Chapter 4

Suara benda jatuh mengejutkan Bilqis, hilang sudah rasa bahagia berganti khawatir. 'Ya Allah, bagaimana ini?' tanya Bilqis dalam hati.

"Loh, kamu?"

Suara yang tidak asing menyapa telinga Bilqis, membuat perhatian Bilqis sontak beralih menuju sumber suara itu dan akhirnya netra keduanya pun bertemu.

"Kamu yang kemarin aku tabrak di rumah sakit itu kan?" tanya pria dihadapannya, masih dengan wajah terkejut.

"Maaf pak, saya nggak sengaja. Nanti biar makanan yang ini saya yang bayar saja pak." segera Bilqis membungkuk untuk membantu membersihkan kekacauan yang terjadi karena kecerobohannya.

"Iya, nggak apa-apa. Sudah, nggak usah dibersihkan, biar orang warung makan saja yang membersihkannya nanti. Nggak usah di bayar juga, nggak apa-apa kok."

"Kamu nggak apa-apa kan?" tanyanya lagi.

Bilqis pun perlahan berdiri, memandang pria yang saat ini ada dihadapannya, 'suaranya kok seperti nggak asing yah?' pikir Bilqis.

"Nggak kok, Pak. Saya baik-baik saja. Maaf yah, Pak." balas Bilqis dengan rasa bersalah dan di sambut anggukan olehnya.

"Lucu yah, kita bisa bertemu di dua tempat yang berbeda tapi dengan situasi yang sama, saling menabrak. Hahaha." suara tawa hangat terdengar menggelitik pendengaran Bilqis.

"Mungkin ini artinya kita harus kenalan. Jika nanti kita harus bertemu kembali, kita tidak akan secanggung ini. Betulkan adik kecil?" lanjutnya lagi dan mendapat sebuah anggukan kecil disertai senyum tipis dari Bilqis.

"Kenalkan, saya Attar." sambil menyebut namanya, dia mengulurkan tangan.

"Saya Bilqis, Pak." jawab Bilqis sopan sambil menyambut tangan pria dihadapannya.

"Sejak tadi kamu terus memanggil saya pak. Saya tidak setua itu adik kecil, usia saya baru 28 tahun. Kamu bisa panggil saya Mas Attar, jangan pak!" protesnya dengan nada lembut diselingi tawa.

"Baik mas, kalau begitu saya ijin permisi dulu. Sekali lagi maaf dan terima kasih, Mas. Mari.." pamit Bilqis di balas anggukan dan senyum.

Bilqis pun kembali melanjutkan langkahnya menuju rumah sakit dimana ayahnya sedang dirawat.

***

"Assalamualaikum, Yah." sambil mencium tangan ayah dengan takzim, tak terasa air mata Bilqis tiba-tiba menetes.

"Ayah belum mau bangun, Yah? Ayah Nggak kangen sama Bilqis?" mencoba tegar, Bilqis pun melanjutkan ucapannya. "Tapi, Bilqis kangen Ayah.." lanjut Bilqis sambil mengatur nafasnya berharap bisa mengurai sesak yang memenuhi dadanya.

"Ayah nggak usah khawatirkan Bilqis ya, sekarang Bilqis sudah dapat kerjaan sampingan untuk kita. Ayah hanya perlu berjuang untuk bisa sembuh. Bilqis tau ayah juga pasti sedang berusaha buat ketemu Bilqis lagi. Kita berjuang sama-sama ya yah. Semoga Allah selalu memberi kemudahan untuk perjuangan kita." tersenyum.

Bilqis menguatkan diri dengan keyakinan bahwa Allah tidak akan memberi cobaan di luar kemampuan hambanya.

Akhirnya, Bilqis pun tertidur sambil menggenggam tangan Pak Siddiq. Hari ini sungguh membuat fisik dan pikiran Bilqis kelelahan.

***

"Kamu kenapa Bil? Seharian ini nggak ada semangat, nggak seperti biasanya." tanya Ayana sambil memperhatikan raut wajah Bilqis.Perlahan tapi pasti, Bilqis pun menceritakan apa yang terjadi kemarin. Setiap mengingat keadaan sang ayah, hati Bilqis terasa sakit dan sesak.

"Jadi ayah kamu sekarang di rawat di Rumah Sakit Medica?" tanya Ayana lagi sesaat setelah Bilqis selesai bercerita.

"Iya, Na. Ayah lagi di ICU."

"Nanti pulang les aku ke rumah sakit ya?" dengan senyum sendu Ayana menepuk pelan pundak Bilqis, menyalurkan semangat.

"Nggak usah, Na! Kebetulan nanti aku ada urusan sedikit diluar, jadi aku mungkin nggak di rumah sakit waktu kamu datang." bukan niat hati berbohong, Bilqis hanya tidak ingin kembali merepotkan Ayana dan keluarganya kalau tau ia mengambil kerja sampingan untuk mencukupi biaya hidup dan berobat Pak Siddiq.

Ayana berasal dari keluarga yang berada, keluarganya memiliki beberapa bisnis yang setahu Bilqis termasuk bisnis yang cukup besar. Tapi, Bilqis tidak pernah bertanya lebih dari itu. Walaupun mereka bersahabat, tapi tetap harus menghargai privasi masing-masing. Selama beberapa tahun persahabatan keduanya, Ayana tidak pernah banyak bicara soal latar belakang keluarganya.

Begitupun saat Bilqis berkunjung kerumah Ayana, keluarga Ayana yang menyambut Bilqis dengan ramah, membuat Bilqis akhirnya tidak tertarik lagi dengan yang lainnya. Bagi Bilqis, mereka bisa bersahabat sampai sekarang, saling bantu dan memahami satu sama lain itu sudah cukup. Meskipun pada kenyataannya Bilqis yang lebih sering mendapat bantuan. Kadang Bilqis pun merasa malu mengingatnya.

"Hmm, baiklah kalau begitu. Tapi, kalau ada apa-apa kamu janji harus menghubungi ku. Oke?" hilang sudah senyum di wajah Ayana berganti raut kecewa.

"Pasti, Na. Selain ayah, cuman kamu satu-satunya yang aku miliki." senyum Bilqis disambut senyum sumringah di wajah Ayana.

"Ya sudah kalau gitu, aku pulang dulu ya. Pak Agus sudah jemput soalnya. Kamu hati-hati, semangat!" pamit Ayana tak lupa merangkul Bilqis sebentar memberi semangat.

"Mmm, kamu juga hati-hati!"

Keduanya pun berpisah di gerbang sekolah dengan mengambil arah yang berlawanan sambari saling melambaikan tangan.

'Hmm, sepertinya aku harus pulang dulu ganti baju sekalian menyiapkan pakaian ganti buat kerja nanti.' gumam Bilqis dalam hati.

***

Berjarak beberapa meter dari rumah, Bilqis melihat beberapa orang yang tidak dikenal sedang mengetuk pintu rumahnya. Ia pun mempercepat langkah kakinya.

"Assalamualaikum." ucap Bilqis saat memasuki halaman rumah.

"Waalaikumsalam." jawab orang-orang itu kompak.

Ada 2 orang pria dewasa, yang satu berambut panjang dan yang satu lagi tidak memiliki rambut dengan postur yang sama-sama tinggi dan berbadan besar, ada beberapa tattoo yang tergambar di lengan bagian kiri dan kanannya. Juga seorang perempuan paruh baya yang masih cantik meski sudah nampak beberapa kerutan di wajahnya.

"Maaf, Ibu dan bapak ini siapa dan cari siapa ya?" tanya Bilqis dengan perasaan was-was bercampur takut.

"Saya Maria, orang-orang biasa memanggil saya 'MA-MI' dan ini anak buah saya. Saya kesini untuk mencari Pak Siddiq. Kamu ini siapa?" tanya wanita itu dengan tatapan sinis dan horor.

"Saya Bilqis bu, saya anaknya Pak Siddiq. Ayah saya lagi di rumah sakit. Ada apa ya ibu cari ayah saya?"

"Pantes saja orang tua itu nggak muncul untuk bayar utang kemarin." gerutunya.

"Eh, tunggu! Kamu nggak bohongkan? Kamu bukan mau menyembunyikan ayah kamu supaya nggak bayar utangnya sama sayakan?" dengan badan yang dicondongkan ke arah Bilqis, Bu Maria kembali bertanya.

"Kalau ibu nggak percaya, ibu bisa cek sendiri ke Rumah Sakit Medica. Ayah saya sekarang sedang berada di ICU, kemarin ayah saya tidak enak badan terus pingsan dan kepalanya terbentur. Sampai sekarang ayah saya belum sadarkan diri." jawab Bilqis dengan suara yang bergetar.

"Kalau memang ibu ada perlu sama ayah, ibu bisa bicara sama saya. Tapi, tidak di teras. Mari masuk dulu, ibu sampaikan keperluan ibu di dalam saja." lanjut Bilqis sambil mencoba menenangkan perasaannya yang sudah tidak karuan.

"Bagus juga kalau kamu tau masalah utang ayahmu ini. Setidaknya kalau orang tua itu mati, kamu bisa menyiapkan diri untuk membayar utang-utang ayah mu." dengan senyum sinis, Bu Maria menjawab.

Bilqis yang terkejut mendengar perkataannya hanya bisa berucap lirih "Astagfirullah! Ya Allah".

***

Bilqis pun masuk dan mempersilahkan tamu ayahnya untuk duduk.

"Maaf, ibu tadi bilang ayah saya punya utang? Utang apa ya bu?" tanya Bilqis tanpa basa-basi.

"Botak, mana bukunya?" Bu Maria meminta sesuatu dari anak buahnya dan setelah mendapat kan sebuah buku panjang, Bu Maria pun mulai membuka satu persatu lembaran.

Setelah membuka beberapa halaman, Bu Maria berhenti dan menyerahkan buku itu pada Bilqis.

"Kamu lihat dan perhatikan baik-baik semua tanggal dan angka yang ada di buku itu."

Aku pun memperhatikan dengan seksama sesuai arahan Bu Maria.

"Astagfirullah." lirih Bilqis karena terkejut dengan berbagai transaksi dan jumlah hutang yang ada di buku itu.

"Ini apa bu?" tanya Bilqis dengan wajah yang terasa memanas.

"Itu semua adalah rincian transaksi hutang ayahmu sejak bertahun-tahun lalu. Memang setiap bulan ayahmu menyetorkan sejumlah uang kepada saya, tapi itu cuma cukup untuk bunganya saja. Hutang pokok ayahmu tidak berkurang sedikit pun." Bu Maria menjelaskan dengan santai.

"Astagfirullahaladzim. Ya Allah, apalagi ini?"

Terpopuler

Comments

Ilona Edeline 🦋

Ilona Edeline 🦋

wihh semangat thor, kalau berkenan mampir yukk ke novel aku makasiih

2023-12-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!