Usai bekeliling ria akhirnya mereka pun tiba dirumah Nilam. Seperti biasa Dzaky sang calon suami siaga dengan sigap membantu membukakan pintu mobil juga tak lupa membawakan tas beserta barang-barang milik Nilam. Senyum tak lepas laki-laki itu perlihatkan hanya tertuju untuk sang pujaan hati.
"Hati-hati Mbak, sini biar aku saja yang bawa tas nya." Nilam pun membiarkan saja Dzaky mengambil alih tas itu dari tangannya sedangkan Nilam sendiri melenggang pergi dengan cueknya.
Nilam mengetuk pintu beberapa kali namun, tidak ada yang membukakannya. Kemudian ia merogoh ponselnya dari saku celananya lalu, gegas menghubungi ibu nya.
"Bu, ibu dimana? Aku sudah sampai dirumah ini dan ternyata ibu belum pulang juga."
"Iya, nak. Maaf. Urusan ibu belum selesai, mungkin sebentar lagi ibu akan pulang. Ya, ampun Nilam. Ibu lupa kalau menaruh kunci cadangan pintu depan. Coba kamu cari di bawah pot bunga yang berwarna putih. Ibu taruh kuncinya disana. Maaf lagi ya ibu lupa." Bu Ratih malah terkekeh karena kepikunannya yang sebenarnya disengaja itu.
Nilam menghela nafas dalam. "Ada-ada aja ibu ini."
"Ada apa mbak?"
"Ngak ada apa-apa dan bukan urusanmu juga." Jawab Nilam seperti biasa dengan mode ketus nya
Nilam berjongkok mengangkat sebuah pot bunga lalu, mengambil sebuah kunci. "Nah, ini dia." Nilam tampak senang ketika telah menemukan kunci rumahnya.
Tanpa membuang waktu lagi Nilam bergegas membuka pintu rumahnya dan setelah itu ia langsung masuk. Dzaky pun melangkah masuk mengikuti Nilam.
"Eits, ngapain kamu ikut masuk?" Menahan tubuh Dzaky agar tidak masuk kedalam rumahnya.
"Loh, aku kira boleh masuk. Sebentar lagi kita bakal jadi suami istri,bukan. Apa salahnya menawarkan calon suami untuk mampir." Dzaky tetap kekeuh ingin masuk kedalam.
Merasa gemas dengan kengeyelan laki-laki yang mengaku sebagai calon suaminya itu dengan tanpa ampun langsung menjewer sebelah kuping Dzaky dengan cukup kuat."Baru calon belum sah jadi kita bukan muhrim dilarang keras berduaan di didalam rumah tanpa ada orang lain.Ngerti ngak?"
"Awww, iya iya aku ngerti mbak ku sayang. Sorry, lupa.Makannya secepatnya kita harus mengesahkan hubungan kita jadi, kita bebas berduaan kapan pun dan dimanapun. Gimana, setuju dong?"
"Setuju gundulmu. Sudah sana pulang, nanti bisa kena grebek tetangga dikira ngapa-ngapain lagi." Inara mendorong tubuh Dzaky agar keluar sari dalam rumahnya. Dàn akhirnya dengan terpaksa Dzaky pun menuruti keinginan Nilam.
Dzaky menatap pintu yang telah tertutup rapat dengan menghela nafas berat nya. "Hhh....demi masa depan. Sabar-sabar Dzaky!" Laki-laki bertubuh atletis itu pun memasuki mobilnya lalu, beranjak pergi.
Keesokkan hatinya, pagi-pagi sekali tampak Dzaky sudah berada di depan rumah Nilam. Bu Ratih yang tengah menyirami tanaman ditaman depan rumah pun tampak begitu dlsenang akan kedatangan sang calon menantu idaman. Wanita paruh baya itu pun bergegas menghampiri Dzaky dan menyambutnya dengan suka cita.
"Assalamuallaikum Bu."
"Wa'allaikumsalam. Nak Dzaky. Mari-mari silahkan masuk! Mau mengantar Nilam berangkat kerja ya?" Bu Ratih menduga jika kedatangan Dzaky adalah ingin mengantar putrinya ketempat kerjanya.
Dzaky pun menjawab dengan anggukkan kepalanya. Setelah dampai didalam rumah, bu Ratih mempersilahkan Dzaky untuk menunghu di ruang tamu sedangkan ia bergegas menuju ke dapur unyuk membuatkan secangkor kopi untuk calon menantunya itu.
Sebelum menuju kedapur, bu Ratih terlebih dahulu mengetuk pintu kamar putrinya guna memberi tahu jika Dzaky datang untuk menjemputnya.
Tok tok tol
"Nilam–cepatlah bersiap-siap, itu nak Dzaky sudah datang menjemputmu!"
"Heemm–." Hanya jwaban deheman yang diberikan Nilam.
Didalam kamarnya Nilam sebenarnya sudah siap sedari tadi. Namun, saat ia mendengar suara mobil Dzaky yang masuk dan berhenti di halaman depan rumahnya membuat mood Nilam seketika jadi berubah. "Pagi-pagi sudah bertandang ke rumah orang, kurang kerjaan amat sih." Nilam pun keluar dari kamarnya sambil mendumel tak jelas.
Terdengar suara percapakan antara ibunya dan Dzaky yang cukup serius. Nilam sedikit mendengar jika Dzaky akan segera datang melamar secara resmi bersama orang tuanya. Seketika hati Nilam bergemuruh, seenaknya saja laki-laki memutuskan semaunya sendiri tanpa menanyakan pada diriny terlebih dahulu.
"Ekhem–." mendengar deheman Nilam yang tiba-tiba saja muncul, menghentikan percakapan bu Ratih dan Dzaky.
"Eh, Nilam. Kamu sudah siap. Ini nak Dzaky sudah menunggumu sejak tadi."
"Nungguin? Memangnya saya ada janji sama kamu?" Jawab Nilam ketus sambil menatap kesal Dzaky.
Bersamaan dengan itu datang Pak Burhan yang baru saja selesai joging pagi. "Loh, ada nak Dzaky toh. Mau mengantar Nilam ke tempat kerja ya?" Pak Burhan langsung bisa menebak tujuan calon menantunya itu datang.
Dzaky spontan menoleh dan langsung beranjak dari duduknya untuk bersalaman dengan pak Burhan. " Iya, Pak. Saya datang untuk menjemput mbak Bilam dan mengantarkannya ke tempat kerja."
"Oh ya sudah, tunggu apa lagi lekaslah berangkat sana. Sudah jam berapa ini. Oh, ya nak Dzaky. Bapak titip Nilam ya.Jaga dengan baik!" Menepuk bahu Dzaky.
" Siap bapak mertua." Dzaky dengan penuh semangat. Nilam yang melihat interaksi keduanya pun hanya mendengus kesal.
"Siapa juga yang nyuruh dia datang. Apalagi nganterin aku ke tempat kerja. Sok perhatian."
"Nilam–ngak boleh ngomong gitu. Nak Dzaky itu kan akan menjadi suami kamu jadi, wajar saja dia perhatian sama calon istrinya. Benar kan, Pak?" Pak Burhan pun mengangguk membenarkan ucapan istrinya.
Melihat kekompakkan kedua orang tuanya yang memihak Dzaky membuat Nilam tak lagi berkomentar, percuma saja ia menolak tetap saja ia yang akan kalah nantinya.
"Ngapain kamu masih berdiri saja. Katanya mau mengantar saya. Kalau masih mau ngobrol sama bapak dan ibu yo monggo, malah kebetulan."
"Oh, enggak lah kan aku datang memang tujuannya mau mengantar mbak ke bengkel. Ayo!""
Setelah berpamitan dengan pak Burhan dan bu Ratih. Kedua nya pun beranjak pergi.
"Mereka sangat serasi ya, Pak. Tidak terlihat jika umur mereka terpaut jauh." Bu Ratih menatap bahagia putri dan calon menantunya.
"Iya bu. Ngak nyangka ya ternyata nak Dzaky mau menerima putri kita." Pak Burhan ikut merasa lega karena akhirnya sang putri yang sempat terpuruk kini akhirnya akan ada seorang pemuda yang akan mempersunting Nilam, putri kesayangannya.
Sepanjang perjalanan Nilam hanya terdiam. Ia hanya menyahuti seadanya saat Dzaky mengajaknya berbicara. Dzaky hanya bisa bersabar dalam menghadapi Nilam yang memang belum bisa menerima akan kehadirannya. Mungkin saja Nilam belum bisa move on dari sang kakak. "Pulang nanti, aku jemput lagi ya, mbak?"
"Ngak usah, nanti ngerepotin kamu. Lagi pula hari ini lemungkinan saya bakal lembur karena banyak mobil yang harus aku tangani. Kamu lakukan saja kgiatanmu sendiri ngak usah mikirin hal yang ngak penting." Jawab Nilam tumben kalimatnya agak panjang.
Dzaky mengulas senyum, senang akhirnya Nilam mau berbicara panjang lebar dengan nya. "Ya enggak merepotkan sama sekali karena mbak adalah wanita terpenting dalam hidupku. Calon pendamping hidupku dan ibu calon ibu dari anak-anakku kelak nanti."
"Ya ampun, diajak ngomong apa jawabannya malah melantur kemana-mana. Pake anak segala yang dibawa-bawa. Siapa juga yang mau nikah sama dia."
Dzaky hanya terkekeh mendengar lagi-lagi Nilam yang mengejeknya. 'Ngak pa-pa mbak, kamu mau ngatain aku apa saja. Yang penting suatu saat nanti kamu pasti akan menerima dan mencintaiku juga. Aku akan berusaha agar hal itu akan terjadi suatu saat nanti.' monolog Dzaky dalam hati.
Tanpa terasa akhirnya merekapun tiba di bengkel tempat Nilam bekerja.
"Mbak Nilam, apa kabar. Gimana keadaan mbak?" Salah satu rekan montir menyambut kedatangan Nilam dan bertanya tentang keadaannya.
"Alhamdillah bik, Gus. Gimana bengkel selama ngak ada saya?" Jawab Nilam.
"Ya, lumayan keteter kalau ngak ada mbak. Apalagi tu langganan setia mbak, dari kemarin mondar mandir. Biasalah modus."
Dzaky tertegun dan menangkap arah pembicaraan Nilam dan rekannya itu. 'langganan setia....modus, apa jangan-jangan orang itu naksir sama mbak Nilam. Ini ngak boleh dibiarkan begitu saja.'
"Nah, panjang umurnya. Baru aja di omongin dah nongol orangnya. Yo wes lah mbak, saya mau lanjut kerja dulu ya."
"Oke."
Dzaky melihat kearah seorang laki-laki dewasa yang tampak berwibawa dengan stelan jas lengkap. Penampilannya sungguh gagah dan berwibawa. Seperti seorang eksekutif muda. Dzaky terus memperhatikan gerak gerik laki-laki itu yang kini sedang menlangkah kearah Nilam.
"Selamat pagi mbak Nilam. Lama tidak bertemu. Apa kabarnya? Saya dengar mbak Nilam beberapa hari lalu baru mengalami musibah ya. Maaf, saya tidak sempat menjenguk karena saya bener-benar tidak tahu." Laki-laki yang bernama Hendra itu tampak begitu antusias karena dalat bertemu kembali dengan Nilam setelah beberapa hari ia menunggu.
Nilam yang diajak berbicara pun menanggapinya dengan sopan. "Oh, tidak apa-apak kok Mas. Terima kasih atas perhatiannya." Nilam bahkan tersenyum ramah pada Hendra. membuat darah Dzaky seketika mendidih. Panas panas. Sepertinya Dzaky mendapatkan lawan yang cukup berat.
"Ekhem–maaf, apakah anda sudah selesai berbicara dengan calon istri saya?"
"Calon istri–?"
"Ya ampun, dia mulai lagi. Capek deh!?"
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments