Chapter 2

"Bagaimana keadaan Ayah saya, Dok?"

Sang Dokter pun tak langsung menjawab, ditatap nya wajah Bilqis sesaat lalu berkata, Dengan wajah sendu, Dokter pun menjawab "Maafkan saya, tapi bisakah saya bicara dengan wali pasien?"

"Iya, saya wali ayah saya, Dok. Saya anaknya dan keluarga satu-satunya." jawab Bilqis dengan suara parau akibat tangis yang tak kunjung berhenti.

Begitu sakit saat mengingat bahwa Bilqis dan Pak Siddiq hanya memiliki satu sama lain. Satu per satu kerabat yang mereka punya mulai menjauh saat usaha sang ayah mulai bangkrut.

Saat Bilqis berusia 9 tahun, sang ibu meninggal karena penyakit kanker payudara yang dideritanya selama 4 tahun. Setelah kepergian sang ibu, Pak Siddiq jadi tidak fokus menjalankan usahanya dan berakhir gulung tikar setahun setelah sang istri meninggal.

Sejak itu lah Pak Siddiq memutuskan untuk pindah ke ibu kota, membawa serta Bilqis dan menetap disini. Sejak itu pula, kerabat mereka mulai menghilang satu persatu dan memutuskan kontak dengan kedua ayah dan anak itu.

"Baiklah, bisa ikut ke ruangan saya? Ada beberapa hal yang harus saya sampaikan." ucap Dokter yang usianya sama dengan usia Pak Mahdi yaitu sekitar 40 tahun.

"Ayo nak, biar bapak yang temani kamu bicara dengan Dokter. Biar yang lain menunggu disini saja." ucap Pak Mahdi lalu dijawab anggukan oleh yang lainnya.

"Mari ikuti saya." ucap sang Dokter kemudian berbalik dan berjalan meninggalkan ruang UGD menuju ruangannya, aku dan pak RT hanya bisa mengikuti kemana dokter pergi.

***

Sesampainya di depan pintu yang diperkirakan adalah pintu dari ruangan dokter itu, Bilqis dan Pak Mahdi dipersilahkan masuk ke dalam dan dipersilahkan duduk.

"Ada apa dengan ayah saya dokter? Ayah saya baik-baik saja kan dok? Tidak terjadi apa-apa kan dokter dengan ayah saya? Hiks.." karena tidak sabar, Bilqis langsung saja memberondong sang dokter dengan banyak pertanyaan sesaat setelah sang dokter duduk di kursinya.

"Tenang nak, sabar.. Kita dengarkan dulu apa yang akan pak dokter sampaikan tentang kondisi ayahmu." ucap Pak Mahdi berusaha menenangkan Bilqis.

Dengan raut wajah serius, dokter pun mulai menjelaskan tentang kondisi Pak Siddiq.

"Begini Pak, Nak. Kondisi pasien sekarang sedang tidak sadarkan diri akibat benturan di bagian kepalanya. Ada kemungkinan pasien mengalami cedera otak traumatis atau pembengkakan otak. Untuk observasi selanjutnya kita harus menunggu pasien sadar terlebih dahulu. Untuk sementara, pasien akan di rawat di ruang Intensive Care Unit atau ICU agar bisa dipantau perkembangannya." ucap dokter.

"Untuk kedepannya, jika ada perkembangan lebih lanjut mengenai kesehatan pasien, akan kami sampaikan lagi." sambung dokter lagi.

"Astagfirullah, ayah. Hiks.. Hiks.. Maafin Bilqis yah. Hiks.. Hiks.. Harusnya Bilqis temani ayah di rumah. Harusnya Bilqis nggak usah masuk sekolah saja hari ini. Ayah.. Hiks.. Hiks.." sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, Bilqis kembali menangis. Sesak dan sesal terasa memenuhi setiap rongga dadanya.

"Sudah nak.. Sudah.. Yang sabar yah nak.. Banyak-banyak berdo'a, semoga Pak Siddiq bisa melewati ini semua dengan baik dan bisa kembali sembuh, sehat wal afiat." ucap Pak Mahdi menenangkan sambil sesekali menepuk pundak Bilqis.

"Apa kami sudah bisa melihat keadaan pak Rahman dokter?" tanya Pak Mahdi kemudian.

"Bisa pak, tapi cuman bisa 1 orang saja dulu yang menjenguk. Itu pun harus menunggu sampai pasien dipindahkan ke ruang ICU." jawab sang dokter.

Pak Mahdi pun menunduk sejenak, mengatur nafas sampai di rasa agak tenang. "Kalau begitu kami keluar dulu pak dokter. Terima kasih atas penjelasannya." ucap Pak Mahdi sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan dokter.

"Sama-sama pak." ucap sang dokter sambil membalas uluran tangan pak Mahdi. Kemudian beralih menatap Bilqis. "Yang sabar yah nak." ucap sang dokter lagi.

Bilqis dan Pak Mahdi pun berjalan beriringan keluar dari ruangan sang dokter lalu kembali ke ruangan UGD untuk melihat sang ayah.

***

Tiba di depan ruang UGD, mereka langsung disambut Bu Rosa.

"Gimana pak kabar Pak Siddiq?" ucap Bu Rosa dengan wajah sedih melihat Bilqis yang tak henti menangis sejak tadi.

Pak Mahdi pun menjelaskan keadaan Pak Siddiq seperti yang dikatakan sang dokter.

"Pak Siddiq masih belum sadarkan diri bu. Kata dokter tadi, Pak Siddiq mengalami pembengkakan otak akibat benturan waktu pingsan tadi." jelas Pak Mahdi.

"Astagfirullah.. Terus bagaimana pak?"

"Pak Siddiq harus dirawat di ICU bu, sampai sadarkan diri buat di observasi lebih lanjut."

Bu Rosa segera berjalan mendekati Bilqis lalu merangkul dan mengelus punggung Bilqis dengan lembut, mencoba mengurangi rasa sedih yang dirasakan gadis yang baru berusia 17 tahun itu.

"Sabar yah nak. Sabar.. Kamu pasti bisa melewati ini, Pak Siddiq juga pasti akan baik-baik saja."

Bilqis hanya bisa mengangguk dalam rangkulan Bu Rosa. Sudah habis kata, berganti tangis yang pilu.

"Kok ibu sendiri? Mas Hasan sama Mbak Watinya mana bu?" tanya Pak Mahdi karena tidak melihat keberadaan sepasang suami istri itu.

"Mas Hasan dan Mbak Wati tadi pamit pulang naik angkot pak, soalnya mas Hasan harus masuk kerja katanya, terus Mbak Wati harus jaga si Bima. Ngga enak katanya nitip Bima kelamaan ke tetangga."

"Oh, ya sudah kalau begitu."

***

Tidak lama kemudian datanglah seorang suster menghampiri kami. "Keluarga Pak Siddiq?"

"Iya sus. Saya anaknya." sahut Bilqis lalu segera menghampiri sang suster.

"Silahkan ke bagian administrasi dulu yah mbak, soalnya Pak Siddiq nya sudah mau dipindahkan ke dalam ruangan ICU." ucap suster muda yang usianya beberapa tahun di atas Bilqis.

"Baik sus."

Bilqis pun segera pergi ke bagian administrasi. Kali ini ditemani Bu Rosa sedangkan Pak Mahdi menunggu di depan UGD.

***

"Permisi mbak, saya Bilqis putri pasien atas nama Pak Siddiq." ucap Bilqis pada seorang suster yang berjaga di meja administrasi.

"Oh iya mbak. Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya mau mengurus administrasi buat ayah saya. Katanya mau pindah dari UGD ke ICU mbak."

"Pasien pakai asuransi atau umum mbak?"

"Pakai asuransi pemerintah mbak."

Bilqis pun segera menyerahkan KTP dan kartu asuransi pemerintah milik Pak Siddiq ke bagian administrasi. Untung saja sebelum ke rumah sakit tadi, Bilqis sempat mengambil dompet sang ayah di atas nakas samping tempat tidur ayahnya.

***

Setelah urusan administrasi selesai, Bilqis dan Bu Rosa pun langsung kembali ke ruang UGD. Sambil menunggu ayahnya dipindahkan ke ruang ICU, tiba-tiba Bilqis teringat kalau belum melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslimah. Ia pun segera pamit menuju mushola rumah sakit untuk melaksanakn sholat ashar.

"Pak, bu, aku nitip ayah sebentar yah. Aku mau ke mushola dulu sebentar. Sudah jam 5, aku belum sholat ashar."

"Pergilah nak, do'akan ayahmu. Jangan khawatir, biar bapak dan ibu yang jaga ayah kamu. Walaupun nanti ayah kamu dipindahkan, biar ibu kabari lewat WA."

"Baik bu, kalau begitu aku permisi dulu. Assalamualaikum." Bilqis segera pamit dan dijawab serentak oleh sepasang suami istri itu.

"Waalaikumsalam nak."

***

Setelah selesai sholat, Bilqis putuskan untuk berjalan-jalan sebentar. Ada terlalu banyak pertanyaan yang memenuhi kepalanya saat ini, menunggu untuk dijawab.

"Bagaimana ini? Bagaimana dengan kondisi ayah kedepannya? Bagaimana caranya aku menutupi kekurangan selisih biaya perawatan ayah? Tabungan ku pun hanya cukup untuk kebutuhan ku selama beberapa minggu. Ya Allah, tolong bantu Bilqis. "

Bilqis yang disibukkan dengan banyaknya pertanyaan yang muncul di dalam kepalanya pun akhirnya kehilangan fokus dan tidak menyadari keadaan sekitar sehingga..

BRUKK

"Astagfirullah!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!