Tuan Muda Kingston

Eleanor meneguk habis minuman dingin miliknya hingga tak tersisa. “Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar barusan, kamu ... bekerja jadi wanita penghibur? Oh gosh, apa aku sedang bermimpi? Jika iya, tolong bangunkan aku sekarang juga."

Mitsuko tersenyum tipis, wajar saja jika Eleanor seterkejut itu, karena ia sendiribtidak menyangka sudah memasuki dunia yang begitu kejam padanya.

Menghela napas berat seakan ada beban di pundaknya. "Mau bagaimana lagi? Aku tidak punya pilihan, bertahan hidup di kota besar seperti Tokyo tidaklah mudah, hanya menjadi pekerja di sebuah kantor atau pelayanan di rumah makan tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hariku. Aku lelah hidup dalam kemiskinan, El," ujar Mitsuko. Ada perasaan bersalah dalam dirinya sebab memilih menjadi kupu-kupu malam demi terbebas dari keterpurukan ekonomi.

Eleanor mengangguk paham akan apa yang disampaikan oleh Mitsuko, jangankan Mitsuko, ia sendiri pun merasakan betapa susahnya mencari uang. Padahal ia hanya tinggal di kota yang tak terlalu ramai seperti di Tokyo.

“Aku mengerti, pasti berat bagimu memilih jalan ini. Sudahlah, lupakan saja anggap kita tak pernah membahasnya," sahut Eleanor yang dibalas anggukan oleh Mitsuko. Lalu keduanya kembali berbincang, membicarakan segala macam topik pembicaraan selain pekerjaan Mitsuko.

Saat sedang asyik berbincang, dering telepon milik Mitsuko berbunyi, segera saja ia mengangkatnya dan ternyata itu dari tempat ia bekerja.

"Baik, aku segera ke sana sekarang!" Kemudian memasukan telepon genggam ke dalam tasnya.

“Eleanor, aku harus segera pergi ke tempat kerjaku, tapi aku tidak mungkin meninggalkanmu sendirian di sini. Apa kamu mau ikut bersamaku? Tenang, nanti di sana kamu bisa istirahat di kamarku untuk sementara waktu agar pikiranmu tenang,” tutur Mitsuko seraya mencari kartu ajaib dari dalam dompet. Ia hendak membayar pesanannya.

Berpikir sejenak, Eleanor pun memutuskan untuk ikut bersama dengan sang teman sebab, ia tidak punya pilihan lain. Uang saku yang ia bawa sudah habis setengahnya dan ia harus memutar otak untuk bisa kembali ke kota asalnya.

"Oke, aku ikut denganmu. Aku butuh waktu untuk menjernihkan pikiranku. Terima kasih sudah memberi izin padaku untuk ikut denganmu." Eleanor membungkukkan sedikit badannya di hadapan Mitsuko.

Sementara itu, masih di negara yang sama, tetapi tempat yang berbeda, ada seorang pria tampan nan gagah yang baru saja keluar dari ruang meeting. Wajahnya yang tegas itu membuat orang-orang di sekitarnya menjadi segan.

Andrew Kingston namanya, pria asal Amerika yang kini tinggal sementara di Jepang karena harus mengurus anak cabang perusahaannya yang ada di negeri matahari terbit tersebut. Selama urusannya belum selesai maka ia tidak akan menetap di Jepang.

“Bagaimana dengan jadwalku selanjutnya?” tanya Andrew pada sekretarisnya.

"Ada beberapa berkas yang harus Anda tandatangani dan diperiksa ulang, Tuan Kingston. Lalu di sore nanti ada meeting dengan kolega dari China,” jawab sang sekretaris.

“Memangnya kamu tidak bisa memeriksanya ulang? Kenapa harus aku?” tanya Andrew sembari memijat kepalanya yang terasa pening.

“Saya sudah memeriksanya, Tuan,” ucap sang sekretaris. “Menimalisir adanya kesalahan maka berkas tersebut harus dicek ulang oleh Anda,” imbuhnya.

“Kamu memerintah saya?” tanya Andrew sengit. Kepala rasanya mau pecah. Sejak menginjakkan kaki di negeri Sakura hingga detik ini, selalu disibukkan oleh setumpuk pekerjaan yang tak pernah ada habisnya.

“Tidak, tidak, bukan begitu Tuan, tap–“

“Sudahlah, saya mau istirahat sebentar,” potong Andrew lalu melengos meninggalkan sekretaris yang terlihat kesal.

“Namanya juga CEO, bukankah memang seharusnya begitu mengurus ini dan itu terkait pekerjaan? Jika aku yang mengerjakannya lalu ada yang tidak sesuai, bagaimana? Aku lagi yang kena,” gumam Clara, sekretaris pribadi Andrew. Ia bingung sendiri dengan sikap Andrew yang sering membuatnya sakit kepala.

Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya dari belakang. “Awas didengar Tuan Kingston. Jika itu terjadi maka kamu akan dipecat,” ujar laki-laki tersebut lalu menyusul Andrew.

“Ck! Kedua pria itu sama-sama menyebalkan," gumam Clara lalu menyusul kedua orang itu pergi ke ruangannya.

Andrew menyenderkan punggung di kursi kebesarannya, memejamkan matanya dan mencoba mengatur napas. “Huh melelahkan sekali,” katanya lirih.

Pintu ruangannya diketuk, sukses membuat Andrew membuka matanya. “Siapa?” teriaknya.

“Saya Tuan, Alfred,” jawab laki-laki yang ada di luar sana.

“Masuk!”

Alfred sang asisten pribadi Andrew masuk ke ruangan, ia berjalan ke arah atasannya dan menyerahkan satu berkas dari klien mereka.

“Silakan Anda cek dahulu Tuan, kontrak yang akan kita jalin bersama perusahaan Victory’s Company,” jelas Alfred.

Andrew mendesah sebal, ia pun membuka file tersebut dan langsung menandatanganinya. Alfred yang melihat itu pun tersenyum tipis, mengerti jika sang tuan tengah kelelahan bekerja.

“Sudah selesai bukan? Aku sungguh lelah dengan pekerjaan yang menumpuk ini." Andrew terus memeriksa berkas pemberian Alfred. “Mengapa masih ada orang yang berpikiran kalau menjadi CEO itu hal yang mudah? Tinggal mengatur orang lalu dapat uang? Hah, pendek sekali pemikiran mereka,” keluh Tuan Muda Kingston.

Andrew terkadang melihat di sosial media para anak muda di sebagian negara menganggap jika menjadi CEO adalah hal yang mudah, padahal tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ia dituntut mengerjakan segala urusan terkait perusahaan dalam waktu sesingkat mungkin.

“Bagi beberapa orang mungkin pangkat tersebut merupakan hal yang sepele, tapi mau bagaimana lagi stigma itu telah melekat di benak khalayak umum," timpal Alfred.

“Ingin sekali aku menampar mereka dengan kumpulan file yang harus kukerjakan,” kesal Andrew mencengkeram erat pinggiran map berkas tersebut. “Oh ya, apa untuk meeting nanti sore bisa ditunda? Aku sangat lelah dan ingin istrirahat sebentar."

Pria berusia tiga puluh tahun itu sudah sangat tidak tahan melihat begitu banyak tumpukan berkas dan jadwal meeting yang tak kunjung selesai.

“Mohon maaf Tuan, hal itu tidak bisa karena waktunya tinggal satu jam lagi dan kemungkinan perwakilan dari perusahaan Victory’s Company sedang dalam perjalanan menuju ke mari,” jawab Alfred. Tentu saja ia sudah terlebih dahulu mengkonfirmasi tentang hal ini pada Clara, guna menimalisir kejadian seperti ini.

"Aah, shiit! Aku sungguh sangat lelah." Andrew menjambak rambutnya dengan frustrasi. "Cepat bawakan ke mari berkas-berkas yang harus aku periksa dan tandatangani, aku ingin segera menyelesaikan semua pekerjaan yang sangat membosankan ini, setelah itu kamu harus antarkan aku ke suatu tempat!" ujarnya menahan kesal.

Alfred menganggukkan kepala, berjalan keluar dan menghampiri Clara di ruangan untuk meminta berkas-berkas yang dimaksud. Clara sebenarnya ingin protes karena itu merupakan tugasnya, tetapi kenapa Alfred terus yang Andrew perintahkan?

“Sudahlah, lebih baik kamu menurut saja, daripada nanti Tuan murka,” ujar Alfred begitu menyadari raut wajah Clara berubah masam.

Setelah mendapatkan berkas-berkasnya, ia pun menyerahkannya pada Andrew. Laki-laki itu dengan sigap memeriksa satu per satu berkas dan menandatanganinya.

Setelah itu mereka lanjut bertemu klien dan saat selesai Andrew langsung meminta Alfred untuk mengantarkannya ke salah satu klub yang berada di kota Jepang.

"Antarkan aku ke sana, sekarang juga!" titah Andrew tanpa mau dibantah. Toh semua urusan pekerjaan telah selesai dan dia bebas melakukan apa pun yang ingin dilakukannya.

Bersamaan dengan itu, Eleanor sudah sampai di klub tempat Mitsuko bekerja. Selain mengantarkan temannya, ia juga diajak untuk beristirahat sementara seperti yang Mitsuko tawarkan sebelumnya.

“Ini klub tempat kamu bekerja?” tanya Eleanor sembari menatap ke sekeliling ruangan.

Gemerlap lampu-lampu, bau alkohol yang menyengat, beberapa perempuan dengan busana terbuka bahkan ada yang hampir tak mengenakan sehelai kain pun menjadi pemandangan langka bagi Elenaor sebab dirinya tak pernah pergi ke tempat seperti ini. Fokusnya hanya bekerja, bekerja, dan bekerja saja setelah ditinggal pergi sang papa untuk selamanya.

Eleanor meneguk ludahnya kasar, bagaimana bisa Mitsuko bisa bertahan di lingkungan seperti ini?

“Iya, sangat besar bukan? Nanti di lantai dua sebelah kanan adalah kamarku, biasa aku gunakan untuk menerima klien, tetapi karena kamu di sana mungkin aku akan gunakan kamar lain,” jelas Mitsuko. “Oh ya, kamu tidak keberatan bukan kuajak ke sini?” tanyanya.

Eleanor menggeleng. “Tidak, lagi pula aku sendiri yang ingin mengantarkanmu pergi bekerja."

Mitsuko pun mengangguk dan kembali melanjutkan langkahnya dengan Eleanor di belakang. Gadis itu asyik melihat sekeliling hingga tak sadar menabrak seorang pria hingga tubuhnya hampir terjungkal ke belakang.

Untung saja pria itu dengan sigap menarik pinggang Eleanor agar tidak jatuh ke lantai. Sekian detik mata mereka saling menatap dan keduanya terpesona pada satu sama lain.

“Apakah ini sudah di surga?” gumam Eleanor terbengong sambil terus memandangi paras rupawan di hadapannya.

...***...

Terpopuler

Comments

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

wah awal ketemuan nih

2023-11-24

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!