Wira hanya menatap kunci yang baru saja dilemparkan di hadapannya, tepat di atas Pusara sang Ibu. Wira menatap gundukan tanah merah yang baru saja dibuat, menatap kayu nisan yang bertuliskan Linda binti Atmajaya. kenangan-kenangan indah mulai terputar kembali dalam memori otak, meski dia sangat membenci keluarganya namun masih ada kenangan yang terkenang sampai sekarang.
"Selamat jalan ibu, semoga kamu bisa tenang di alam sana, maafkan anakmu yang kurang berbakti karena itu bukan murni kesalahanku, itu adalah kesalahan ibu dan bapak yang tidak mau mengurus anaknya, kalian lebih mementingkan ego daripada merawatku dengan penuh kasih sayang, sehingga aku menjadi orang yang sangat sukses dan bergelimang harta." ungkap hati Wira Tak sedikitpun menurunkan kesombongan dalam dirinya, dia masih tidak merasakan rasa bersalah meski dia tidak sempat bertemu ketika nafas-nafas terakhir yang dihempaskan oleh sang ibu, karena semua biaya pengobatan kadang kebutuhan lainnya dialah yang menanggung.
Suasana kala itu, matahari mulai merunduk ke horizon dan menciptakan cahaya senja yang lembut di langit. Pemakaman umum tampak tenang, dengan makam-makam yang tertata rapi di antara pepohonan tua. Di kejauhan, pohon-pohon tinggi membentangkan dedaunan mereka di atas makam-makam, memberikan rasa sejuk dan teduh.
Suara burung-burung kecil yang terbang di antara ranting pohon mengisi udara dengan nyanyian lembut mereka. Burung-burung ini menyemarakkan suasana dengan serangkaian melodi yang penuh haru dan keindahan. Suara mereka seperti lantunan alam yang meresap ke dalam hati siapa pun yang berada di sana.
Tampak beberapa pengunjung pemakaman, masing-masing dengan ekspresi yang berbeda. Beberapa dari mereka sedang berdiri di depan makam yang mereka kunjungi, merenung dalam. Mereka membawa bunga segar dan menghormati kenangan orang yang telah pergi. Yang lain duduk di bangku-bangku batu yang tersebar di sekitar pemakaman, mencari ketenangan dan refleksi dalam suasana yang damai ini.
Di kejauhan, matahari terus meredup, menciptakan siluet pepohonan dan makam yang indah. Suasana pemakaman umum pada pukul 03.00 sore ini memancarkan keindahan dan ketenangan yang sangat dalam, meskipun saat yang sedih, suara burung-burung yang terdengar dari arah pohon memberikan sentuhan kehidupan dan harapan di tengah perasaan duka yang mendalam.
Setelah beberapa saat berlalu Wira pun membangkitkan tubuhnya untuk berdiri namun sudut matanya menangkap masih ada kunci yang tergeletak di atas Pusara yang dilemparkan oleh Arwi kakaknya, merasa penasaran dia pun mengambil kunci itu lalu memperhatikan sesaat setelah diteliti dan ditebak mungkin kunci itu adalah kunci rumah susun ibunya.
"Aku tidak butuh warisan yang hanya apartemen butut karena apartemenku lebih bagus dan lebih mewah." gumam hati Wira sambil hendak meletakkan Kembali kunci yang baru ia ambil, namun itu tidak jadi dia kerjakan karena mungkin kedepannya itu akan bermanfaat.
Wira pun meninggalkan tempat bersemayam terakhir ibundanya, keluar menuju mobil mewah yang terparkir di area parkir pemakaman. banyak mata wanita yang tertuju menatap kagum dengan mobil yang ia miliki, namun Wira yang biasanya merasa sangat senang ketika mendapat perhatian lebih, kala itu nampak berbeda Dia seolah Acuh dengan ikan yang disuguhkan.
Setelah menyalakan mobilnya Wira pun meninggalkan pemakaman, ia berkeliling kota Jakarta Menikmati keindahan sore yang memukau matahari masih cukup tinggi di langit, tetapi cahayanya sudah mulai redup. Lalu lintas di jalan-jalan kota masih ramai, namun ada sedikit hentakan dari kemacetan lalu lintas siang hari.
Orang-orang yang bekerja telah mulai meninggalkan kantor dan bergerak menuju rumah atau tempat-tempat nongkrong, Beberapa dari mereka berjalan kaki atau naik sepeda di sepanjang trotoar yang mulai diberikan naungan oleh bangunan-bangunan tinggi. Di tengah kota, pencakar langit megah menunjukkan siluet yang indah dengan cahaya matahari yang berkilau di kaca-kaca mereka.
Pedagang kaki lima mulai membuka warung mereka, menawarkan berbagai makanan lezat dan minuman tradisional. Aroma nasi goreng yang menggugah selera dan sate yang menggoda bisa tercium di udara. Orang-orang berkerumun di sekitar warung untuk menikmati makanan khas Jakarta.
Di taman-taman kota, orang-orang berkumpul untuk bersantai. Anak-anak bermain di taman bermain sementara orang tua duduk di bangku-bangku taman sambil berbincang santai. Suasana sore yang hangat dan tenang membuat orang merasa nyaman untuk berinteraksi dan merasakan kebahagiaan sederhana.
Pada pukul 16.00, langit masih biru dan indah, dan matahari memberikan warna keemasan pada bangunan-bangunan. Saat petang berlanjut, cahaya matahari mulai meredup, menciptakan suasana yang lebih romantis dan damai. Malam mulai mengintip dengan perlahan, dan lampu-lampu jalan mulai bersinar, memberikan kehidupan baru pada kota ini.
Sore hari di Jakarta pada pukul 16.00 memberikan kombinasi unik antara kesibukan perkotaan dan keindahan alam, di mana orang-orang bisa menikmati momen sejenak sebelum memasuki malam yang penuh aktivitas. Begitu juga dengan Wira yang masih berputar-putar di sekitaran Kota Jakarta, merasa bosan berputar Akhirnya dia pun memutuskan untuk pulang ke rumah namun ketika di perjalanan Wira tiba-tiba berubah rencana dia ingin berkunjung ke rumah ibunya, sehingga dia pun memutarkan kemudian berbalik arah menuju Selatan pusat kota.
Wira terus terfokus menatap ke arah depan kilauan cahaya matahari menambah kemewahan mobil yang sedang ia kemudikan, sunroof yang dibuka memamerkan ketampanan dan kegagahan, membuat wanita-wanita yang Mengendarai mobil di sampingnya membunyikan klakson menggoda agar bisa satu mobil dengannya, namun Wira tetap terfokus tidak tergoda sedikitpun seperti orang yang tidak membutuhkan sosok seorang wanita.
Tak lama diantaranya mobil Wira pun tiba di salah satu parkiran apartemen yang terlihat kumuh, cat luar bangunan itu terlihat mengelupas bahkan di sebagian dinding terlihat hanya menunjukkan warna dasar semen. Wira memperhatikan keadaan sekitar yang terlihat sangat kurang nyaman bagi orang yang bersih, karena sampah jajanan terlihat berserakan di mana-mana. dengan menarik nafas dalam Wira pun masuk ke lobi lalu menuju lift yang hanya satu-satunya, Wira sebenarnya tidak yakin kalau lift itu masih berfungsi Karena dia sudah lama tidak berkunjung ke rumah ibunya.
Pria tampan dan gagah itu menarik nafas lega ketika dia sampai di depan pintu lift, terlihan baru saja ada orang yang keluar. dia pun masuk ke dalam tercium lah aroma yang menyengat memenuhi hidung, aroma kencing tercium begitu kuat sampai Wira menggunakan baju jas yang ia kenakan untuk menutup hidungnya, Sebenarnya dia hendak keluar kembali namun itu tidak ia lakukan karena Dia sangat malas untuk menaiki tangga.
Wira menahan nafas untuk beberapa saat sampai akhirnya terdengar bunyi diikuti dengan pintu lift yang terbuka. dengan segera dia pun keluar kemudian berjalan melewati koridor yang nampak sempit tak seluas koridor yang berada di apartemennya, penerangan sangat kurang memadai karena banyak lampu yang putus, ditambah dengan lantai yang sedikit kotor karena kurangnya perawatan.
Dengan perjuangan yang begitu berat, akhirnya Wira pun tiba di salah satu pintu kamar, dengan segera dia pun mengeluarkan kunci lalu membuka pintunya nampaklah keadaan dalam rumah yang tidak jauh berbeda ketika ia tinggalkan beberapa tahun yang lalu. televisi berukuran 14 in masih berada di atas nakas yang sudah terlihat tua, foto keluarga tergantung di dinding dengan senyum lebar menandakan keluarga itu sangat bahagia.
Langkah Demi Langkah Wira Terus masuk semakin dalam Dia pun akhirnya tiba di kamar ibunya yang sama tidak ada perubahan yang signifikan. di dekat kasur terlihat ada kursi roda milik ibunya ketika sedang sakit. Wira terdiam agak lama membayangkan kembali aktivitas ibunya Selama masih hidup, namun matanya tetap tertuju kepada kursi roda Entah mengapa tiba-tiba dia pun ingin mencoba kursi roda itu untuk merasakan bagaimana rasanya beraktivitas menggunakan roda.
Wira mulai mendekati tempat duduk yang beroda itu dengan dipenuhi kehati-hatian, dia pun mulai duduk di atasnya lalu mencoba memutarkan roda yang berada di samping kanan dan kiri, sehingga kursi itu bergerak menuju tempat yang diinginkan.
Wira terus memainkan kursi roda itu keluar dari kamar menuju ke dapur, dia mengikuti dan membayangkan apa yang pernah ibunya lakukan. merasa Tangannya sudah lelah dia pun berhenti di salah satu rak susun tempat penyimpanan barang-barang milik ibunya. di rak itu terlihat ada tape yang selalu memutarkan lagu Ketika dirinya masih kecil, merasa kangen dengan kejadian Masa Lalu Wira pun mengambil tape itu kemudian memasukkan kaset pita sehingga musik pun terdengar mengalun dari speakernya, Wira terlihat memainkan tangannya mengikuti alunan musik yang semakin lama semakin terdengar kencang.
Pintu yang tidak tertutup membuat suara musik itu terdengar kencang sampai keluar membuat tetangganya merasa risih, sehingga dia pun keluar lalu mengetuk pintu apartemen Milik ibu Wira, namun Wira yang sedang asyik mendengarkan dan mengikuti lagu yang sedang diputar tidak bergeming sehingga wanita itu masuk lalu menepuk Wira dari arah belakang.
Wira yang terkaget dia pun menoleh ke arah orang yang menepuknya, terlihatlah wanita cantik dengan tatapan mata yang indah, membuat Wira menganga tak mampu mengeluarkan suara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments