringah ketika berbicara dengan Dzaky. Nilam semakin dongkol saja.
"Kalau begitu ibu pergi duluan ya, nak Dzaky. Titip putri ibu. Jangan diapa-apakan dulu ya! Belum sah."
Kali ini perkataan ibunya sukses membuat Nilam naik pitam. Siapa juga yang mau diapa-apain sama berondong tengil itu. "Ibu–ngomong apa sih?" Ish....bikin malu aja."
Setelah kepergian bu Ratih. Nilam langsung bergegas keluar dari ruang perawatannya. Selonong boy tanpa menghiraukan keberadaan Dzaky.
Namun, dengan gerak cepat Dzaky langsung mengambil alih tas jinjing yang di tenteng Nilam hingga beralih ketangannya meskipun ada sedikit drama tarik menarik tali tas untus saja tidak sampai terputus.
Dan di sinilah sekarang Nilam, didalalm mobil yang dikemudikan oleh Dzaky sendiri. Sepanjang perjalanan Nilam hanya diam tanpa mengeluarkan suara atau sepatah kata pun. Mata Dzaky sesekali melirik Nilam dan tak berani mengusiknya.
'Apa dia benar-benar tidak bisa menerimaku? Tapi, kenapa. Bukankah aku tak kalah tampan dari mas Bagas? Aku juga sudah bisa berdiri di kaki sendiri dan bisa menafkahimu Mbak. Pokoknya kamu harus menikah denganku, Mbak Nilam."
"Ekhem–apa mbak ingin mampir kemana dulu gitu, biar aku antarkan?"
Mendengar penawaran dari Dzaky, Nilam jadi teringat akan sesuatu. Ya, motornya. "Boleh, kamu pasti tahu kan dimana motorku sekarang? Bisa tolong antarkan aku untuk melihatnya?" Nilam sampai harus berakting dengan tersenyum pada laki-laki yang menyebalkan baginya itu.
"Oh, iya. Sorry mbak. Motornya kayaknya masih di bengkel, entah sudah selesai.di perbaiki atau belum. Apa mbak mau melihatnya sekarang?"
"Iya, boleh. Tolong mampir sebentar ya ke bengkelnya!" tak lupa Nilam mengeluarkan jurus andalannya yaitu senyuman mautnya yang akan membuat pemuda itu langsung klepek-klepek.
"Oke mbak, dengan senang hati aku akan mengantarkan kemanapun mbak mau." Hati Dzaky seketika berbunga-bunga karena mendapatkan senyuman dari sang pujaan hati. Sungguh cantiknya senyuman Nilam dimata Dzaky.
Setelah menempuh perjalanan sekitar lima belas menitan, akhirnya mereka pun sampai juga didepan sebuah bengkel. Dzaky turun turun lalu, membukakan pintu mobilnya untuk Nilam. "Silahkan, mbak."
Nilam langsung masuk kedalam bengkel tersebut dan mencari keberadaan motornya. Ia menghampiri.salah satu karyawan bengkel. "Maaf, apa saya boleh bertanya mengenai motor saya yang dua hari lalu masuk kesini, motor Yamaha dengan nkmor polisi BxxxxFD. Apa saya bisa melihatnya?"
Dzaky hanya mengikuti Nilam di belakangnya. Sambil sesekali memberi kode pada karyawan bengkel agar menuruti keinginan Nilam. "Oh iya, mari saya antar. Motor mbak sedang di tangani di sebelah sana!"
"Oke, terima kasih."
Benar saja, motornya ternyata belum rampung dan masih ditangani oleh seorang montir. Nilam pun gegas mendekat dan melihat dari dekat keadaan motornya. "Apa belum selesai, mas motor saya?"
Montir itu pun menoleh kearah Nilam lalu, sekilas melihat Dzaky yang juga memberi kode agar mengatakan jika motornya belum selesai diperbaiki. "Emm....iya,mbak. Ini sepertinya butuh beberapa hari lagi baru selesai."
"Ah, masa' sih? Mana coba saya lihat!" Nilam berjongkok dan mengamati motornya dan mencoba mencari masalah pada motornya yang belum juga bisa diperbaiki.
" Ini, mbak. Ada beberapa bagian yang rusaknya agak parah. Jadi, kami harus mencari dulu spertpartnya dan memesannya dari distributor langsung.Jadi, butuh beberapa hari lagi sampai barangnya sampai." Dengan gaya profesionalnya sang montir.menjelaskan kendala yang dihadapi dalam memperbaiki motor milik Nilam tersebut.
Nilam mengangguk-angguk. "Begitu, okelah. Nanti tolong kabati langsung ke nomer saya ya kalau motornya sudah selesai!"
"Kalau begitu mbak bicara langsung saja sama bagian administrasi didepan. Saya hanya bertugas untuk menangani motornya." Dzaky memberikan acungan jempol pada sang montir karena aktingnya sungguh meyakinkan.
Usai ke bengkel, mereka melanjutkan kembali perjalanan menuju kerumah Nilam. Tiba-tjba terdengar suara gemuruh dari arah perut Nilam yang menandakan bahwa perutnya sedang keroncongan alias lapar.
Krukkkkk
Krukkkkk
"Ekhem–mbak, kita makan siang dulu yuk! Perutku juga sudah keroncongan nih." Tanpa membahas perut Nilam yang bergemuruh karena lapar. Dzaky berinisiatif menawarkan untuk mengajak Nilam makan siang karena memang waktu juga telah meunjukkan pukul setengah dua belas.
Nilam yang kadung malu akibat ulah perutnya yang seenaknya berbunyi didekat Dzaky spontan mengangguk dan tersenyum kikuk. "Boleh."
"Oke, bagaimana kalau kita makan direstauran depan sana?" Dzaky menunjuk sebuah restauran.
"Terserah kamu saja, aku manut." Jawab Nilam dengan gaya cueknya seperti biasa.
Mobil yang dikendarai Dzaky pun berbelok memasuki sebuah restauran yang cukup besar. Mereka memasuki pintu depan dan wajah Nilam langsung tercengang melihat suasana restauran itu yang terasa nyaman.
"Selamat datang! Mari silahkan....Bapak?"
"Sssttt!"
Dzaky menempelkan jari telunjuknya dibibirnya dan menatap karyawan restauran tersebut agar diam.
"Kamu kenapa? Sat set sat set....dasar aneh." Nilam menoleh kebelakang dan menatap Dzaky penuh tanya.
"Enggak pa-pa kok, mbak. Ayo kita cari tempat yang agak nyaman! Bagaimana kalau di pojokan sana, kayaknya lumayan nyaman dan lebih sepi."
"Sepi? Memangnya mau bersemedi apa. Pasti otakmu mulai berpikir yang aneh-aneh deh, iya kan?"
Dzaky hanya cengengngesan sambil menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal. ' Hadeh, bener-bener super jutek nih calon bini gue?'
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments