Danu dan sofia akhirnya menuruti keinginan alan untuk melamar desta itupun karena desakan diwangsa. Ekspresi wajah alan biasa saja saat mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah darmawan. Tanpa ada yang tau kalau saat ini jantung alan siap melompat dari tempatnya.
"Papa sudah telpon darmawan kan?" Tanya sofia pada suaminya yang duduk disebelah alan.
"Sudah"
"Papa bilang kan kalau kita datang untuk melamar desta?"
"Belum, mulut papa terasa kaku mau bilang tujuan kita bertamu."
"Loh, terus nanti gimana?"
"Kemarin papa cuma bilang mau datang bertamu dan ingin menyampaikan hal serius."
"Ck papa ini memang ga bisa diandalkan."
Disepanjang sisa perjalanan sofia terus mengomel di kursi belakang. Baik alan maupun danu hanya diak dan bersikap tenang karena bagi keduanya sofia bak radio rusak yang akan berhenti jika baterainya sudah lowbat.
Dirumah darmawan.
"Pa, kira-kira mas danu sama mba sofi mau ngomongin apa ya? Apa mereka akan menagih uang yang kita pinjam dulu?" Deswina terlihat gusar sejak kemarin siang.
"Jangan dulu menerka sesuatu yang belum pasti. Kita tunggu saja mereka datang." Darmawan berusaha tenang walau sebenarnya iapun khawatir akan hal itu.
"Kalau seandainya mereka tanya uang itu bagaimana pa?"
"Ya kita tinggal pulangkan saja uangnya, walau belum bisa full semuanya yang penting kita ada itikad baik. Soal sisanya kita cicil saja nanti, sudahlah ma jangan terlalu berat berfikir."
Satu jam kemudian, alan dan kedua orangtuanya sampai dikediaman darmawan yang ternyata sudah ditunggu oleh sang tuan rumah.
"Duh jadi ga enak sampai tuan rumah nunggu kami di teras." Sofia langsung memeluk deswina dan melakukan cipika cipiki ala ibu-ibu komplek jika sudah bertemu.
"Soalnya yang datang tamu spesial. Mba sofi apa kabar?"
"Hah, bisa aja bilang tamu spesial. Kabar baik dong, kamu gimana? Makin kenceng aja sekarang."
"Hehe, aku rutin ikut yoga sekarang mba."
"Wah, aku ikutan gabung dong."
"Echm." Alan berdehem dan melirik ibunya memberi isyarat untuk berhenti berbasa-basi.
"Kulkas dua pintu sudah bersabda." Ketus sofia.
"Hehe, ayo ayo masuk kedalam saja. Kita ngobrol didalam, biar sambil santai."
Darmawan danu alan sofia dan deswina masuk kedalam rumah dan duduk diruang tamu rumah darmawan.
"Ayo, silahkan diminum tehnya." Deswina menawari tamunya.
"Terimakasih, maaf kedatangan kami malah jadi merepotkan." Ucap danu sungkan.
"Hanya sekedar minum saja mas." Darmawan menimpali.
"Ngomong-ngomong ada hal penting apa mas? Dari kemarin sore saya jadi kepikiran terus ini " Jujur darmawan ucapkan.
"Maaf kalau kemarin saya ga jelas kasih infonya. Hehe."
"Duh, mau mulai darimana ini ya. Saya jadi bingung sendiri."
Alan melorotkan pundaknya saat sang ayah berlama-lama dengan perasaan sungkannya.
"Kapan mau minta anak orang ini pa. Luama banget basa-basi nya." Batin alan menjerit tidak sabaran.
"Papa" sofia menyikut lengan suaminya saat danu tak kunjung bicara.
"Mama sajalah, papa ga enak." Ucap danu nyaris seperti bisikan.
"Hmm"
"Ada apa to mba sofi, kok kayaknya serius banget ini." Darmawan kembali membuka suaranya.
"Ya memang penting ini mawan."
"Soal uang yang kami pinjam kan mba?" Deswina menyela.
Alan mendelik begitu juga kedua orangtuanya bahkan mereka nyaris menggeleng kompak pertanda tebakan deswina salah besar.
"Bukan, ini bukan soal uang itu."
"Terus apa dong mba? Jangan bikin penasaran." kembali deswina berbicara tak sabaran.
"Duh, lier ini lier. Udahlah ketimbang lama." Gumam sofia.
"Ini soal alan, mungkin yang aku sampaikan ini akan mengejutkan kalian tapi jujur kami tulus dan tidak ada niatan buruk."
Darmawan maupun deswina masih diam menunggu sofia kembali melanjutkan ucapannya.
"Kami ingin melamar desta untuk alan."
Jeger
Seperti tersambar petir di siang bolong, darmawan dan deswina diam mematung dengan tubuh kaku.
...__________...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments