Hari ini benar-benar lelah, sehari tinggal serumah dengan mertua dan adik iparnya cukup membuat Mika tersiksa. Sikap dan perlakuannya sama kejam dan mengejutkan, tidak menduga bahwa mereka memiliki sikap yang buruk seperti itu. Sebetulnya Mika ingin berontak, tapi dia tidak mau mengecewakan kakeknya maupun kakeknya Wisnu yang selama ini berharap banyak Mika menjadi cucu menantu yang diharapkan dan disayanginya. Terlebih Mika memang mencintai Wisnu suaminya, sebab pernikahannya tidak semata hasil perjodohan, karena sebelumnya mereka memang sudah menjalin kasih.
Mika termenung di halaman belakang setelah menjemur pakaian yang sudah dikeringkan oleh mesin cuci tadi. Untuk sejenak dia bisa mengistirahatkan seluruh tubuhnya yang lelah karena aktivitas dari pagi sampai siang ini. Mika pun tertidur saking lelah dan ngantuknya.
Mika dan Wisnu menaiki sebuah perahu angsa di sebuah danau buatan, tempat rekreasi berupa danau hasil buatan manusia yang cukup luas. Dengan pinggir-pinggir danau berjejer pasar terapung yang menjajakan jajanan khas nusantara.
"Kamu mau jajan apa, Sayang?" tanya Wisnu lembut.
"Es teller saja, aku mau es telller. Sepertinya sore-sore panas begini enaknya menikmati es teller," ujar Mika dengan wajah yang manja. Wisnu memesan dua cup es teller, dengan sigap penjual yang berjualan dengan terapung itu membuatkan es teller pesanan Wisnu.
"Silahkan," sodor pelayan itu. Mika dan Wisnu meraih cup es teller miliknya masing-masing dan menikmatinya sambil kakinya tidak henti mengayuh perahu angsa. Perahu mulai berlayar menuju tengah-tengah danau. Namun di pertengahan, tiba-tiba perahu oleng dan tenggkurap. Mika dan Wisnu menggapai-gapai tangannya meminta tolong dengan tubuh yang sudah basah dan masuk ke dalam danau.
Tolong, tolong," teriak Mika menggapai-gapai badan angsa yang masih tengkurap.
"Greppp." Tiba-tiba tangannya sudah diraih Wisnu dan diangkatnya.
"Bangunnnnn, masih siang sudah mimpi bolong. Noh sana masak, jangan mimpi terus," teriak mertuanya sembari melotot dengan tangan memegang gayung yang isinya sudah tumpah ruah di badan Mika. Mika terkesima dan kaget, wajahnya masih belum sadar sepenuhnya karena masih dalam keadaan ngantuk. Rupanya Mika tadi bermimpi tenggelam bersama suaminya. Yang ternyata ibu mertuanya membangunkan dengan segayung air.
"Bu, jangan seperti ini. Istri aku jadinya kedinginan dan kaget, kenapa tidak baik-baik saja Ibu bangunkan?" protes Wisnu, kurang suka Mika diperlakukan seperti itu.
"Alah, jangan halangi gue. Anak ini harus dikasih pelajaran supaya tidak malas-malasan," kilahnya tidak segan-segan.
"Istri aku sudah bekerja sejak pagi, Bu. Dia hanya kelelahan dan istirahat sebentar sembari menunggu cucian kering," bela Wisnu lagi sembari meraih tangan Mika yang menggigil.
"Cepat masuk dan masak buat makan siang," perintah Bu Rumi dengan mata yang melotot. Wisnu membawa Mika ke dalam dan mengganti bajunya. Mika mengganti bajunya sembari menangis, di sampingnya Wisnu berusaha menghiburnya. Dia sebagai anak tidak bisa apa-apa selain protes seperti tadi. Wisnu memang penakut dan tidak pernah sekalipun melawan pada Ibunya. Namun, pada saat seperti sekarang ini, dia jadi serba salah. Membela Mika juga tidak ada gunanya karena Ibunya tetap tidak mau mengalah.
"Abang, kenapa baru sehari saja Mika tinggal di sini, perlakuan ibu sangat kasar dan tidak berperasaan? Kalau begitu lebih baik kita tinggal misah saja sama ibu. Kita ngontrak rumah saja." Mika merengek dengan suara yang masih terisak.
"Sabar, kita tinggal di sini baru sehari. Coba kamu turuti dulu semua keinginan Ibu dan baik-baikin Ibu, siapa tahu Ibu akan melunak," bujuknya sembari mengusap-usap rambut Mika. Beberapa saat kemudian Mika dan Wisnu keluar kamar. Mika langsung memasak untuk makan siang karena sebentar lagi Ciki pulang dari kampus.
Mika memasak apa yang ada di kulkas, ada ayam dan sayur untuk di sop. Tanpa merasa bingung Mika sudah siap mengeksekusi bahan masakan itu. Kali ini Mika membuat ayam kecap dan sayur sop ditambah sambal terasi campur tomat. Perut Mika mendadak bergemuruh merasakan lapar meronta-ronta. Sebelum ibu mertuanya memergokinya, Mika menyeduk nasi ke dalam plastik transparan, lalu diisi satu potong ayam dan sambal buatannya. Plastik yang sudah terisi nasi itu dia simpan di saku roknya yang lumayan lebar.
Tidak berapa lama, Ciki pulang. Suara motornya sudah menderu di depan. Saat masuk dia langsung melempar tasnya di kursi sembarangan, sehingga isinya terhambur sebagian.
"Wahhh, wanginya enak nih, Bu. Kebetulan aku sudah lapar. Siapa yang masak?" tanya Ciki sembari duduk di kursi makan dengan piring yang sudah siap di tangannya.
"Siapa lagi kalau bukan pembantu gratisan baru kita," sahut Bu Rumi sedikit berbisik, tapi masih terdengar oleh Mika. Mika mengelus dada seketika. Begitu tega ibu mertuanya menganggap dia pembantu gratisan. Dia berjingkat untuk memanggil suaminya makan siang.
Saat Wisnu datang, lauk yang dihidangkan di meja makan tinggal sisa ayam satu potong dan sayur sop secentong. Mika terbelalak tidak percaya, baru saja ditinggal, makanan di meja makan hanya tinggal seuprit. Lalu lauk untuk makan dia dan suaminya mana?
"Ayo, Wisnu, makanlah. Ngapain berdiri mematung kayak gitu macam kena petir saja?" tegur Bu Rumi membuyarkan keterkejutan Wisnu melihat meja makan. Mika segera mengambil piring suaminya dan mengisinya dengan nasi dan ayam sisa di piring saji serta sayur sop buatannya yang disisakan hanya secentong, lalu diatasnya dituang sambal terasi tomat buatannya.
"Ahhhh, kenyang. Aku ke kamar dulu, ya, Bu. Aku jadi ngantuk nih gara-gara kekenyangan," pamit Ciki menuju kamarnya yang berada di loteng dengan tangan yang mengusap-usap perutnya yang kekenyangan.
Sayang, kamu belum makan, bukan?" Sini, kita makan berdua, ayamnya paruhan saja," ajak Wisnu sembari menyiapkan kursi makan untuk Mika duduk.
"Mika duduk di samping Wisnu dan hendak makan. Mika sudah menyiapkan nasi di piringnya yang masih polos.
"Enak saja, lu paruh-paruh sama dia. Lebih baik gua yang makan. Noh, elu makan nasi sama sambal doang," tarik Bu Rumi merebut ayam yang berada di piring Wisnu.
"Ibu, itu, kan ayam aku. Masa aku makan nasi doang?" protesnya tidak suka.
"Habisnya elu mau bagi-bagi sama dia. Kalau begitu lebih baik elu kagak makan ayam ini sekalian," peringatnya mengancam.
"Sudah, Abang. Abang makan saja ayamnya sendiri. Mika makan sama sambal dan air masaki saja," ucap Mika mengalah.
"Nah, itu lebih bagus. Biar elu tambah cerdas," ketusnya seraya tersenyum puas dan berlalu pergi dari dapur. Mika segera menghabiskan makannya. Entah karena lapar atau apa, sambal buatannya dan nasi yang dicampur air masaki terasa nikmat saat berada di tenggorokan. Mika bersyukur hari ini masih bisa makan walau makanannya sangat alakadarnya.
"Tidak apa-apa siang ini aku makan dengan air masaki dan sambal doang, tapi nanti sore aku masih punya ayam yang aku sisihkan di plastik bening tadi." Mika sedikit tersenyum dengan caranya tadi yang menyisihkan nasi dan lauk ke dalam plastik bening. Sebelum beranjak Mika berpikir dulu, sebetulnya dia merasa heran dengan ayam kecap yang dia sajikan tadi. Padahal isinya banyak, saat dia tinggal sebentar kenapa tinggal sisa satu. Wisnu yang melihat Mika sedang termenung, hanya mampu berdecak kasihan tanpa bisa berbuat apa-apa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Siti Masitah
lawan katanya bisa bela diri...hoaks
2025-03-07
1
FT. Zira
pindah rumah aja dah..😮💨
2024-01-14
1
FT. Zira
mimpi nya... errr.... apa ya😅
2024-01-14
1